Umbu Melki Laka Lena di Payeti, Sumba Timur

Cagub NTT Melki Laka Lena dan istrinya bersama keluarga Payeti, Sumba Timur. (Foto: Istimewa)

Waingapu, KN – Uma Patunggul, Kampung Payeti Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur, pada Rabu (30/10/2024) malam tampak berbeda seperti biasanya.

Dengan balutan busana adat lelaki Sumba Timur, ia menggandeng belahan jiwanya yang juga mengenakan sarung adat Sumba Timur. Mereka diapit dua “wunang”, sebutan semacam juru bicara adat bagi orang Sumba. 

Ritual “injak telur” menjadi pembuka ketika ia memasuki perkampungan Payeti. Tarian dan sambutan khas lewat pekikan suara ibu-ibu Sumba menyambut kedatangannya. Dia bahkan dipanggil dengan sebutan Umbu Melki Laka Lena oleh Eduard Kondalahia yang akrab disapa Umbu Hia, perwakilan keluarga Payeti.

Umbu Hia didaulatkan untuk berceritra tentang hubungan pertalian darah Umbu Melki Laka Lena dengan keluarga Payeti. Malam itu, ia dimetraikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keluarag besar marga Payeti dan rumpun keluarga terkait lainnya.

Tokoh Sumba, Denny Untono menyebut, momentum adat yang diadakan oleh marga Payeti terhadap “kalembi wiki” (anak/saudara sendiri) Umbu Melki Laka Lena adalah sebuah peristiwa sakral. “Ditandai dengan penikaman babi sebagai pertanda memateraikan hubungan  atau pertalian darah yang mungkin selama ini terlupakan atau tidak intens berkomunikasi. Kemudian dibalas oleh Umbu Melki Laka Lena dengan memberi seekor kuda Jantan sebagai perlambang dari rasa syukur dan terimakasih telah diterima, diakui bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari marga Payeti dan marga-marga terkait sebagai “ana kawini” atau anak dari saudari Perempuan,” sebut Denny Untono, Jumat (1/11/2024).

Denny menambahkan, dalam bahasa adat Sumba Timur ada istilah “ambu ndanggang watu uma mu” yang artinya jangan jual batu rumah adatmu. “Makna tersirat dari istilah itu ialah jangan sesekali kita melupakan asal usul kita. Bagaimanapun keadaan kita, di situlah identitas kita, harga diri kita, dan kebanggaan kita,” ujarnya.

Dikatakan Denny Untono, jika dipatutkan dengan pencalonan Umbu Melki Laka Lena sebagai kandidat Gubernur NTT, maka sebagai orang Sumba, ada rasa bangga yang luar biasa. Pasalnya, sebagai keluarga ada rasa bangga, haru dan syukur tak terhingga kepada Tuhan karena seorang putra berdarah Sumba dipercaya sebagai kandidat dalam kontestasi Pilgub NTT.

“Sebagai orang beriman kita meyakini bahwa tak ada sesuatu yang kebetulan dimuka bumi ini. Semua terjadi atas kehendak Ilahi, termasuk bahwa Umbu Melki Laka Lena yang berdarah Sumba itu juga bagian dari rancangan Ilahi,” katanya.

Tentang istilah adat “ambu danggang watu uma mu” yang juga bermakna jangan menjual atau melupakan saudaramu dengan alasan apapun, maka sebagai orang Sumba patut mendukung, mendoakan serta memilih untuk memenangkan Umbu Melki Laka Lena pada Pilkada Gubernur 27 November mendatang.

BACA JUGA:  Milenial Penerima Program KIP Tegaskan NTT Masih Sangat Butuh Perhatian Pusat

“Tentunya Umbu Melki Laka Lena tidak serta merta atau tiba-tiba berada pada posisi calon Gubernur NTT. Sepak terjang dan rekam jejak beliau boleh diadu untuk dapat kita percayai sebagai nahkoda NTT 5 tahun kedepan,” katanya.

Melki Laka Lena menyebut, momentum pertemuan itu dipastikan ada pro dan kontra serta beragam tanggapan di publik.

“Maksud kita memang baik, tetapi tidak semua orang akan menangkap dengan baik. Semoga kita semua yang hadir ini, sama-sama tahu tentang niat tulus keluarag Payeti dan kami bahwa benar-benar silahturahmi antar kita bersaudara ini betul tersambung dengan kokoh,” katanya.

Melki Laka Lena bangga dan tersanjung karena keluarga Payeti sudah menerimanya dengan sangat baik, sebagai bagian dari keluarga Payeti yang ternyata kisahnya sangat mengharuhkan. “Ini momentum pertama buat saya, dan bisa menemukan kembali bagian hidup dari keluarga yang terputus,” katanya.

Dikatakanya, dalam politik, sering kali seorang politisi itu diangkat oleh berbagai kelompook keluarga dan suku, itu sering terjadi. Tetapi menemukan kembali akar darahnya itu tidak semua orang mendapatkan. “Saya bersyukur karena bukan diangkat sebagai anak, atau ditokohkan sebagai keluarga, tetapi ini memang menemukan kembali jalur darah yang selama ini terputus. Saya bisa kembai lagi ke tempat dimana moyang kami berasal,” sebutnya.

Melki Laka Lena berharap, semoga dengan acara malam ini, bukan hanya sekedar urusan politik yang sedang ramai, tetapi lebih dari itu, semua yang terjadi ini merupakan kehendak Tuhan dan retsu leluhur. “Semoga ini bermanfaat bagi Sumba Timur, Ende dan NTT yang kita bisa buat Bersama,” katanya.

Dia mengakui bahwa di tengah momentum politik saat ini,  pasti beragam tanggapan di publik akan bermunculan. Tetapi baginya, itu bukan terlalau penting.

“Yang paling penting adalah dari peristiwa ini, kami bisa kembali beretmu dengan keluaraga dan sepeti halnya, pesan keluarga yang muncul yaitu harta yang paling berharga adalah keluarga. Jabatan apapaun kita, yang pikul peti mati kita adalah keluarga. Yang paku peti mati kita juga dalah keluarga. Yang temani keluarga kita saat duka juga pastinya keluarga.

Teman dan kawan itu datang dan pergi,. Jabatan itu membuat orang akan dekat dengan dengan yang bersangkutan, tetapi yang menemi saat suka duka dan terpuruk itu yang pasti adalah kelurga. Dan saya menemukan hari ini keluarag saya dan itu jauh lebih penting dari pada urusaan politik atau apapaun,” jelas Melki Laka Lena. (*/tim)