Batalkan Proyek yang Sudah Dilelang, PMKRI Nilai Bupati Manggarai Gegabah

Ketua dan Sekretaris DPC PMKRI Ruteng / Foto: Yhono Hande

Ruteng, KN – DPC PMKRI Cabang Ruteng St. Agustinus menilai keputusan Bupati Manggarai, Hery Nabit yang membatalkan sejumlah anggaran proyek pembangunan dalam proses refocusing tahap 2 tidak tepat.

Bupati Manggarai dinilai gegabah, karena mengambil keputusan tanpa didahului dengan sebuah kajian akademis, demi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Manggarai.

Dalam siaran Pers yang diterima media ini Kamis 19 Agustus 2021, DPC PMKRI Ruteng menyampaikan keputusan Bupati Manggarai tidak boleh menimbulkan kerugian, maupun masalah baru bagi masyarakat.

“Kami menilai keputusan yang dikeluarkan Bupati Manggarai gegabah, karena sampai sekarang tidak ada kajian akademik yang ditunujukan oleh Bupati kepada publik. Hal ini sangat penting, agar setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati dapat dipahami oleh rakyat sehingga tidak dianggap sebagai opini liar yang menimbulkan kebingungan bagi masyarakat,” kata Ketua Presidium, Hendrikus Mandela.

Menurutnya, kajian adakemik sebagai landasan dari keputusan Bupati sangat penting, sebab harus diingat bahwa proyek-proyek yang sekarang dipotong dan dihilangkan tidak muncul begitu saja tetapi melalui proses politik yang panjang dan disepakati secara bersama oleh legislatif dan eksekutif lalu disahkan melalui prodak berupa perda ataupun sejenisnya.

“Sehingga kalau bicara soal skala prioritas, saya kira seluruh paket dengan jumlah 66 paket ini semuanya prioritas, apalagi 18 paket yang jelas-jelas sudah ditender tetapi kemudian dicoret oleh Pak Bupati. Ini semua sudah melalui sebuah proses, jadi tidak muncul secara kebetulan,” jelasnya.

PMKRI Cabang Ruteng juga menilai, refocussing anggaran tahap dua untuk percepatan penanganan COVID tidak urgen. Seharusnya Bupati menjabarkan penjelasan tentang realisasi anggaran COVID selama ini, sehingga publik mengetahui kondisi belanja APBD untuk penangan COVID tahun 2021, dari hasil penyerapannya pada masing-masing instansi, yakni Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Badan Penanggulangan Bencana Alam, dan Rumah Sakit.

Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada publik tentang kondisi kas APBD COVID tahun 2021, apakah surplus anggaran atau defisit anggaran, sehingga paling tidak publik memperoleh asumsi dasar, bahwa apakah refocussing tahap dua dengan cara memotong belanja Modal tahun anggaran 2021 layak atau tidak, urgen atau tidak.

“Sebab berdasarkan data yang kami peroleh bahwa alokasi dana APBD tahun anggaran 2021 untuk percepatan penanganan COVID di kabupaten Manggarai sebesar Rp45.142.413.293. Lalu yang terealisasi atau terserap sebesar Rp.1607.528.400 atau 3,56%. Itu artinya dana yang tersisa sebesar Rp43.534.884.893,” ujar Hendrikus Mandela.

BACA JUGA:  Ditegur Karena Mencuri, Pria di Kupang Nekat Habisi Nyawa Pemilik Kelapa

Dari angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa dana yang tersisa masih banyak, jika hanya untuk dimanfaatkan dalam kurun waktu empat bulan ke depan. Sehingga target Rp18 Miliar pada refocussing anggaran tahap 2 terlalu berlebihan.

“Kami menduga keputusan Bupati Manggarai bertendesi politik. Dasarnya adalah pertama, mengapa kebijakan refocussing oleh Bupati Manggarai menghilangkan 18 paket proyek yang notabene sudah selesai tender, sementara 48 paket proyek lainnya yang belum tender dan sedang proses tender dilakukan pemotongan dan ada beberapa juga yang dihilangkan,” terang Hendrikus.

18 paket proyek yang sudah ditender itu sudah melalui proses yang panjang. Artinya bahwa daerah ini sudah terkuras energinya, baik berupa waktu, tenaga, juga secara finansial. Masih banyak proyek-proyek lain yang tidak begitu penting jika dikaji lebih jauh. Sehingga patut dipertanyakan, apakah tidak ada opsi lain ketimbang menghilangan 18 paket proyek tersebut.

“Menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah 18 paket proyek tersebut sekejab hilang begitu saja? Semudah membalikan telapak tangan? Apakah 18 paket proyek yang dihilangkan itu tidak penting ketimbang 48 paket proyek yang sedang proses tender dan belum mulai tender? Apakah penghilangan 18 paket proyek itu terjadi secara kebetulan? Ataukah hal ini sudah direncanakan secara matang lalu refocussing dijadikan tameng?” tanya Hendrikus Mandala.

Ia menjelaskan, jika dibuat persentasi tentang alokasi anggaran belanja modal antara setiap kecamatan pada paket yang sedang proses tender dan belum mulai tender, nampak kesenjangannya jauh sekali. Contoh di kecamatan Rahong Utara alokasi anggaran belanja modal setelah dilakukan pemotongan itu hanya sebesar 2,33% (Rp300.000.000) dari total anggaran belanja modal sebesar Rp. 12.859.792.494, di kecamatan Wae Ri’i sebesar 9,41% (Rp1.210.000.000), di kecamatan Langke Rembong sebesar 12,87% (Rp1.654.585.469), di kecamatan Reok Barat dan Cibal sebesar 11,47% (Rp.1475.000.000), di kecamatan Sataramese Barat sebesar 10,18% (Rp.1308.807.025).

“Kami berharap agar tidak ada yang sedang disembunyikan dibalik ini semua. Jangan sampai COVID dan kesejahteraan masyarakat dijadikan alasan untuk membungkus niat-niat yang ada di dalam ruang gelap politik anggaran seorang Bupati. Kita berharap agar ini semua disampaikan secara jujur dan terbuka kepada publik, tunjukan kajian akademisnya, apa pertimbangannya? Sehingga tidak lagi dugaan bahwa ini bertendensius politik,” tutup Hendrikus. (*)