Kupang, KN – Kepolisian Daerah (Polda) NTT menolak laporan organisasi kelompok Cipayung Kota Kupang atas dugaan pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes) yang dilakukan Gubernur NTT dan sejumlah kepala daerah lainnya di Pulau Semau, Jumat 27 Agustus 2021 lalu.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kupang, Ibnu Tokan, mengatakan, kesepakatan awal bersama Kabid Humas Polda NTT, Rishian Krisna B. SH. SIK. MH, bahwa laporan diterima dan akan di pelajari dengan di terbitkan juga surat tanda terima dokumen.
Namun, usai Kabid Humas Polda NTT meninggalkan ruang rapat, kesepakatan bersama Kabid Humas kemudian anulir oleh salah satu anggota kepolisian yang sedang bertugas (Piket, red).
“Ada bawahan yang berargumentasi lain untuk mengembalikan berkas kami dan arahkan ke Satgas COVID-19 NTT, tanpa ada tanda terimah laporan apapun dari pihak kepolisan untuk kami,” ujar Ibnu Tokan, Selasa 31 Agustus 2021.
Menurut Ibnu, Polda NTT harusnya menerima laporan Cipayung Kota Kupang, karena kasus yang dilaporkan masuk dalam unsur pidana. Bukan kemudian mengarahkan kami untuk lapor ke pihak Satgas COVID-19.
“Kita di arahkan untuk tidak buat laporan ke Polda tapi ke Satgas. Padahal yang kita lapor itu kasus pidana,” ujarnya.
Dia bahkan menilai Kepilisian Daerah (Polda) NTT gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum, karena dengan tahu dan mau membiarkan para pejabat daerah melanggar Ptotokol Kesehatan.
“Kita minta KAPOLRI untuk mencopot Kapokda NTT dari jabatannya, karena telah gagal menjalankan equality before the law,” tegas Ibnu.
Dengan demikian, Ibnu menegaskan, Cipayung Kota Kupang dalam waktu dekat akan kembali mendatangi Polda NTT untuk menggelar aksi demonstrasi dengan mobilisasi massa, untuk menuntu kejelasan terkait penanganan dugaan pelanggaran Prokes oleh sejumlah pejabat di NTT.
“Polda NTT telah menunjukkan sikap anti demokrasi karena telah menolak laporan dari masyarakat. Dalam UU sudah jelas mengatakan, Kepolisian wajib menerima laporan dan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku,” tandasnya.
Sebelumnya, organisasi kepemudaan yang tergabung dalam cipayung Kota Kupang meminta gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk melakukan klarifikasi dan permintaan maaf kepada publik NTT atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) di pantai Otan Kecamatan Semau Kabupaten Kupang pada 27 Agustus 2021 lalu.
Dalam keterangan persnya, Selasa 31 Agustus 2021 di Graha Insan Cita Flobamora, aliansi ini meminta agar penerapan hukum dilakukan tanpa pandang bulu. Apalagi, dalam fakta yang diperoleh pihaknya terlihat ada pelanggaran prokes.
Ketua PMII cabang Kupang, Ikwan Syahar yang membacakan pernyataan sikap aliansi menyebutkan, Provinsi Nusa Tenggara Timur masih termasuk daerah kategori PPKM Level III dan IV.
Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang masuk dalam wilayah kategori level III sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2021 Tentang Pemberlakukan Pembatasan kegiatan Masyarakat level III, level II, I, serta mengoptimalkan posko penanganan COVID-19 di tingkat Desa dan Kelurahan untuk pengendalian Penyebaran COVID.
Dikatakan, Kegiatan pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) NTT berlangsung disaat Kebijakan PPKM diperpanjang, dan dilakukan Gubernur sesuai Instruksi Gubernur NTT tentang perpanjangan PPKM hingga tanggal 6 September 2021.
Dilihat dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mewajibkan setiap kepala daerah untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan juga terdapat sanksi dalam pasal 67 sampai dengan 68.
“Pejabat Publik atau Pejabat Daerah merupakan figure teladan yang selayaknya memberikan contoh yang baik dalam masyarakat,” jelasnya.
Atas Polemik yang meresahkan banyak orang, Cipayung Kota Kupang dengan ini menyatakan sikap :
1. Mendesak Pemerintah daerah untuk sesegra mungkin membatalkan pemberlakuan kebijakan PPKM sekaligus menghapus biaya RAPID TES di Provinsi NTT.
2. Mendesak Gubernur NTT sesegra mungkin meminta maaf kepada masyarakat NTT dan mengklarifikasi masalah yang terjadi di pulau Semau desa Otan Kabupaten Kupang dalam kurun waktu 2×24 jam.
3. Mendesak Kepolisian Daerah NTT untuk sesegra mungkin menindak lanjuti pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di Pulau semau sesuai dengan pasa; 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, pasal 216 KUHP ayat 1, pasal 14 UU Nomor 04 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan PERGUB NTT Nomor 26 Tahun 2020 tentang tata normal baru Provinsi NTT.
4. Apabila poin-poin tuntutan ini tidak ditindak lanjuti dalam kurun waktu 2×24 jam maka kami akan mengambil langkah-langkah selanjutnya.
Usai menggelar konfrensi pers, aliansi ini kemudian mendatangi mapolda NTT untuk mengadukan hal ini. Namun, hampir tiga jam berada di mapolda NTT, laporan tentang dugaan pelanggaran ini tidak diterima pihak kepolisian.
Untuk diketahui, Cipayung merupakan aliansi yang tergabung dalam organisasi GMKI, PMII, PMKRI, HMI dan GMNI. (*)