Dewan Pers Optimis MK Tolak Judical Review UU 40 Tahun 1999 Tentang Pers

Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh / Foto: Dok. PWI Pusat

Jakarta, KN – Dewan Pers berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judical review atau uji materi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Permohonan judicial review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021. Mereka mengatasnamakan anggota Dewan Pers Indonesia.

Adapun pasal-pasal dalam UU PERS 40/1999 yang diuji-materikan yakni pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (3).

Pasal 15 ayat (2) huruf f berbunyi “Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: Dalam huruf f menyebut Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.”

Sementara Pasal 15 ayat (3) menyebut Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Permohonan Judicial Review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon
melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021.

Adapun permohonan Para Pemohon dalam Petitumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers 40/1999 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tiga orang pemohon dalam petitumnya beralasan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mengatakan, pemerintah selaku salah satu Termohon melalui keterangan resminya pada persidangan 11 Oktober 2021 di MK, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, dengan komitmen yang kuat dan tegas, mengakui keberadaan Dewan Pers yang lahir melalui mandat dan amanat UU Pers 40/1999 hingga saat ini.

Persidangan itu turut dihadiri Dewan Pers selaku Pihak Terkait, dan para perwakilan konstituen Dewan Pers.

“Pemerintah menyebut Para Pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak-tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers,” kata M. Nuh.

Selain itu, masih kata M. Nuh, pemerintah juga menyebut Para Pemohon tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945. Dalil Para Pemohon dalam permohonan judicial review tidak jelas (obscuur libel).

Berkenaan implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers 40/1999, M. Nuh mengatakan, hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan bidang pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers.

“Sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan bahkan justru bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat,” terang M. Nuh.

Pemerintah juga menyebut dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers 40/1999 telah jelas memberikan nomenklatur “Dewan Pers” dan tidak ada nomenklatur-nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers. Sehingga apabila Para Pemohon mendalilkan “organisasinya” bernama “Dewan Pers Indonesia” maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.

BACA JUGA:  PLN Cetak Hattrick, Kembali Raih Kinerja Keuangan Terbaik Sepanjang Sejarah Pada Tahun 2023

“Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden, dan tidak ditanggapinya permohonan penetapan Anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai hukum yang berlaku,” papar M. Nuh.

Dengan demikian organisasi dan/atau forum yang menamakan dirinya Dewan Pers Indonesia bukanlah Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Pers 40/1999.

Pasal 15 ayat (5) UU Pers 40/1999 yang merujuk Pasal 15 ayat (3) UU Pers 40/1999 perihal pelaksanaan pemilihan Anggota Dewan Pers oleh insan pers, sesunggguhnya normanya telah mencerminkan suatu tindakan yang demokratis pada masing-masing organisasi sesuai lingkup kewenangannya.

“Dan Presiden bukanlah orang yang menentukan terpilih atau tidaknya seseorang menjadi Anggota Dewan Pers karena Anggota Dewan Pers telah dipilih oleh masing-masing organisasi yang menaungi setiap unsur dalam Pasal 15 ayat (3) UU PERS 40/1999,” lanjutnya.

Dalam keterangan resminya, pemerintah juga berpendapat Para Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK sebagaimana telah diubah dengan UU 8/2011, maupun berdasarkan putusan-putusan MK terdahulu (vide Putusan Nomor: 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007).

“Dewan Pers menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh insan pers termasuk konstituen Dewan Pers dan seluruh elemen masyarakat lainnya yang telah bersama-sama mengawal kemerdekaan pers dengan memberikan perhatian terhadap perkara permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi ini,” kata M. Nuh.

M. Nuh menegaskan bahwa Dewan Pers tetap dan selalu berkomitmen melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat UU Pers 40/1999 dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Tentunya bersama-sama konstituen Dewan Pers dan masyarakat sipil lainnya menjaga dan melawan adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers dan UU Pers 40/1999 dari pihak manapun.

M. Nuh juga menegaskan bahwa berbagai peraturan-peraturan pers dibuat dan disusun oleh para konstituen yang difasilitasi oleh Dewan Pers, secara keseluruhan memberikan pedoman dan standar yang diikuti oleh organisasi pers baik organisasi wartawan maupun
organisasai perusahaan pers.

Lebih lanjut ia mengimbau masyarakat insan pers dan elemen masyarakat lainnya agar tidak terpengaruh dan terprovokasi dengan adanya upaya dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mediskreditkan Dewan Pers melalui segala cara dan segala saluran informasi apapun.

“Karena itu diharapkan selalu menguji dan memverifikasi
informasi tersebut kepada Dewan Pers dan perwakilan Konstituen Dewan Pers,” imbuhnya.

M. Nuh pun mengajak semua insan pers tetap menjaga pers Indonesia sebagai salah satu pilar demokrasi, menjaga dan melawan terhadap upaya-upaya pelemahan kemerdekaan
pers yang profesional dan bertanggung jawab yang terus menerus disempurnakan. (HumasPWIPusat)