Kisah Afni, Gadis Desa yang Jadi Tulang Punggung Keluarga ODGJ

Afni saat menyuap ayahnya yang mengalami gangguan jiwa / Foto: Yhono Hande

Ruteng, KN – Kristiani Fani Farnilan (20) gadis desa berparas cantik dan tangguh itu, selama ini telah menjadi tulang punggung keluarga di Kampung Muwur, Desa Wae Mantang, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, NTT.

Meski usianya masih cukup muda, gadis Desa itu harus menerima kenyataan untuk hidup bersama, dan mencari nafkah bagi kedua orang tuanya yang mengalami gangguan jiwa.

Ibu Afni, yaitu Bergita Gumbul (43) diduga terkena depresi, lantaran tekanan ekonomi. Setiap hari hanya berada di dapur, tanpa melakukan aktivitas memasak.

Sementara ayah Afni, yakni Siprianus Judin (45), mengalami gangguan jiwa sejak tahun 2011 lalu. Sempat dinyatakan sembuh, Siprianus harus dipasung lagi, lantaran penyakitnya itu kambuh pada 2 minggu yang lalu.

Ia harus dipasung menggunakan balok yang telah dipaku, karena sebelumnya dia telah menakut-nakuti warga sekitar. Bahkan ternak yang dipelihara oleh warga setempat pun ia bantai.

Selain Siprianus, Donatus Dasor (41) yang merupakan adik kandung dari Siprianus pun harus dipasung, karena mengalami gangguan jiwa sejak 20 tahun silam.

Afni yang merupakan anak sulung dalam kekuarga, kini hidup bersama kedua orang tuanya dan tiga orang adiknya yang masih kecil. Mereka adalah Yohanes Jeklin Abut (17), Servas Nanggur (14), serta Yevrita Jaya yang masih berusia 7 tahun.

Gadis lulusan SMK Widya Bakti Ruteng tahun 2020 itu bahkan harus putus sekolah, lantaran keterbatasan ekonomi. Keadaan kedua orang tuanya yang mengalami gangguan jiwa, memaksa Afni harus mengambil jalan tersebut, meskipun sangat pahit.

Pasca putus sekolah, Afni harus bertanggung jawab, menjadi tulang punggung keluarganya. Afni sempat bekerja selama 8 bulan sebagai pembantu rumah tangga di salah satu perumahan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, namun dipanggil pulang ke kampung pada November 2020, karena keadaan kedua orang tuanya memburuk.

BACA JUGA:  Oknum Guru PNS Diduga Menghina Waket DPRD, Ini Tanggapan Disdikbud Manggarai

“Karena bapak dan mama sudah sakit begini, saya pulang kak. Dan siapa lagi yang mengurusi mereka, kalau adik-adik saya kan jelas belum bisa mengurus,” kata Afni kepada Koranntt.com belum lama ini.

Sebagai anak sulung, ia mengaku harus banting tulang, untuk bertanggungjawab penuh terhadap ekonomi keluarganya.

“Yah, saya sebagai anak pertama atau sulung, saya juga harus bisa membiayai adik-adik saya semampunya,” ungkap Afni dengan mata berkaca-kaca.

Meski kesehariannya ia sibuk mencari nafkah, tetapi kewajibannya untuk merawat kedua orang tuanya tetap dia laksanakan.

“Saya dan adik Jef (Yohanes) setia merawat. Selain makan, Kami juga memandikan mereka setiap dua kali dalam seminggu, bahkan membuang kotoran mereka dan itu kami kerja secara bergantian,” ucap Afni.

Untungnya, keluarga Afni telah tercatat sebagai penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan mendapat 10 Kg beras per bulan, yang diterima tiga bulan sekali.

Hingga saat ini, Afni dan adik-adiknya tinggal bersama di sebuah gubuk reyot kecil yang berukuran 4×3 meter, yang hanya berdinding pelupuh bambu juga terlihat kian lapuk, serta berlantaikan tanah.

Afni mengaku menerima semua keadaan keluarganya dengan lapang dada. Namun di balik itu, Afni terus mendaraskan doa, dan terus berharap, agar kedua orang tuanya sembuh, dan bebas dari sakit yang diderita selama ini. (*)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS