Oleh : Gregorian Sintia Tika Dewa
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati maupun non-hayati. Dengan kekayaan sumber daya tersebut, tentu tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit tular vektor yang terdapat di negara ini memiliki jumlah yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari 6 jenis penyakit tular vektor yang masih menjadi beberapa masalah kesehatan di Indonesia seperti Malaria, DBD, Filariasis, Chikungunya, Japanese Encephalitis, dan Pes.
Malaria yang menjadi salah satu penyakit tular vektor di Indonesia disebabkan oleh parasit atau protozoa dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui gigitan dari nyamuk anopheles. Penyakit Malaria tersebar luas di semua pulau di Indonesia dengan derajat dan berat infeksi yang cukup bervariasi, selain itu untuk sifat dari penyakit malaria ini pada umumnya memiliki perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut adalah parasit yang terdapat didalam vektor, manusia yang rentan, jenis nyamuk yang menjadi vektor, dan lingkungan tempat tinggal.
Penyakit Malaria memiliki pengaruh terhadap angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita dan ibu melahirkan. Selain itu penyakit ini juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja bagi masyarakat di daerah terdampak. Beberapa gejala umum dari penyakit Malaria pada umumnya terdiri dari beberapa serangan demam dengan beberapa interval tertentu, dan diselingi dengan suatu massa dimana penderitanya tidak mengalami demam sama sekali. Untuk periode sebelum demam tersebut secara garis besar ditandai dengan munculnya gejala demam, lemah, sakit kepala, mual, nafsu makan berkurang, dan mual. Setelah gejala tersebut, penderita biasanya akan mengalami demam yang terdiri dari 3 stadia yaitu stadium dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat.
Tingginya persentasi kasus malaria di Indonesia Timur yang mencapai angka 75 – 80 % menyebabkannya menjadi daerah endemis penyebaran dari penyakit Malaria. Pada tahun 2014 silam, Nusa Tenggara Timur juga pernah menjadi salah satu daerah endemik dari penyebaran Malaria terbanyak setelah Papua. Menurut data yang ada, nilai API (Annual Parasite Incidence) di provinsi ini pernah mencapai angka 12,81 %. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa faktor yang cukup berhubungan dengan tingginya kasus Malaria, seperti contoh adalah pendidikan, sikap, tindakan, penghasilan, pengetahuan, dan lingkungan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memiliki dampak terhadap penyakit malaria, walaupun tidak berpengaruh secara langsung. Selain pendidikan terdapat sikap dan tindakan masyarakat yang dapat memicu terjadinya kasus Malaria, seperti contoh adalah minimnya tingkat penggunaan kelambu dan insektisida. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap penyebaran kasus Malaria, dimana rumah yang memiliki halaman tidak terawat, kondisi rumah yang minim cahaya matahari, kotor, dan lembab akan menjadi tempat perkembang biakan dari nyamuk anopheles.
Dari beberapa persoalan tersebut kerjasama dari pihak pemerintah baik dalam sektor dinas pendidikan maupun dinas kesehatan sangat diperlukan. Dinas pendidikan diharapkan mampu dalam memberikan kegiatan pendidikan luar sekolah seperti sosialiasasi tentang penyakit Malaria itu sendiri dan bagaimana cara pencegahannya. Selain diberikan sosialisasi, masyarakat juga diberikan pemicuan dan penyadaran terhadap Malaria yang menjadi ancaman terhadap kesehatan masyarakat luas. Selain itu dari dinas kesehatan juga diharapkan untuk mampu memberikan kebutuhan masyarakat terkait dengan pencegahan Malaria, seperti contoh adalah pemberian kelambu anti nyamuk dan insektisida. Dari berbagai kegiatan diatas, saat ini provinsi Nusa Tenggara Timur sendiri telah menjadi daerah pertama di Indonesia Timur yang berhasil mengeliminasi Malaria di tiga kabupaten.***
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana, Daerah Istimewa Yogyakarta.