Hukrim  

Ahli Penilai BPAD NTT Kesulitan Menjelaskan Perhitungan Kontribusi PT SIM kepada Hakim

Kantor Tipikor Kupang (Foto: Pos Kupang)

Kupang, KN – Ahli Penilai Pemerintah Daerah dari Badan Pendapatan Aset Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Jacobus Makin, mengaku kesulitan menjelaskan hasil perhitungannya sendiri terkait nilai kontribusi tetap yang seharusnya dibebankan kepada PT. Sarana Investama Manggabar senilai Rp.1,54 miliar/ tahun yang menjadi dasar perhitungan kerugian keuangan negara.

“Mengenai bagaimana simulasi perhitungan agak susah yang mulia, karena harus melihat dahulu kertas kerjanya. Nanti kalau saya pulang bisa ambil buat simulasi,”  ujar Jacobus saat memberikan keterangan melalui zoom kepada Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang, Selasa (5/3/2024).

Jacobus memberikan tanggapan demikian saat dicecar darimana ditemukan nilai kontribusi Rp1.54 miliar/ tahun dari total nilai wajar tanah Pemprov NTT di Pantai Pede seluas 31.670 m2 yang ia nilai senilai Rp35.82 miliar.

Ahli Jacobus kemudian menampilkan MS Excel mengenai tabel perhitungannya yang mengikutsertakan pendekatan pendapatan selama 30 tahun berdasarkan future value, present value, discount factor dan cashflow tanpa bisa menjelaskan rumusnya secara sederhana. Istilah yang digunakan oleh Ahli Jacobus bahwa cara menghitung yang demikian disebut dengan metode discounted cashflow.

“Mengenai Rp1,5 miliar dari Rp35 miliar, bagaiamana cara menemukannya, bahwa angka Rp1,5 miliar itu diperoleh dari metode discounted cashflow. Jadi kita mulai menghitung itu pertama: di situ memasukkan variabel itu nilai wajar tanah kita, kemudian memasukkan yang namanya nilai potensi kenaikan nilai wajar atas pendapatan aset selama 30 tahun, sehubungan dengan potensi kenaikan setiap tahunnya,” kata Jacobus.

Jacobus mengatakan penilaian yang dilakukan hanyalah terhadap tanah semata-mata sebagai bentuk aset dari Pemprov NTT. Mengenai cara perhitungan, Jacobus mengakui bahwa salah satu variabel yang digunakan adalah dengan melihat potensi pendapatan selama 30 tahun ke depan sesuai masa berlaku Hak Guna Bangunan (HGB).

“Jadi kita proyeksikan akibat dari pengelolaan aset itu akan menghasilkan pendapatan sebesar sekian dari jangka waktu selama 30 tahun sesuai HGB, kemudian kita present valuekan, menarik nilai sekarang berdasarkan tingkat inflasinya dari tahun 2014. Jadi di situ ditemukan nilai kontribusi wajar,” ujar Jacobus.

Lebih lanjut Jacobus menolak menyederhanakan perhitungan bahwa Rp1,54 miliar merupakan 4,3 % dari Rp.35,82 miliar. Ia juga menolak bahwa persentase harus mengacu pada Keputusan Gubernur. Padahal, ketentuan berapa besaran persentase yang digunakan sebagai variabel penentuan nilai kontribusi telah ditetapkan di dalam Keputusan Gubernur  Nusa Tenggara Timur Nomor: 339/KEP/HK/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tentang Besaran Persentase Kontribusi Tahunan dari Pelaksanaan Bangun Guna Serah atas Pemanfaatan Barang Milik Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang menentukan besaran persentase Kontribusi Tahunan 2%. “Keputusan Gubernur tersebut untuk review bukan untuk penilaian. Saya juga tidak tahu keputusan Gubernur tersebut sudah dicabut atau belum,” papar Jacobus.

Jacobus menyatakan nilai yang ditemukan oleh Penilai bukan kepastian dan juga bukan bersifat opini semata. Namun demikian, kata Jacobus, lebih kepada nilai wajar yang ditemukan oleh Penilai yang ditugaskan. “Jika data pasarnya berbeda, maka akan menemukan hasil perhitungan kontribusi berdasarkan pendekatan harga pasar dan pendekatan pendapatan yang hasilnya berbeda pula,” tutup Jacobus.

BACA JUGA:  Pakar Hukum Asal NTT Minta Mabes Polri Ambil Alih Laporan Aliansi Cipayung

Selain Jacobus, Jaksa Penuntut Umum juga menghadirkan Auditor Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTT, Josua Viernando Tohoganda. Dalam keterangannya, Josua mengakui menggunakan pendapat penilaian dari Ahli Apprisal Pemerintah Daerah Provinsi NTT, Jacobus Makin dan keterangan Ahli Hukum Perdata Universitas Nusa Cendana, Husni Kusumadinata, terkait hak dan kewajiban Perjanjian Bangun Guna Serah terutama terkait dengan jangka waktu berlakunya kontrak. “Data yang digunakan dari kedua ahli tersebut,”  ujar Josua.

Josua mengatakan audit dilakukan tersendiri dan tidak memperhatikan lagi hasil audit terdahulu dari BPKP NTT Tahun 2019 sebagaimana dimaksud LHE-437/2019, BPKP NTT dan hasil audit BPK RI Perwakilan NTT Tahun 2019 sebagaimana dimaksud Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor: 86/LHP/XIX.KUP/12/2019 tanggal 20 Desember 2019.

Menanggapi keterangan Ahli, seusai persidangan, Ketua Tim Advokasi Peduli dan Selamatkan Pantai Pede, Yanto MP Ekon, mengatakan ada yang aneh dari keterangan Ahli Penilai dan Ahli Auditor Kerugian Keuangan Negara. Sebab, mengabaikan hasil audit dari BPK NTT Tahun 2019 yang menilai tidak ada kekurangan nilai kontribusi, karena PKS tanggal 23 Mei 2014 sudah menggunakan persentase 3,3% di atas persentase yang bahkan ditetapkan Gubernur di tahun 2016 sebesar 2%. Kemudian, mengabaikan hasil audit BPKP NTT Tahun 2019 yang menilai bahwa Pemprov NTT hanya kurang untung saja, berdasarkan revaluasi di tahun 2018 menggunakan data pasar dan NJOP Tahun 2018 yang merekomendasikan kontribusi senilai Rp739 juta/ tahun. Lalu, terdapat perbedaan nilai lagi berdasarkan rekomendasi Surat Badan Pendapatan dan Aset Daerah Nomor: BPAD.A1.3/000.037/173/2020 tertanggal 28 Januari 2020, perihal informasi nilai kontribusi senilai Rp835 juta/ tahun.

“Sebagaimana diketahui, bahwa kedua audit tahun 2019 tersebut menggunakan acuan persentase kontribusi BGS berdasarkan Keputusan Gubernur  Nusa Tenggara Timur Nomor: 339/KEP/HK/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tentang Besaran Persentase Kontribusi Tahunan dari Pelaksanaan Bangun Guna Serah atas Pemanfaatan Barang Milik Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang menentukan besaran persentase Kontribusi Tahunan 2%. Persentase yang digunakan oleh PKS Tahun 2014 sudah di atas 2%, yakni 3,3 persen,” jelas Yanto.

Sementara itu, Kuasa Hukum PT SIM, Khresna Guntarto, menyatakan bahwa Penilaian Kontribusi dari Jacobus Makin yang kemudian menjadi dasar perhitungan kerugian keuangan negara oleh Auditor BPKP NTT, Josua Siahaan, tidak bersifat absolut dan tidak bersifat kerugian nyata. Sebab, dalam fakta persidangan diakui sendiri bahwa kontribusi tersebut merupakan pendapat nilai wajar yang ditemukan Penilai dan menggunakan asumsi pendekatan pendapatan di masa depan. “Jadi penilaian tersebut mengabaikan fakta PT SIM telah di PHK dan mencampuradukkan dengan variabel asumsi pendapatan di masa depan. Ini tidak bersifat kerugian nyata (actual loss),” tutup Khresna.

Sidang selanjutnya akan diselenggarakan pada hari Jumat 15 Maret 2024 dengan agenda keterangan ahli yang meringankan dari Para Terdakwa dan Keterangan Terdakwa sebagai Saksi Mahkota dan sebagai Alat Bukti. (*/kn)