GMIT Jadi Pelopor Gereja Ramah Disabilitas, Wali Kota Kupang Beri Apresiasi

Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, hadir dalam acara Workshop Gereja Ramah Disabilitas bagi 57 Klasis se-GMIT yang berlangsung di Hotel Kristal Kupang, Sabtu (11/10). (Foto: Eman/Prokompim)

Kupang, KN – Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, menyampaikan apresiasi dan rasa bangga atas terselenggaranya Workshop Gereja Ramah Disabilitas bagi 57 Klasis se-GMIT yang berlangsung di Hotel Kristal Kupang, Sabtu (11/10/2025).

Hadir pada kegiatan tersebut Bupati Kupang, Yosef Lede, Anggota DPRD Provinsi NTT, Winston Neil Rondo, Staf Ahli Gubernur NTT Bidang Kesejahteraan Rakyat, Ady Endezon Mandala, M.Si, Ketua Sinode GMIT, Pdt. Samuel Benyamin Pandie, S.Th., Kepala Dinas Sosial Kota Kupang, Yohanes D.B.B.K. Assan, S.Kom., Ketua Panitia Workshop Gereja Ramah Disabilitas, Wildrian Ronald Otta, S.STP., M.M., komunitas disabilitas, serta para peserta dari 57 klasis GMIT.

Dalam sambutannya, Wali Kota menegaskan komitmen Pemerintah Kota Kupang untuk mewujudkan kota yang inklusif dan ramah bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas. Ia menyebut langkah GMIT tersebut sebagai pilot project yang bahkan mungkin menjadi yang pertama di Indonesia, bahkan di dunia, dalam mendorong gereja menjadi rumah bagi semua orang tanpa kecuali.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada GMIT yang sudah menjadi pelopor dan inisiator gerakan ini. Ini bukan hanya kegiatan biasa, tapi gerakan luar biasa yang terstruktur, sistematis, dan masif agar gereja menjadi inklusif,” ungkap Wali Kota mengawali sambutannya.

Lebih lanjut, Wali Kota menegaskan bahwa visi GMIT sejalan dengan visi Pemerintah Kota Kupang, yakni menjadikan Kupang sebagai Kota Inklusif, Rumah Bersama. Ia menyampaikan bahwa dukungan pemerintah terhadap kegiatan ramah disabilitas bukan sekadar simbolik, tetapi diwujudkan dalam bentuk nyata.

“Hari ini kami bantu kegiatan ini sebesar Rp25 juta, selain itu kami juga telah menyerahkan bantuan kursi roda, alat bantu dengar, dan kruk kepada teman-teman disabilitas. Tapi saya tidak ingin berhenti di alat bantu saja, saya ingin kita beri pelatihan agar mereka bisa berdaya dan mandiri,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Wali Kota juga menyinggung berbagai langkah nyata Pemkot Kupang dalam mengintegrasikan kebijakan ramah disabilitas. Salah satunya adalah penetapan Kelurahan Naikoten 1 sebagai Kelurahan Disabilitas, yang dilengkapi ram untuk akses kursi roda dan layanan customer service khusus bagi warga disabilitas. Ia juga mengungkapkan, pemerintah telah menyiapkan dua peraturan baru terkait pemenuhan hak dan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas, serta rencana pembangunan pusat layanan inklusi di lingkungan GMIT Paulus tahun depan sebagai bentuk kolaborasi antara pemerintah dan gereja.

Menutup sambutannya, dr. Christian mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus berkolaborasi dalam semangat kebersamaan dan harapan. Ia mengutip pesan dari tokoh disabilitas dunia, Helen Keller, yang mengatakan bahwa hal paling indah di dunia tidak selalu dapat dilihat atau didengar, tetapi dapat dirasakan dengan hati. “Karena itu, marilah kita terus bergerak bersama, dengan hati yang penuh harapan untuk mewujudkan Kota Kupang yang benar-benar ramah dan inklusif bagi semua,” tutupnya.

BACA JUGA:  Tanggapi Aksi Demo LSM LPPDM 'Air Macet tapi Bayar Normal', Manajemen Perusahaan Beri Penjelasan

Sementara itu, Ketua Sinode GMIT, Pdt. Samuel Benyamin Pandie, S.Th., dalam sambutannya mengajak seluruh peserta dan jemaat untuk memandang isu disabilitas dengan cara pandang Kristus. “Kita mesti bersyukur karena melalui isu disabilitas, kita diajak untuk melihat dengan mata Kristus, melihat dengan kasih dan empati. Dalam setiap keterbatasan, sesungguhnya ada karya Kristus yang sedang dinyatakan,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa GMIT bersyukur menjadi sinode pertama di Indonesia yang menggerakkan pelayanan disabilitas secara terstruktur hingga ke tingkat klasis. “PGI memang sudah mendorong gereja-gereja agar serius memperhatikan penyandang disabilitas, tetapi GMIT menjadi yang pertama mewujudkannya secara nyata. Ini bukti bahwa gereja sungguh hadir bagi semua, tanpa kecuali,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ketua Sinode menekankan bahwa perubahan menuju gereja inklusif harus dimulai dari perubahan cara pandang dan keberpihakan nyata. “Ruang inklusi harus diikuti keberpihakan anggaran. Gereja mesti memberi tempat dan dukungan bagi saudara-saudara disabilitas karena mereka diciptakan dengan keindahan dan martabat yang sama di hadapan Tuhan. Dari sinilah gereja belajar melihat seluruh keberadaan manusia sebagai karya indah Allah,” tutupnya.

Dalam kesempatan yang sama, Bupati Kupang, Yosef Lede, S.H., menyampaikan apresiasi kepada GMIT dan Pemerintah Kota Kupang atas inisiatif menghadirkan kegiatan yang meneguhkan nilai kesetaraan bagi penyandang disabilitas. Ia mengatakan bahwa tugas setiap pihak, baik gereja maupun pemerintah, adalah menjadi penolong bagi sesama dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing. “Tugas kita yang sempurna adalah menjadi penolong bagi yang tidak sempurna. Semua punya bagian dan tanggung jawab sesuai perannya agar keadilan dan kesetaraan itu benar-benar dirasakan,” ujarnya.

Bupati menegaskan, pemerintah memiliki peran untuk memastikan hasil-hasil pembahasan dan komitmen dalam kegiatan seperti ini berjalan bersama-sama. “Pemerintah bertugas untuk mengintervensi agar semua yang dibicarakan tidak berhenti di ruangan ini, tetapi diwujudkan melalui program dan kebijakan yang berpihak. Kepala daerah harus punya visi yang sama tentang bagaimana membangun masyarakat yang setara dan inklusif,” tegasnya. (chris/prokompim)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS