Ruteng, KN – Kasus dugaan penganiayaan oleh pelaku berinisial AS seorang anggota Polri yang bertugas di wilayah hukum Polres Manggarai Timur, Polda NTT hingga kini masih terus berlanjut ke meja Pengadilan Negeri Ruteng (PN), Manggarai NTT.
Kasus dugaan penganiayaan tersebut merupakan buntut dari penangkapan kasus persetubuhan anak yang di duga dibawah umur.
Dimana kasus persetubuhan itu milibatkan kedua remaja siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Manggarai Timur. Kedua pelajar itu masing-masing berinisial YRJ (18) dan Mawar (bukan nama sebenarnya)
YRJ kemudian ditangkap oleh AS dan rekannya pada 14 September 2024 lalu, lantaran telah menghamili pacarnya Mawar.
Mawar merupakan anak bawah umur, juga seorang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), Mawar diketahui putri kandung dari oknum anggota Polri AS.
Nahas, sebelum diproses hukum, YRJ diduga menjadi korban penganiayaan oleh AS salah satu oknum anggota polisi yang bertugas di Polres Manggarai Timur.
Kuasa hukum YRJ, Fitalis Burhan kepada koranntt.com (06/02/2025) menceritakan bahwa, motif penganiayaan oknum polisi tersebut karena faktor emosional.
“Penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polisi yang bertugas di Polres Manggarai Timur tersebut rupanya berawal dari rasa kesal akibat anaknya dihamili YRJ (18), pada Rabu (11/09/2024) lalu,” kata Fitalis di halaman PN Ruteng.
Akibat penganiayaan tersebut, pelajar yang masih duduk di kelas tiga SMA itu mengalami lebam di mata dan di perutnya.
Selain mengalami lebam di mata dan di perut, YRJ juga sempat pingsan akibat penganiayaan brutal yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut.
Fitalis berkata, saat tiba di Polres Manggarai Timur, YRJ kembali dianiaya. Saat itu, lampu ruangan sengaja dimatikan agar tidak terekam CCTV.
Kendati demikian, Fitalis menegaskan jika penangkapan terhadap YRJ dinilai tidak sesuai prosedur. Pasalnya surat perintah penangkapan diterbitkan pada Sabtu, 14 September 2024.
“Faktanya. Polisi AS tangkap YRJ pada hari Rabu, 11 September di Kaca Sita. YRJ dipukul dalam mobil sepanjang perjalanan ke Borong. Kejadian itu disaksikan oleh istri AS dan 3 anggotanya. Sampai di jembatan Wae Laku, AS pukul YRJ hingga pingsan. Kemudian AS pukul lagi YRJ di dalam tahanan Polres Manggarai Timur bagian timur dan saat itu lampu dimatikan agar tidak terekam CCTV,” bebernya.
Selain itu, pihak keluarga mengalami kesulitan informasi terkait penangkapan dan penahanan YRJ. Namun, setelah tiga hari kemudian, orang tua YRJ baru mengetahui bahwa anaknya ditangkap polisi.
“Setelah tiga hari kemudian, tepatnya pada Jumat, 13 September, orangtua YRJ mengantar beras ke kos. Dan saat itu baru diketahui bahwa YRJ ditangkap polisi,” kisah Fitalis.
Selama satu minggu setelah penangkapan, keluarga YRJ tidak diizinkan untuk menjenguknya hingga akhirnya pada 17 September 2024, setelah ada desakan dari pihak keluarga, baru diperbolehkan menjenguk.
“Setelah keluarga bertemu, kondisi muka YRJ sudah dalam keadaan bengkak akibat luka lebam (macam ada darah yang kental) sehingga keluarga menaruh kecurigaan,” ungkapnya.
Kendati saat itu, YRJ pun akhirnya jujur terhadap pertanyaan keluarga yang ternyata YRJ dipukul oleh orang tua pacarnya yakni oknum polisi AS yang bertugas di wilayah hukum Polres Manggarai Timur itu.
Kejadian ini telah memicu reaksi keras dari pihak keluarga dan pengacara YRJ. Mereka telah melaporkan AS atas dugaan pelanggaran HAM berat dan pelanggaran etik kepolisian kebeberapa lembaga negara yang terkait.
“Setelah kami mengumpulkan bukti-bukti salahsatunya adalah visum, hasil ini membuktikan bahwa korban YRJ itu mengalami penderitaan penganiayaan,” tandasnya.
Keluarga Butuh Keadilan dari Aparat Penegak Hukum (APH)
Fitalis menyampaikan, sebagai tim hukum yang telah diberikan kuasa oleh keluarga YRJ, untuk mengawal proses baik dia sebagai pelaku persetubuhan maupun korban dari dari pelaku penganiayan AS.
Ia juga menyebutkan, pada awal sidang ia dan rekannya telah melakukan praperadilan ke Polres Manggarai Timur bersama Kasat Reskrim termasuk beberapa lembaga terkait yang bertentangan dengan hukum pidana.
“Kami telah mengadu ke Kompolnas, Kapolri, Ombudsman, dan Propam Polda NTT. Semua lembaga ini tanggapannya sangat positif. Jadi Maslah ini sudah masuk dalam tahap persidangan di PN Ruteng,” ungkapnya.
Sehingga hari ini kata Fitalis, AS mengahadapi sidang Esepsi dan besok-besok jikalau dinyatakan dia terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan YRJ, maka dia siap menjalani penuh terkait sanksi pidananya.
“Agenda hari ini adalah sidang Esepsi yakni kita mau menjawab dakwaan Jaksa pada sidang sebelumnya (30/01/2025, pembacaan dakwaan jaksa). Waktu itu saya mengajukan keberatan, karena Jaksa memberikan materi dakwaan itu kepada terdakwa itu pada saat menjelang persidangan sementara aturannya tidak demikian,” ujarnya.
Menurutnya, aturan yang sebenarnya jauh sebelum sidang di mulai, surat dakwaan itu sudah dikasih kepada terdakwa, keluarga, atau penasihat hukum.
“Jadi kita melihat bahwa dalam proses hukum ini ada upaya-upaya yang kurang faer baik di kepolisian maupun Kejaksaan sperti pemberian surat dakwaan tadi,” kesal Fitalis.
Lebih lanjut Fitalis menerangkan, bahwa memberikan surat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan berlaku dalam KUHP pasal 1 ayat 3 menegaskan bahwa pelimpahan dokumen perkara ke pengadilan itu harus disertai dengan pemberian kepada keluarga, tersangka dan PH.
“Sehingga kami berharap kedepannya bhwa Jaksa itu harus adil dan fear karna mereka selakupenegak hukum, harus tunjukkan pelayanan yang profesional, adil untuk masyarakat bahwa hukum milik semua tldan tidak boleh hanya berlaku untuk orang-orang tertentu,” tutupnya.**