Kupang, KN – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, Dr. Yulianto, SH.,HM berkomitmen menindak tegas jaksa “nakal” yang ada di wilayah pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahkan, tidak tanggung-tanggung, jaksa yang terbukti menerima suap maupun gratifikasi akan langsung ditangkap.
“Karena tempat ini sudah anti korupsi, dan itu harus dimulai dari diri kita sendiri mulai sekarang. Tidak boleh ditunda-tunda. Kalau ada yang terima suap maupun gatifikasi, saya akan tangkap,” tegas Dr. Yulianto saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kejati NTT, Senin 13 Desember 2021.
Dia menyebut dalam menjalankan tugas sebagai seorang jaksa, tidak pernah diboleh untuk menerima pengusaha maupun kontraktor di ruangan kerja, ataupun di rumah. Karena itu sangat berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab yang sedang diemban.
“Kalau sudah pesan begini saya tidak main-main. Karena kalau kalian tidak korupsi, masyarakat akan berbondong-bondong mendukung kamu. Jadi sekali lagi, mari kita bangun tempat kita sebagai anti korupsi. Karena ini merupakan keniscayaan yang harus dilaksanakan oleh semua insan adiaksa di wilayah NTT,” jelas Yulianto.
Selain itu, kata dia, Kejati NTT telah dinobatkan menjadi juara satu terbaik dalam pengelolaan keuangan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Sehingga ia ingin membuat sebuah sistem anti korupsi yang akan diterapkan di Kejati NTT.
“Saya ingin buat sistem anti korupsi di kejaksaan ini. Kalau ada yang berani memalsukan dokumen dan memahat harga, maka saya berjanji akan menangkap mereka. Kita harus menjaga wilayah ini anti korupsi,” tegasnya.
Menurutnya, sistem SOP di Kejati NTT sudah diubah ke sistem anti korupsi, sehingga siapapun kajati yang akan menjabat selanjutnya tidak akan berani menerima tamu di ruangan. Dan tamu wajib di dampingi oleh asisten.
“Itu saya sudah masukan di SOP. Karena saya ingin membuat sistem anti korupsi ini betul-betul dilaksanakan di Kejati NTT,” tandasnya.
Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT beserta jajarannya tengah mengupayakan pemberantasan korupsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bermartabat.
Dalam penanganan kasus korupsi, bukan terletak pada jumlah tersangka yang ditangkap. Tetapi difokuskan pada jumlah kerugian negara yang berhasil dikembalikan. (*)