One Health Bukan Sekadar Jargon, tapi Komitmen Bersama Lintas Sektor

Undana Gelar Konferensi Internasional ICAHMedScience 2025. (Foto: Agung/Koranntt.com)

Laporan Reporter Agung Laba Lawa

Kupang, KN – Konsep One Health atau Satu Kesehatan ditekankan bukan sekadar slogan ilmiah, tetapi merupakan komitmen nyata yang membutuhkan kerja sama lintas sektor: pemerintah, akademisi, tenaga kesehatan, peternak, dan masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh apt. Theresia Maria Wonga, S.Farm.,MHlthEcPol dalam Konferensi Internasional Ke-4 tentang Ilmu Kedokteran Hewan dan Manusia (ICAHMedScience) 2025 yang digelar di Kupang, Selasa (26/8/2025).

“One Health bukan jargon, tapi komitmen bersama antara pemerintah, akademisi, tenaga kesehatan, peternak dan masyarakat,” tegas Theresia dalam sesi presentasinya yang berlangsung pukul 11.50 WITA.

Sebagai pengawas internal di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang, Theresia memaparkan berbagai aksi nyata yang telah dilakukan secara lokal untuk mengendalikan ancaman resistensi antimikroba (AMR). Salah satu inisiatif strategis yang disorot adalah pembentukan komunitas Mangarti Antimikroba (Makroba) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Melalui komunitas ini, program edukasi, sosialisasi, advokasi, serta koneksi lintas pemangku kepentingan terkait isu resistensi antimikroba dapat berjalan secara lebih terstruktur dan berkelanjutan,” ujarnya.

Theresia juga menampilkan materi visual kampanye pengendalian AMR serta menyampaikan pentingnya rencana aksi yang konkret dan kolaboratif untuk mengatasi permasalahan tersebut di tingkat lokal hingga global.

Forum ICAHMedScience 2025 ini mempertemukan akademisi, peneliti, praktisi, dan pengambil kebijakan dari dalam dan luar negeri.

BACA JUGA:  Bupati David Juandi Panen Aneka Hortikultura Milik Sejumlah Poktan Mitra Bank NTT di TTU

Topik utama yang diangkat berkisar pada tantangan global seperti zoonosis, resistensi antimikroba, inovasi farmasi, hingga integrasi kesehatan manusia dan hewan melalui pendekatan One Health.

Dalam sesi lainnya, dr. Florindo Cardosa Gomes, M.Biomed (AAM), M.A.R.S., M.H.Kes. dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Timorese Catholic University, juga memaparkan strategi Timor Leste dalam menghadapi ancaman wabah rabies.

“Sumber penularan rabies pada manusia berasal dari air liur anjing atau kucing. Virus ini bisa ada dalam air liur hewan selama tiga sampai empat hari sebelum gejala klinis muncul, dan tetap menular sepanjang perjalanan penyakit hingga kematian hewan tersebut,” jelas Florindo.

Ia menekankan bahwa peningkatan kesadaran, pendidikan, dan keterlibatan masyarakat adalah kunci. Pada April 2024, Kementerian Kesehatan Timor Leste telah mulai mendistribusikan materi edukatif dalam bahasa lokal yang disusun bersama WHO. Informasi tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan dasar.

Florindo juga menyoroti kegiatan peringatan Hari Rabies Sedunia pada 28 September 2024. “Kami menggelar lokakarya, edukasi komunitas, serta komunikasi risiko kepada masyarakat, pemilik hewan peliharaan, dan anak-anak sekolah sebagai langkah preventif,” pungkasnya.

Konferensi ini diharapkan mampu memperkuat kolaborasi ilmiah internasional dan mendukung kebijakan kesehatan yang lebih terintegrasi demi menjawab tantangan kesehatan global masa kini dan mendatang. (*)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS