Kupang, KN – Forum Peduli Guru Honorer NTT berupaya agar tenaga kependidikan atau guru honorer dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Demikian ditegaskan Winston Rondo, selaku narasumber dalam forum diskusi ‘Peduli Nasib Guru Honorer’ di Resto dan Caffe Celebes Kupang, Rabu 22 September 2021.
Menurutnya, perlakuan Pemerintah Pusat terhadap guru honorer yang mengabdi di sejumlah sekolah swasta di Provinsi Nusa Tenggara Timur sangat tidak adil.
“Di NTT, hampir semua sekolah itu swasta. Tetapi kenapa pemerintah tidak berlaku adil bagi para guru honor yang ada disini,” ujar Winston Rondo.
Dia menyebut, kalaupun para guru honor harus mengikuti seleksi CPNS, maka Pemerintah Pusat wajib memperhatikan dua poin penting yang akan menjadi pertimbangan, demi kesejahteraan guru honor.
“Pertama, pemerintah harus turunkan nilai standar passing grade dan kedua, afermative action, dimana menteri dan pemerintah harus segera mencari jalan keluar yang adil bagi para guru honorer,” jelasnya.
Dia menegaskan, sebaiknya, Pemerintah Pusat harus mengakomodir semua guru honorer langsung menjdi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa mengikuti tes PNS.
“Jadi negara harus berikan hadiah, atau penghargaan kepada mereka, untuk lolos sebagai PNS. Ini yang mau kita dorong, sehingga guru honorer dapat diakomodir menjadi PNS,” tandasnya.
Dr. David Pandie, pada kesempatan yang sama, mengatakan, sebenarnya guru honor tidak tercantum dalam UU ASN. Namun karena kebutuhan dan situasi, maka gubernur dan bupati harus merekrut para honorer untuk menjawabi kebutuhan yang ada.
“Istilah honor itu tidak ada dalam UU ASN. Tetapi karena kebutuhan dan situasi, maka mereka diangkat oleh kepala daerah,” jelasnya.
Menurut Dr. David Pandie, yang punya kewenangan untuk menentukan sorang menjadi PNS merupakan kebijakan Pemerintah Pusat, dan kebijakan tersebut tidak diserahkan kepada daerah.
“Jadi gubernur dan para bupati tidak punya kewenangan untuk mengangkat guru honor menjadi ASN. Sebagai kepala daerah, gubernur telah menjawabi guru di sekolah. Tetapi Pemerintah Pusat tidak melihatnya sebagai langkah pemenuhan kebutuhan sekolah,” terangnya.
Pemerintah Pusat wajib melihat kebijakan kepala daerah dan membuat sebuah model desain yang bagus, guna mengakomodir semua guru honorer yang ada di Provinsi NTT, sebagai bentuk penghargaan terhadap eksistensi mereka.
“Ini yang jadi persoalan. Disatu sisi guru honorer diakui disekolah. Tetapi disisi lain, tidak ada pengakuan dari Pemerintah Pusat, karena kewenangan mutlak ada pada Pemus, dan tidak diberikan kepada Pemprov maupun Pemkab,” pungkasnya.
Anggota Komisi V DPRD NTT, Ana Waha Kolin, mengatakan, dana 20 persen dari APBN didistribusikan oleh Pemerintah Pusat untuk sektor pendidikan, harus dimanfaatkan juga untuk memperhatikan kesejahteraan para guru honorer.
“Saya sebagai DRPD tentu berbicara dari sisi pengawasan, anggaran dan aturan. Kami sangat tegas dan berpihak terhadap guru. Prinsip kami harus mengadvokasi sampai ke pusat untuk melihat dana 20 persen untuk pendidikan. Kalau selama ini tidak dilakukan maka perlu dipertanyakan,” tegasnya.
Menurutnya, seorang guru tidak bisa disertakan dalam tes CPNS. Mereka harus wajib langsung diangkat menjadi PNS oleh Pemerintah Pusat, sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa mereka.
“Tidak perlu guru honor disertakan dalam tes CPNS. Mereka harus wajib diakomodir oleh Pemerintah Pusat untuk menjadi PNS,” terangnya.
Dia menambahkan, sebagai DPRD, dirinya akan tetap berpihak terhadap para guru, khusunya guru honor yang tidak menikmati kesejahteraan karena honor yang diterima sangat kecil.
“Jadi mereka harusnya diperhatikan oleh pemerintah. Kita pintar ini karena jasa seorang guru, dan mereka juga merupakan anak bangsa,” tandasnya.
Sementara Kabag Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Matheus Be, menjelaskan, pihaknya hanya menjalankan tugas dari pusat, yang telah diamanatkan dalam Undang-undang.
“Kami disini hanya pelaksana, sehingga hanya menjalankan perintah dari pusat seperti apa, kita laksanakan,” terangnya.
Menurutnya, berhubungan dengan seleksi P3K yang akan digelar beberapa waktu kedepan merupakan kebijakan yang sudah tercantum dalam Undang-undang Aparatur Tenaga Sipil (ASN).
“Dalam Uu ASN sudah tertata jelas, dan sejalan dengan amanat Uu. Bahwa harus berkompetisi untuk mendapatkan guru yang kompeten,” jelasnya.
Namun, kata dia, kebijakan dari Uu ASN sangat kontras dengan kenyataan yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Karena kita semua disini sangat membutuhkan guru. Karena di NTT sendiri, kita masih butuhkan ratusan guru. Dan ini bukan jumlah yang sedikit,” pungkasnya. (*)