Hukrim  

Marthen Tegaskan Perkara Tanah Warisan Konay Nebis In Idem, Jangan Bohongi Publik

Tanah warisan Konay sudah berkekuatan hukum yang tetap.

Salah satu ahli waris Keluarga Konay, Jhony Army Konay didampingi Kuasa Hukum Fransisco Bessi dan Marthen Konay, sedang menunjukan putusan Mahkamah Agung Tahun 1993 tentang sengketa tanah Danau Ina dan Pagar Panjang / Foto: Ama Beding

Kupang, KN – Marthen Konay sebagai ahli waris tanah Pagar Panjang dan Danau Ina di Kota Kupang menegaskan perkara tanah Konay sudah nebis in idem.

Artinya, tanah Konay sudah diperkarakan oleh banyak pihak dan sudah berkekuatan hukum tetap, serta tidak dapat diperiksa untuk kedua kalinya.

Hal ini ditegaskan oleh Marthen Konay, Senin 29 Agustus 222 menanggapi laporan Gerson Konay terhadap dirinya, dan kuasa hukumnya Fransisco Bernando Bessi di Polda NTT belum lama ini.

Marthen Konay menjelaskan, keberatan dari Salim Mansyur Sitta, Yuliana Lily-Konay, Markus Konay, Gerson Konay dan Yonas Konay melalui penasihat hukumnya, Alfons Loemau adalah sah-sah saja.

Tapi secara hukum, kelima ahli waris iniĀ  tidak memiliki hak karena sudah pernah kalah perkara perebutan warisan Keluarga Konay.

Hal ini tertuang dalam putusan nomor: 20/PDT.G/2015/PN Kupang tertanggal 4 Agustus 2015 antara Yuliana Lily-Konay, Markus Konay, Salim Mansur Sitta, Molisna Sitta, Ibrahim Mansur Sitta, Gerson Konay dan Henny Konay selaku penggugat melawan Ir. Dominggus Konay selaku tergugat.

“Amar putusannya majelis hakim ada dua putusan yaitu pertama dalam eksepsi menyatakan eksepsi tergugat tidak dapat diterima. Dan kedua dalam pokok perkara menyatakan menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,” kata Tenny Konay membaca isi putusan nomor: 20/PDT.G/2015/PN Kupang tertanggal 4 Agustus 2015, seperti dilansir media ini dari dari Katantt.com.

Putusan ini jelas Tenny Konay, dikuatkan dengan putusan nomor: 160/PDT/2015/PT Kpg tertanggal 11 Desember 2015 yang amar putusannya menyatakan menguatkan putusan PN Kupang nomor: 20/PDT.G/2015/PN Kupang tertanggal 4 Agustus 2015.

“Kalau Alfons Loemau bilang putusan ini NO, terus kenapa mereka ajukan banding? Kalau mereka bilang putusan ini NO (Niet Onvankeluke Verklaard), seharusnya tidak perlu ajukan banding. Ini mereka malah ajukan banding dan putusan Pengadilan Tinggi Kupang malah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kupang,” tegasnya.

Kedua keputusan hukum tingkat Pengadilan Negeri Kupang dan Pengadilan Tinggi Kupang ini dikuatkan lagi dengan surat keterangan inkrah nomor: W26.U1/3763/HT.04.10/X/2016 yang ditandatangani Panitera PN Kupang Sulaiman Musu, SH, tertanggal 6 Oktober 2016.

Putusan hukum lainnya sebut Tenny Konay adalah putusan nomor: 157/Pdt.G/2015/PN Kpg tertanggal 19 Mei 2016 antara Robinson Konay, Johanes Konay, Robert Jemy Konay, Elisa Konay melawan Ir. Dominggus Konay, Yuliana Lily Konay dan Markus Konay.

BACA JUGA:  Kejati NTT Mulai Gilir Tersangka Dugaan Korupsi Tanah di Labuan Bajo

Majelis hakim jelas Tenny Konay lagi, dalam amar putusannya menyatakan dalam eksepsi mengabulkan eksepsi tergugat untuk seluruhnya. Sedangkan dalam pokok perkara majelis hakim menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima serta menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara.

Salah satu pertimbangan majelis hakim dalam putusan ini kata Tenny Konay adalah pada waktu yang sama obyek tersebut sementara digugat oleh Bupati Kupang Ayub Titu Eki sehingga demi menghindari dualisme putusan.

Putusan ini pun sambung Tenny Konay dikuatkan lagi dengan surat keterangan inkrah nomor: W26.U1/3499/HT.04.10/X/2016 yang ditandatangani Panitera PN Kupang Sulaiman Musu, SH, tertanggal 19 SeptemberĀ  2016.

Tenny Konay menjelaskan bahwa dalam perkara melawan Bupati Kupang Ayub Titu Eki ini, Yuliana Lily Konay, Gerson Konay dan Markus Konay selaku klien dari Alfons Loemau termasuk sebagai para pihak yang ikut digugat.

Sayangnya, Yuliana Lily, Gerson Konay dan Markus Konay yang saat ini menuntut haknya tidak pernah menghadap ke pengadilan meski sudah dipanggil secara sah dan patut sebanyak dua kali tanpa alasan yang sah berdasarkan hukum.

Tenny Konay menegaskan bahwa untuk menjadi ahli waris maka bukan saja menguasai obyek atau warisan tetapi harus memenuhi segala kewajiban sebagai ahli waris.

“Contohnya, apabila ada gugatan dari pihak lain atas warisan maka kewajiban ahli waris untuk menghadapi gugatan tersebut di pengadilan setempat. Atau diwakilkan kepada kuasa hukum sesuai kewajiban sebagai ahli waris,” tegasnya.

Tenny Konay menilai pernyataan Alfons Leomau mewakili kliennya bahwa belum ada keputusan hukum yang inkrah atas pembagian warisan Keluarga Konay merupakan sebuah penghinaan terhadap lembaga peradilan.

Sebagai seorang yang paham hukum jelas Tenny Konay, Alfons Loemau bisa bersurat secara resmi ke Pengadilan Negeri Kupang menanyakan kepastian hukum outusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Bukan sebaliknya, bertindak sebagai `hakim` yang menafsirkan putusan hukum (lembaga peradilan) sesuai kepentingan yang menguntungkan kliennya.

“Pernyataan Alfons Loemau mewakili kliennya atas putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap sudah merupakan sebuah penghinaan terhadap lembaga peradilan yang terhormat,” sergah Tenny Konay.

Ia meminta semua pihak untuk tidak memberikan pembodohan hukum dan pembohongan publik, pasalnya perkara tanah warisan Konay ini sudah selesai. (*/Katantt.com)