Kupang, KN – Kuasa Hukum Pemegang Saham Bank NTT Apolos Djara Bonga, S.H menyatakan, siap memenangkan putusan akhir gugatan mantan Dirut Izhak Rihi.
“Saya optimis (menangkan sidang). Ini kan masalah perdata. Ini bukan perusahaan swasta murni, jangan sampai (hakim) diperiksa KPK,” ujar Apolos kepada wartawan belum lama ini.
Apolos menyebut, yang paling konyol adalah ketika hakim memutuskan pemegang saham bersalah, dan memerintahkan untuk membayar biaya kebimbangan dan keguncangan jiwa Izhak Rihi yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Hal ini berpotensi menjadi tindakan KKN yang berujung pidana, sehingga hakim diminta untuk bijak dan hati-hati dalam memutus perkara ini. “Jangan main-main. Ini kan mau menggembos uang dari Bank NTT dengan cara mengguggat,” ujarnya.
Sebab Izhak Rihi pun diberhentikan secara hormat, dan masih menerima gaji pensiunan Rp13 Juta per bulan.
Di samping itu, Izhak Rihi pun telah diberikan hak-haknya sebesar Rp2,6 Miliar. Uang itu juga sudah diterima Izhak Rihi, yang artinya ia mengakui SK dan pemberhentiannya sebagai Dirut Bank NTT.
“Namun setelah tidak lolos menjadi Direktur Kepatuhan, 2 tahun setelah itu dia mengguggat. Itu bagaimana? Dan dia terima gaji setiap bulan,” gugat Apolos.
Apolos menyatakan ketika Izhak Rihi menerima pensiuanannya dan mengurus hak-haknya sebesar Rp2,6 Miliar, artinya dia tunduk pada putusan RUPS.
“Saya optimis kita menang. Kecuali tidak diberikan pesangon. Dia (Izhak) menerima pesangon dan gaji pensiunan setiap bulan. Artinya dia menerima dan mengakui pemberhentiannya sebagai Dirut Bank NTT,” pungkas Apolos.
Izhak Rihi yang dikonfirmasi KORANNTT.COM pasca rapat dengar pendapat dengan DPRD NTT 6 Maret 2023 mengatakan, uang Rp2,6 Miliar ia terima yaitu merupakan haknya selama 11 bulan.
“Saya mendapatkan hak saya 11 bulan, tapi 3 tahun 1 bulan saya harus tuntut. Karena saya anggap pemberhentian saya cacat hukum, sehingga saya hitung 4 tahun jabatan,” jelasnya.
Untuk diketahui, sidang gugatan Izhak Rihi kepada pemegang saham Bank NTT akan dilanjutkan Rabu 14 Juni 2023 dengan agenda pembuktian. (*)