Pakar Hukum UPG 1945 NTT Tawarkan Dua Solusi Atasi Dualisme PMI Kota Kupang

Dr. Semuel Haning. (Foto: Ama Beding)

Kupang, KN– Pakar Hukum Universitas Persatuan Guru (UPG) 1945 Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Semuel Haning, mengemukakan dua solusi strategis dalam menyelesaikan polemik dualisme kepemimpinan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Kupang.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam dialog Ngopi (Ngobrol Pintar) dengan tema “Berbenah Dualisme Kepemimpinan Palang Merah Indonesia Kota Kupang” yang digelar pada Sabtu (7/6/2025).

Menurut Dr. Semuel, penyelesaian masalah ini dapat ditempuh melalui jalur litigasi maupun non-litigasi.

Penyelesaian Non-Litigasi: Damai dan Negosiasi

“Solusi pertama adalah penyelesaian secara non-litigasi atau damai, yang mengedepankan pendekatan hukum tertinggi dengan melibatkan pemerintah sebagai pihak yang berwenang dan bijaksana untuk duduk bersama memediasi dan melakukan negosiasi demi mencari solusi terbaik,” jelas Dr. Semuel.

Penyelesaian Litigasi: Jalur Hukum dan Mediasi

Selain itu, menurutnya, penyelesaian juga dapat dilakukan lewat jalur litigasi atau proses hukum formal. “Solusi kedua adalah melalui jalur litigasi yang juga melibatkan mediasi dan negosiasi, terutama jika Pemerintah Kota Kupang tetap mempertahankan legalitas struktur yang ada saat ini,” tambahnya.

Dr. Semuel menegaskan prinsip asas praduga keabsahan dalam hukum administrasi negara, di mana setiap keputusan pemerintah dianggap sah dan berlaku sementara sampai ada keputusan lain yang membatalkannya.

BACA JUGA:  Tangkal Berita Hoax, Google News Initiative-AJI Gelar Pelatihan untuk Jurnalis

“Selama tidak ada pencabutan keputusan resmi dari Wali Kota Kupang atau putusan pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) yang membatalkan, maka status legal struktur PMI Kota Kupang tetap berlaku,” tegasnya.

Pengakuan Dualisme dan Implikasi Hukum

Dr. Semuel juga mengakui adanya dualisme kepemimpinan yang sah secara administratif, yaitu satu kepengurusan yang dibentuk oleh PMI Provinsi dan satu lagi yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Kupang. Ia menegaskan, pihak yang merasa dirugikan harus menempuh jalur hukum untuk memastikan dan menegakkan keputusan yang berlaku.

“Jika ada pihak yang merasa dirugikan atas keputusan pejabat publik atau negara, jalur yang harus ditempuh adalah jalur hukum agar keputusan tersebut dapat dilaksanakan dan pihak lain tidak boleh menggunakan atribut PMI Kota Kupang secara ilegal,” pungkasnya.

Dialog ini memberikan pencerahan penting mengenai upaya penyelesaian konflik kepemimpinan yang selama ini membelit PMI Kota Kupang, dengan harapan tercipta solusi yang adil dan berkelanjutan demi kelancaran pelayanan kemanusiaan. (*)