Ruteng, KN – Musisi sekaligus legendaris Manggarai, Daniel Anduk, tutup usia pada Sabtu 12/06/2021 di RS.St.Rafael Cancar lalu di antarkan ke kampungnya di Poreng, Desa Urang, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai.
Ia meninggal pada usia sekitar 70 tahun, setelah cukup lama menderita sakit. Ia meninggalkan seorang istri, anak dan keluraga besarnya.
Daniel adalah orang kampung, seorang tuna netra, bahkan tidak bersekolah. Ia cukup sederhana namun kariannya menggema di seputaran NTT khususnya di Manggarai Raya.
Notasi dari lagu-lagunya pun cukup sederhana hingga Akordnya terasa sederhana bahkan mudah diingat, mudah dihafalkan hingga syair-syair lagunya pun kian menyentuh hati para pendengar
Banyak atau sedikit, ia pun punya andil tersendiri merekatkan rasa dari massa lalunya sebab, tidak lewat opini di majalah atau koran.
Dia menciptakan dan menyanyikan lagu sendiri, dan pada era 1970-an. Lagu-lagunya cukup banyak, akan tetapi lagu pertama yang diciptakannya adalah lagu “Ole Daeng Kempo”.
Setelah itu sekitar 1980-an lagu ini kemudian direkam disebuah toko musik Matahari di Ruteng Manggarai menjadi paduan musik yang cukup lengkap.
Sekian banyak karya lagu yang lahir dari tangan Daniel Anduk seperti , Mose Lalo, Mbate Neho Danong, Cala Lembu, Nai Go, Pata Mo Ende, Oe Adong, O Lumun Tepong, Elang O, O Dere O, O Kiong, O Aeng O, Tenang Mata, Sedih Apa Bail, Bombang Beli, Lalo Ledong, Mboros Toe Poso, Patam Ta, Ole Weta, Nia Anak Ge, Weta Lomes Kole dan Somba Mori dan mungkin masih banyak lainya.
Dari karya lagu-lagunya itu ia pun dikenang sebagai salah satu penyanyi legendaris di Manggarai Raya.
Dibawakannya hanya dengan pelukan sebuah petikan gitar kesayangannya yang dimainkannya sendiri pula.
Seperti informasi yang diapat oleh media ini bahwa sebelum akhirnya ia juga masuk dapur rekaman dimana pada era 2000-an bersama Lorens Ferdi di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Cara bernyanyinya cukup sederhana. Suaranya los, lepas, apa adanya. Tapi, sungguh menyentuh rasa. Karena, dia bernyanyi dengan hati. Hati untuk sebuah Manggarai sebagai tanah tumpah darahnya.
Almarhum di mata keluarga merupakan sosok ayah pekerja keras, meski dia memiliki keterbatasan fisik dia tetap berjuang untuk menafkahi keluarga.
“Bagi saya dia sosok ayah pekerja keras, keterbatasan fisik tidak menjadi alasan untuk menafkahi kami sekeluarga,” kenang Fian, putra almarhum kepada media ini di rumah duka.
Ia meninggal dunia dalam usia 70 tahun dan meninggalkan satu orang anak dan tiga orang cucu setelah sejak setahun lebih dia berjuang melawan penyakit yang dideritanya namum kuasa Tuhan tak bisa dipungkiri.
“Dalam waktu satu tahun lebih dia telah berjuang dengan susah payah untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit, dan kehendak Tuhan dia pergi meninggalkan kami semua,” tutur Mama Daria selaku istri almarhum.
Untuk diketahui, Informasi yang didapat oleh KoranNTT.com di rumah duka bahwa almarhum dikuburkan pada senin 14 juni 2021 di kampung halamannya.(*)