Prof. Zudan Dorong KORPRI Gelar Kegiatan untuk Menaungi 3 Level Peradaban Birokrasi

Ketum Korpri Prof. Zudan. (Foto: Istimewa)

Jakarta, KN – Ketua Umum DP KORPRI Nasional, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH., kembali menjadi Keynote Speech dalam webinar ke-15 yang digelar oleh DP KORPRI Nasional pada Selasa 30 Mei 2023. Tema webinar kali ini adalah “Metode Kerja yang Milenial, Kolaboratif, Kreatif & Inovatif”.

Selain menghadirkan Ketua Umum DP KORPRI Nasional, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH, sebagai Keynote Speech, webinar kali ini juga menghadirkan Analis Kebijakan Ahli Utama pada Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora RI, Drs. Imam Gunawan, MAP., serta Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Dukcapil Kemendagri, Erikson P. Manihuruk, S.Kom, M.Si, selaku narasumber.

Mengawali paparannya, Prof. Zudan menjelaskan pengelompokan tiga generasi ASN. Pertama, generasi X, lahir sekitar 1965 s.d 1976, usia 45 s.d 60 tahun, sering disebut generasi kolonial, cara berpikirnya terkadang kolot, kadang merasa paling benar, tidak bisa dibantah.

Kedua, generasi Y, generasi milenial, lahir tahun 1977 s.d 1994, umur 30 – 45 tahun, sudah merasakan digital, tapi sebenarnya transisi dari analog ke digital. Ketiga, generasi Z, kelahiran 1995 s.d 2010, tradisi digitalnya sangat kuat, sudah kenal komputer sejak dini, kerja semakin cepat.

“Ada perbedaan mendasar dalam cara kerja dari 3 generasi, anak-anak yang lebih muda, cara kerjanya jauh lebih cepat dan lebih digital. KORPRI memiliki kegiatan yang bisa menaungi tiga level peradaban birokrasi ini, di olahraga disediakan semua baik untuk generasi X, Y dan Z. Begitupula di MTQ, mulai dari menulis khath manual sampai digital termasuk untuk qira’at dan hafalan semua generasi bisa ikut. Kunci dari semuanya adalah kebersamaan, komunikasi dan saling berkoordinasi,” ujar Zudan.

Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Utama pada Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora RI, Drs. Imam Gunawan, MAP., memaparkan tentang enam dimensi kepemudaan, yaitu, dimensi filosofis, demografis, potensi, problematika, dan dimensi peran serta lingkungan strategis.

Untuk itu, menurut Imam, perlu diciptakan kolaborasi dan pengembangan ekosistem kerja yaitu dengan sosialisasi dan penyamaan persepsi, pembentukan atau penyepakatan kelembagaan kolaboratif, penyusunan rencana aksi atau roadmap dan penyelenggaraan rencana aksi serta monitoring dan evaluasi.

BACA JUGA:  Siang Ini, Jenazah Pratu Wilson Here Tiba di Kupang

“Di samping kolaborasi, juga perlu inovasi berupa perubahan yang baru berupa ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang sifatnya spesifik, disengaja melalui program yang terencana dan dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Inovasi Kerja meliputi digitalisasi layanan yang berorientasi kepada regulasi yang memudahkan; partisipasi stakeholder yang inklusif, dan program insentif,” jelas Imam.

Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Dukcapil Kemendagri, Erikson P. Manihuruk, S.Kom, M.Si., selaku narasumber kedua mengatakan, kalau berbicara inovasi tata kelola pemerintahan yang baik, maka semua anggota KORPRI akan menjadi wadah kolaborasi yang baik tentang bagaimana memberikan pelayanan secara baik kepada masyarakat.

“Data kependudukan menunjukkan, dari 4,3 juta jumlah ASN baru 3,1 juta yang melaporkan dirinya sebagai ASN. Berarti ada 1,2 juta ASN yang tidak mengakui perkerjaannya sebagai ASN. Untuk itu, selayaknya ASN mulai menertibkan data kependudukannya, bagi yang belum mendaftarkan diri sebagai ASN agar merubah pekerjaannya menjadi ASN,” Papar Erikson.

Erikson melanjutkan, berbicara bagaimana pelayanan administrasi kependudukan atau good governance yang menjadi salah satu misi KORPRI dalam rangka mewujudkan prinsip pemerintahan yang baik, transparasi, akuntabilitas, kesetaraan dan kewajaran, dan responsibiltas serta independensi.

Dukcapil, kata Erikson, sudah mencoba beberapa hal melakukan inovasi pelayanan dengan berkolaborasi dengan berbagai lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah, dengan pola melakukan inovasi yang kreatif bukan saja untuk pelayanan dukcapil, tapi bagaimana data kependudukan bisa dimanfaatkan oleh seluruh lembaga.

“Tidak ada lagi pelayanan yang harus mengetik nama, NIK dan sebagainya mulai dari nol, kalau berkolaborasi dengan baik tinggal melakukan akses data,” imbuh Erikson.

Selanjutnya, tambah Erikson, bagaimana implementasi, monitoring dan keberlanjutannya.

“Salah satu kelemahan kita, kadang-kadang kita melakukan inovasi, ganti orang ganti inovasi, inovasi banyak tapi tidak terhubung dengan yang lainnya, sehingga pelayanan publik terasa sangat sulit,” tandas Ketua Departemen Pelayanan Publik Digital DPKN ini.

Acara ini diikuti oleh 1.000 partisipan lewat zoom dan 3.700 viewer lewat chanel youtube. (*/KN)