Ende, KN – Kristoforus Ledu, warga Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, menyampaikan permohonan maaf kepada petugas medis puskesmas, lantaran telah mengeluarkan pernyataan tidak menyenangkan kepada para petuga medis.
Peristiwa penghinaan itu terjadi di rumah duka Felix Gago, di wilayah Dusun tiga, Desa Kelitumbu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu 25 Juli 2021 lalu.
Selain mencaci maki petugas medis, saat itu Kristoforus juga mengancam akan membakar satu unit mobil milik petugas Puskesmas Mukusaki.
Setelah melakukan aksinya, Kristoforus pun menyampaikan permohonan maaf yang dibacakan langsung di hadapan petugas kepolisian, Selasa 27 Juli 2021 lalu.
Dia mengaku menyampaikan permohonan maaf, karena tidak mengetahui tata cara penanganan pasien yang meninggal dunia akibat terpapar COVID-19, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Saya berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut, baik kepada petugas Puskesmas Mukusaki maupun orang lain,” ungkap Kristoforus dalam rekaman video yang diperoleh media ini.
Kristoforus juga berharap kepada para petugas medis puskesmas, untuk tetap menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat seperti biasanya.
Sementara Kapolsek Wewaria, Ipda Dantje Dima, ketika dikonfirmasi media melalui sambungan telepon membenarkan kasus dan video permintaan maaf dari Kristoforus tersebut.
“Ya benar, setelah kita dapat informasi melalui gugus tugas, saya langsung memerintahkan anggota saya untuk cek ke lapangan, dan ternyata benar,” jelasnya.
Menurutnya, peristiwa bermula ketika seorang pasien yang terpapar COVID-19, hendak menjalani rapid test swab antigen. Saat hendak rapid test antigen, terjadi insiden dengan petugas medis, karena masyarakat di wilayah tersebut tidak yakin dengan adanya virus COVID-19.
“Hal itulah yang menjadi kendala di desa, karena masyarakat tidak mau swab. Mereka khawatir ketika swab dan hasilnya dinyatakan positif maka mereka harus isolasi mandiri dan meninggalkan pekerjaan pokok mereka sebagai petani,” ungkapnya.
“Itulah yang menjadi kendala buat kami tim yang tergabung dalam gugus tugas yang ada di Kecamatan untuk melakukan tindakan-tindakan demi pencegahan ataupun penaganannya,” sambung Ipda Dantje Dima.
Ia menambahkan, dari hasil investigasi, sebenarnya pelaku tidak ada hubungan keluarga dengan korban. Namun sebagai masyarakat, pelaku merasa kecewa dengan penanganan yang dilakukan gugus tugas. Pelaku berharap ke depannya, pihak gugus tugas lebih fokus dan merata dalam pengontrolan.
Sebagai bagian dari gugus tugas, Ipda Dantje Dima menyatakan kejadian tersebut merupakan hal yang wajar. Karena mungkin tekanan psikologis yang dialami masyarakat, dari situasi hari ini.
“Yang paling penting pelaku berharap bahwa pihak gugus tugas lebih pro aktif. Dan terkait persoalan itu, pihak korban sejauh ini menempuh jalur hukum,” tandasnya. (*)