Ruteng, KN – DPC PMKRI Santu Agustinus Ruteng mendesak Bupati Kabupaten Manggarai, Herybertus G. Nabit untuk segera mencopot dr. Imaculata V. Jelulut selaku Direktur Umata (Dirut) RSUD Ben Mboi Ruteng dari jabatannya.
Sikap PMKRI Ruteng, menyusul polemik besaran dana insentif COVID-19 bagi puluhan Tenaga Kesehatan (Nakes) periode Januari-April 2021, yang hingga kini terus menjadi polemik dan sorotan masyarakat Kabupaten Manggarai.
Informasi yang dihimpun media, puluhan Nakes yang bekerja di RSUD Ben Mboi Ruteng telah melayangkan surat keberatan kepada Bupati Kabupaten Manggarai, Herybertus G. Nabit terkait besaran dana insentif COVID-19.
Surat yang disampaikan Nakes belum ada sosialisasi terkait perubahan regulasi. Penentuan nominal insentif pun tidak melibatkan tim verifikator, dan besaran insentif yang diterima Nakes tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK).
Ketua Persidum PMKRI Ruteng, Hendrikus Mandela, menegaskan, peristiwa itu merupakan bukti ketidak mampuan Direktur Utama (Dirut) RSUD Ben Mboi Ruteng, dr. Imaculata V. Jelulut, dalam mengelolah manajemen, serta mengatasi persoalan atau dinamika yang terjadi pada internal Rumah Sakit.
Dia menegaskan, RSUD Ben Mboi Ruteng, pernah menjadi sorotan publik, usai menggabungkan pasien umum dan pasien terkonfirmasi positif COVID-19 dalam satu ruangan tanpa sekat pemisah di ruangan IGD, hingga menjadi sorotan dan isu hangat bagi masyarakat Manggarai.
“Beberapa persoalan dan polemik yang beredar sekarang, tentu dianggap karena lemahnya manajemen RSUD Ben Mboi Ruteng. Beruntung anggota DPRD menemukan persoalan itu, sehingga disuarakan ke publik untuk dilakukan pembenahan,” ujar Mandela, Sabtu 4 September 2021 malam.
Atas dasar itu, Hendrikus Mandela dengan tegas meminta Bupati Hery Nabit segera mencopot Direktur Utama (Dirut) RSUD Ben Boi Ruteng, demi pembenahan manajemen rumah sakit yang lebih baik kedepan.
Menurutnya, pemberian insentif COVID-19 bagi para Nakes, harusnya mengacu pada payung hukum yang berlaku, serta merujuk pada surat Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) dengan nomor KMK No. HK.01.07/MENKES/4239/2021.
“Petunjuk teknis KMK sudah jelas mengatur tentang pemberian insentif Nakes. Tetapi Direktur mengabaikan hal tersebut,” tegas Hendrikus Mandela.
Selain itu, Mandela pertanyakan tupoksi keberadaan Dewan Pengawas Rumah Sakit dalam fungsi pengawasan rumah sakit dan persoalan manajemen rumah sakit.
Peristiwa di RSUD Ben Mboi Ruteng, kata dia, Dewan Pengawas harusnya mengambil peran penting, serta bertanggungjawab penuh. Namun yang terjadi, Dewan Pengawas seolah tidak menjalankan fungsinya secara baik.
“Sayangnya, polemik RSUD Ben Mobi Ruteng, nampak sekali Dewan Pengawas tidak memiliki taring. Padahal dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit tertuang jelas tugas Dewas RS,” tandasnya. (*)