Ruteng, KN – Prodi Teologi Unika St. Paulus Ruteng menggelar kegiatan Literasi Ekologi dan Child Protection di Aula de Lelis, Pada Sabtu, 26 Februari 2022,
Kegiatan ini merupakan salah satu implementasi visi-misi Unika St. Paulus Ruteng dalam mewujudkan generasi cerdas dan kompetitif sesuai nilai-nilai Katolik dan Pancasila. Kegiatan ini tentunya di ikuti oleh para mahasiswa semester 2 dan 4.
Pater Oswaldus Bule, Ketua Prodi Pendidikan Teologi Unika St. Paulus, dalam sambutannya mengatakan bahwa komunitas pendidikan yang maju dan berdaulat adalah komunitas yang bertanggung jawab merawat alam sebagai rumah bersama dan gigih membela hak-hak dasar anak.
“Prodi yang unggul adalah prodi yang terdepan dan menjadi teladan dalam memperjuangkan kelestarian dan kesehatan lingkungan serta menghilangkan aneka bentuk kekerasan terhadap anak. Insan yang cerdas dan kompetitif, pendidikan iman Katolik yang kompeten dan adaptif adalah mereka yang memiliki literasi ekologi dan child protection,” ungkapnya.
Ia mengatakan, dalam visi dasar inilah kegiatan literasi ekologi dan child protection sangat penting dan bermanfaat bagi para mahasiswa.
“Saya mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati dan pengorbanan dari Romo Marten Jenarut dan Romo Beben Gaguk sebagai narasumber dalam kegiatan ini, secara khusus Komisi JPIC Keuskupan Ruteng yang telah memfasilitasi kegiatan literasi ini,” ucapnya.
Di akhir sambutannya, Pater Os melantunkan sebuah pantun yang berisi ajakan bagi semua peserta seminar agar aktif merawat alam sebagai anugerah Tuhan yang istimewa melalui sikap dan cara hidup yang baik.
Dalam sesi pertama dari seminar yang membahas tema Child Protection, Romo Marten Jenarut membeberkan secara gamblang beberapa fakta kekerasan yang terjadi terhadap anak di beberapa tempat di Manggarai Raya. Fakta-fakta kekerasan tersebut menjadi latar belakang diadakannya kampanye literasi child protection.
“Kita semua (orang dewasa) memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjamin pemenuhan terhadap hak-hak dasar anak, yang mencakup hak untuk hidup, hak untuk bertumbuh dan berkembang, hak untuk berpartisipasi dan hak untuk mendapatkan perlindungan. Berdasarkan data yang ada, kekerasan yang paling sering terjadi terhadap anak adalah kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan seksual, kekerasan penelantaran anak,” jelas Romo Marten itu.
Semua bentuk perlakuan kekerasan dan tindakan pelecehan seksual terhadap anak kata dia, merupakan pelanggaran hukum dan bisa dipidanakan lantas banyak orang (dewasa) belum sadar akan tanggung jawab mereka untuk mengambil bagian dalam upaya-upaya konkret mengadvokasi hak-hak dasar anak. Untuk itu, pihaknya memperkenalkan referal system berkaitan dengan penanganan ketika terjadi kasus kekerasan terhadap anak.
“Salah satu cara konkret untuk memutus mata rantai perilaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak adalah jangan menjadi pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak, dan aktif menjadi pelapor kasus kekerasan terhadap anak melalui JPIC Keuskupan Ruteng,” ujarnya.
Pada sesi ke dua yang bertemakan kesadaran ekologi, Romo Beben Gaguk membedah Ensiklik Laudato Si dengan metode 3 M ( Melihat – Menilai – Memutuskan ).
“Persoalan lingkungan hidup terjadi di sekitar kita dan menjadi bagian dari pergumulan kita bersama. Kita sungguh merasakan akibat dari krisis ekologi yang terjadi sekarang, seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Dalam konteks ini, Paus Fransiskus melihat akar manusia yang sangat kuat dari krisis ekologi yang terjadi sekarang,” katanya.
Setelah melihat situasi konkret yang terjadi, Romo Beben kemudian mengajak peserta untuk merefleksikannya dalam terang kisah penciptaan. Bahwasannya, alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, telah diciptakan Allah baik dan sempurna adanya. Ini menjadi dasar panggilan kita untuk menjaga, merawat dan memelihara alam dan keutuhan ciptaan. Dalam inspirasi Laudato Si, sikap yang paling penting dan mendesak adalah pertobatan ekologis.
“Kita perlu berikhtiar bersama untuk membentuk habitus baru dalam cara pandang dan sikap kita terhadap alam. Itu bisa dilakukan melalui promosi-promosi yang disampaikan melalui media sosial dan aksi konkret membuang sampah pada tempatnya, melestarikan hutan, menanam pohon pada tanah-tanah yang tandus,” cetusnya.
Literasi ekologi diakhiri dengan pengucapan ikhtiar dan janji dari peserta yang diwakili oleh dua orang utusan setiap tingkat untuk menjaga, merawat dan memelihara kelestarian alam dan keutuhan ciptaan melalui aksi-aksi konkret seperti membersihkan sampah, penghijauan, dan lain-lain.
Semua mahasiswa yang menjadi peserta kegiatan literasi ini sangat antusias dan terlibat aktif mengajukan pertanyaan-pertanyaan diskusi kepada kedua pemateri.
Maria Ratu Rosari Duwung, selaku koordintor kegiatan literasi ini menyampaikan rasa bangganya atas momen berharga ini, terutama atas informasi-informasi penting mengenai kasus kekerasan terhadap anak dan cara-cara untuk mengatasinya dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami sangat bersyukur karena boleh mendapatkan informasi yang memadai tentang bagaimana membela dan memperjuangkan hak-hak dasar anak dan memperjuangkan kelestarian alam dan keutuhan ciptaan. Kami berkomitmen untuk terlibat aktif menjadi pelapor kasus kekerasan seksual terhadap anak dan kampanye ekologis untuk menyelamatkan ibu bumi,” tukas Maria. (*)