Oleh: Paul J. Andjelicus (Perencana Madya Spasial Dinas Parekraf Provinsi NTT- Anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi NTT)
Setelah pandemi Covid-19, terjadi perubahan trend berwisata dan salah satunya adalah wisatawan mencari lokasi wisata alam yang masih asri dan mencari pengalaman baru dalam berwisata. Sementara itu kunjungan wisatawan ke Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2022 mulai meningkat setelah sempat anjlok pada tahun 2020 dan 2021. Momentum ini yang perlu dijaga. Sebagai sebuah provinsi kepulauan, NTT mempunyai potensi dan kekuatan wisata yang besar karena memiliki 1382 daya tarik wisata dengan fokus wisata alam dan budaya (Disparekraf NTT,2022).
Konsep dan gagasan pembangunan pariwisata NTT adalah membangun “Ring of Beauty”, menciptakan rangkaian cincin keindahan daya tarik wisata alam dan budaya dari setiap pulau. Untuk menangkap peluang perubahan tren berwisata tersebut, pengembangan wisata alam dan budaya perlu terus ditingkatkan kualitasnya untuk dapat menarik minat kunjungan wisatawan, meningkatkan lama tinggal dan belanja wisatawan yang diharapkan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar. Salah satu upaya adalah dengan mengembangkan konsep geowisata dan geopark pada beberapa kawasan wisata alam yang ada.
Bentang alam yang ada seperti saat ini (lautan, daratan, gunung, bukit, lembah, sungai) merupakan hasil proses geologi yang terjadi sejak awal pembentukan bumi dan masih terus berlangsung sampai saat ini. Proses geologi tersebut meliputi proses akibat pengaruh tekanan dari dalam (endogen) maupun dari luar (eksogen). Proses endogen meliputi aktivitas tektonik, magnetis dan vulkanis. Sementara proses eksogen meliputi pelapukan, erosi dan sedimentasi.
Keindahan alam hasil proses geologi ini telah memberikan manfaat di seluruh aspek kehidupan seperti hasil tambang mineral dan gas bumi yang menjadi bahan energi serta material bangunan yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Kemudian berbagai bentukan lanskap alam hasil proses geologi tadi, dimanfaatkan menjadi daya tarik wisata alam sebagai tempat rekreasi yang ada di seluruh dunia.
Geowisata (geotourism) yang telah berkembang pada dekade 1990-an adalah jenis kegiatan pariwisata yang terkait dengan keragaman geologi (geodiversity) yang merupakan bentukan-bentukan tapak geologis, termasuk tapak-tapak geomorfologis (proses pembentukan geologi) dan fisiografi. Geowisata merupakan pengembangan kegiatan pariwisata minat khusus dengan basis pada obyek geologi.
Geowisata sebagai jenis wisata minat khusus dilakukan di Kawasan Geowisata dan Geopark. Kawasan Geowisata adalah suatu kawasan bentang alam yang memiliki keragaman geologi dan telah dikembangkan dalam 3 (tiga) aspek meliputi konservasi, pembangunan ekonomi dan pengembangan masyarakat dengan prinsip – prinsip antara lain meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif, melibatkan masyarakat setempat, memberikan kontribusi positif bagi konservasi warisan alam dan budaya serta memberikan pengalaman lebih menyenangkan bagi pengunjung/wisatawan dan sensitif terhadap budaya setempat.
Selanjutnya dengan adanya keragaman geologi, keragamanan hayati dan keragamaan budaya pada suatu Kawasan Geowisata dapat dikembangkan dan ditingkatkan menjadi Geopark atau Taman Bumi. Geopark adalah kawasan geografis yang memiliki situs warisan geologi (geosite) dengan bentang alam yang bernilai terkait aspek warisan geologi (geoheritage), keanekaragaman geologi (geodiversity), keanekaragaman hayati (biodiversity) dan keragaman budaya (cultural diversity).
Geopark merupakan model pengelolaan untuk kepentingan konservasi, edukasi dan pembangunan ekonomi masyarakat berkelanjutan dengan dukungan partisipasi masyarakat dan pemda. Tujuanya adalah untuk menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat sekaligus memuliakan warisan bumi untuk mensejahterakan masyarakat.
Secara umum kriteria sebuah lokasi untuk menjadi goewisata berpedoman pada kriteria geologi unik dalam PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN (pasal 60 ayat 1) dengan nilai keunikan mulai dari rendah, menengah dan tinggi. Kriteria pengembangan meliputi geokonservasi, skala kegiatan pariwisata, kedalaman informasi keragaman geologi dan kondisi lahan. Pengembangan geowisata dan geopark saat ini berpedoman pada Perpres Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengembangan Taman Bumi (Geopark) dan juga Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Penetapan Kawasan Geologi.
NTT memiliki obyek wisata alam yang sangat banyak dan beranekaragaman yang terjadi dari proses geologi yang telah berlangsung lama. Proses terbentuknya pulau – pulau di NTT dapat menjadi salah satu cerita menarik dan dapat menjadi pintu gerbang menyingkap rahasia dan misteri terciptanya obyek – obyek wisata alam menarik di NTT.
Menurut DR. Harry Kota (Ikatan Ahli Geologi NTT), pulau-pulau di NTT terbentuk dari 3 tatanan proses geologi yaitu rangkaian Pulau Flores (busur Banda) yang dibentuk oleh pegunungan vulkanik muda, Pulau Timor (termasuk Semau, Rote dan Sabu) terbentuk dari hasil migrasi pulau – pulau di Selatan ke Utara dan Pulau Sumba yang terbentuk dari mikrokontinen yang bergerak dari Utara ke Selatan melewati Flores. Deskripsi seperti ini sangat diperlukan dan dapat menjadi salah satu daya tarik minat wisatawan untuk berkunjung ke semua lokasi wisata alam yang ada.
Beberapa lokasi wisata alam di NTT berpotensi dan dapat dikembangkan menjadi lokasi geowisata dan geopark. Pulau Flores, ada Danau Tiga Warna Kelimutu di Ende, Danau Purba Sano Nggoang di Manggarai Barat, Taman 17 Pulau Riung di Ngada, Kawasan 3 Gunung Api di Lembata, Panas Bumi Geyser di Adagae, Alor. Khusus untuk Danau Tiga Warna Kelimutu bahkan telah memiliki 3 kriteria utama untuk menjadi Geopark yaitu geodiversity, biodiversity dan cultural diversity. Sejak tahun 2019 kawasan ini telah diusulkan untuk menjadi kawasan Geopark Kelimutu dan saat ini dalam proses sosialisasi untuk ditetapkan menjadi Geopark Nasional.
Pulau Timor dengan tatanan geologi sangat kompleks dan keragaman batuan yang diperkirakan berusia jutaan tahun seperti di Kawasan Fatuleu, Kawasan Fatumnasi dan Cagar Alam Gunung Mutis, Kawasan Mulut Seribu di Rote Ndao dan Kelaba Madja di Sabu Raijua. Kemudian ada fenomena alam berupa semburan lumpur gunung api Desa Napan di TTU. Untuk Sabu Raijua, pemerintah daerah setempat bekerja sama dengan ITB tahun 2022, untuk melakukan persiapan pengusulan Pulau Sabu sebagai Geopark mengikuti jejak Geopark Kelimutu. Sementara Kawasan Wisata Fatumnasi di TTS akan dilakukan penilaian keragaman geologi oleh ahli geologi terkait agar dapat diusulkan menjadi Geopark.
Sementara Pulau Sumba yang proses pembentukannya secara geologi sangat unik dan masih terjadi perbedaan pendapat diantara para ahli. Ada pendapat Pulau Sumba merupakan bagian dari Paparan Sunda yang terpisah dan pendapat lain mengatakan Pulau Sumba berasal dari Selatan sebagai tepian Benua Australia yang bergerak ke Utara (Hamilton,1979; Astjario,2006). Banyak rahasia alam Sumba tersimpan seperti di Bukit Wairinding, Taman Manupeu Tanah Daru, Padang Pasola Kawasan Desa Weetana Kabupaten Sumba Barat dan beberapa kawasan pantai eksotik lainnya.
Kunci dalam pengembangan Geowisata dan Geopark adalah keragaman elemen obyek geologi yang dimiliki suatu lokasi wisata alam seperti mineral, batuan, fosil, struktur/tektonik/proses geodinamika dan bentang alam. Semakin banyak dan bervariasi, akan semakin baik dan bersama dengan elemen keanekaragaman hayati dan budaya dapat dikembangkan menjadi Kawasan Geowisata dan selanjutnya menjadi Geopark. Identifikasi keragaman geologi di kawasan wisata alam di NTT merupakan langkah awal yang perlu dilakukan untuk memastikan kawasan wisata alam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai Kawasan Geowisata dan Geopark.
Biodata Singkat
Nama : Paulinus J. Andjelicus
Pekerjaan : ASN pada Dinas Parekraf Provinsi NTT
Pendidikan : Arsitektur Unwira Kupang – Urban Planning ITB Bandung
Alamat Rumah : Jl. Gerbang Media RT 08 RW 04 Kelapa Lima Kupang
Telepon/HP : HP 081339433446
Anggota Ikatan Arsitek Indonesia Daerah NTT
Nomor anggota 10798 072 2400