Opini  

Perjuangan PMKRI dan Teladan Aktivisme Cosmas Batubara

Yohanes A. Loni

Penulis: Yohanes A. Loni
Mahasiswa Awam STFK Ledalero Semester VIII

Dalam dunia gerakan mahasiswa Indonesia nama Cosmas Batubara adalah sebuah monumen eksistensial. Ia menorehkan namanya pada lembar sejarah pergerakan mahasiswa yang menggulingknan rezim despotisme Soekarno melalui kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) 1966. Nama besarnya dalam dunia pergerakan bukan pemberian, bukan hasil mengemis, melainkan lahir dari rahim penderitaan rakyat. Ketokohannya lahir dari kondisi masyarakat yang tetindas. Ia dibesarkan oleh situasi zaman di mana ia hidup. Ia matang di dalam dunia pergolakan politik dan bersamaan dengan itu mengantarnya menjadi pemimpin gerakan mahasiswa, mempunyai strong leadership di dalam dirinya. Dan Cosmas membuktikan bahwa dirinya seorang pemimpin sejati.

Kepemimpinan Cosmas itu selain terbentuk di dalam kondisi masyarakat sezaman, terbentuk juga di dalam wadah Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia. Konsistensi perjuangannya satu tarikan nafas dengan penghayatan akan nilai-nilai yang terkandung di dalam semangat perhimpunan yang menghendaki setiap kadernya untuk terlibat di dalam amanat penderitaan rakyat. Sebagai monumen eksistensial yang menentukan gerakan sejarah bangsa ini, nama Cosmas juga menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya bagi para mahasiswa Katolik Indonesia dalam perjuangan membela apa yang seharusnya diperjuangkan. Sosok Cosmas Batubara memang perlu diangkat dan dikenang sebagai bekal bagi generasi muda Indonesia. Ia adalah seorang pemuda desa yang tekun menapaki perjalanan panjang karier dan pengabdian, dari menjadi guru, mahasiswa, aktivis, praktisi politik, menteri/pejabat negara, praktisi dunia usaha mempunyai perhatian yang besar dalam pendidikan dan kaderisasi PMKRI.

Aktivis Cosmas Batubara

Cosmos Batubara  adalah seorang Aktivis Katolik Indonesia yang pada jamannya amat gigih memperjuangkan hak-hak hidup orang kecil. Ia mempunyai pandangan dan perjuangan yang kuat bagi kaum yang tertindas. Dalam dunia pergerakan Cosmas Batubara masuk dalam wadah Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) tahun 1960. Dari aktivis PMKRI sangat aktif di perserikatan Perhipunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), maupun sebagai ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

Dalam wadah PMKRI Cosmas Batubara memiliki semangat spiritualitas pada tiga benang merah PMKRI yaitu Kristianitas, Intelektualitas dan Fraternitas sebagai nilai-nilai dasar bagi seorang kader mahasiswa katolik.

Salah satu kualitas pribadi aktivis Cosmas Batubara adalah kesetiaan dan tanggung jawab. Kesetiaan dan tanggung jawab bukan kata-kata yang hampa namun dua sisi dari keping komitme yang diuji pada saat-saat genting, beresiko dan berbahaya. Kesetiaan dan dan tanggung jawab bukan sikap diam dan pasif, melainkan sikap proaktif untuk mengupayakan, memperbaiki dan mengembangkan.

“Ajakan Untuk Mencari Makna dari Aktivis Cosmas Batubara Adalah Ajakan Yang Sangat Menantang. Ketika Para Aktivis sudah “Seprah Jalan” , Dan Diajak Untuk Mencari Makna Dari apa Yang Akan Dilakukan, Maka ini Bukan Hal yang Mudah.(Cosmas Batubara)

Kader PMKRI Milineal

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di berbagai cabang yang ada di seluruh Indonesia, Mahasiswa PMKRI memperoleh tempat khusus karena dianggap sebagai masa depan Gereja dan Bangsa. Organisasi PMKRI merupakan wadah bagi kaum muda untuk berproses secara gemilang  menjadi seorang kader muda Katolik yang memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang tertindas. Persoalan-persoalan kemasyarakatan biasanya menjadi bahan-bahan yang aktual untuk didiskusikan oleh mahasiswa aktivis dalam memecahkan suatu persoalan. Oleh karena itu organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada termasuk PMKRI merupakan wadah yang cocok bagi para mahasiswa untuk memberi diri dan belajar bagaimana memahami dan mengerti persoalan-persoalan kemasyarakatan.

Dengan kehadiran organisasi kemasyarakatan pemuda, khususnya organisasi ekstra universiter, seperti PMKRI mempunyai peran penting bagi aktivis PMKRI sebagai wadah pelatihan dan kaderisasi serta wahana partisipasi mahasiswa Katolik dalam membangun untuk terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. “You are the students of problem” (kalian adalah mahasiswa-mahasiswa persoalan). Adalah suatu Idealisme Popper hendaknya menjadi penggugah kesadaran akademis sebagai kaum muda yang tidak hanya idealis secara konseptual dan teoritis di atas kursi akademis, tetapi berani bersifat kritis, peka dan tanggap, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap realitas sosial. Mahasiswa persoalan yang dikemukan Popper setidaknya berbanding lurus dengan Visi dan Misi PMKRI sebagai organisasi pembinaan dan perjuangan. Pembinaan dan perjuangan secara organisatoris, PMKRI merupakan wadah pembinaan dan perjuangan bagi kaum cendikiawan muda Katolik. Hal ini mau mengofirmasi bahwa eksistensi PMKRI tidak bisa terlepas dari adanya mahasiswa. Sebagai mahasiswa yang bergabung dan berjuang bersama PMKRI, dituntut untuk mampu menjadi mahasiswa kritis, dan bukan mahasiswa apatis.

Di tengah aneka dinamika sosial dan tantangan zaman ini, pilihan kaum muda menjadi aktivis bagi seorang mahasiswa merupakan pilihan ideal yang mesti dipertanggungjawabkan dengan cara menjaga kualitas dan integritas diri sebagai seorang kader. Sejarah telah membuktikan bahwa cendikiawan muda telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mendukung dan menjaga keutuhan bangsa. Mulai dari Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928, dan sampai pada Reformasi tahun 1998. Melukisan pristiwa perjuangan kaum muda yang telah terukir oleh air mata dan tinta darah sejak masa perjuangan hingga dewasa ini merupakan bukti bahwa kaum muda memiliki tanggung jawab yang besar  dalam kehidupan berbangsa.

BACA JUGA:  OPINI: Membangun Gerakkan Bersama (Apresiasi Pencatatan Hak Kekayaan Intelektual Motif Songke Cibal)

Peran mahasiswa telah diwujudkan secara gemilang oleh para mahasiswa pada awal masa orde Baru. Pada saat itu mahasiswa benar-benar menjadi motor penggerak bagi perubahan dan perbaikan keadaan masyarakat. Mereka menjadi pembela dan pejuang bagi kepentingan rakyat kecil. Namun, perlu diakui pula, generasi muda adalah kelompok social yang sedang dalam proses mencari identitas. Oleh karena itu, generasi muda perlu memperoleh panduan dalam membentuk pengalaman baru tentang tata cara kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh keyakinan terhadap ajaran agama masing-masing. Berkenan dengan itu, PMKRI penting untuk melakukan mengkaderkan kaum muda sebagai wadah untuk membangkitkan semangat generasi muda terhadap ajaran Katolik yang selaras dengan upaya memperkuat komitmen terhadap keutuhan NKRI.

Kader PMKRI milineal hendaknya perjuangan untuk membeaskan kaum tertindas; berarti berjuang bersama, dan bukan berjuang untuk kaum tertindas. Sebenarnya para pemimpin harus memperlakukan kaum tertindas sebagai subjek yang mampu berpikir, bukan objek. Para pemimpin menaruh kepercayaan terhadap kaum penindas. Aktivis mesti berjuang aktif bersama kaum tertindas dalam pembebasannya. Berjuang bersama kaum tertindas tidak semestinya mengadakan revolusi untuk menyingkirkan para para penindas tetapi melalui dialog dalam mana demokrasi menjadi cara hidup.

Aktivis Milineal

Seorang filsuf berkebangsaan Wina Australia, Karl Raymond Popper pernah berkata demikian: “You are the Student of Problem” (Kalian adalah mahasiswa-mahasiswa persoalan). Dari pernyataan di atas, Popper mengidealkan seorang pelajar berkualifikasi kritis, peka dan tanggap terhadap realitas sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Idealisme Popper ini hendaknya menjadi penggugah kesadaran akademis kita sebagai masyarakat ilmiah yang tidak hanya ideali secara konseptual dan teoritis di atas kursi akademis, tetapi berani bersikap kritis, peka dan tanggap, baik terhadap diri sendirimaupun terhadap realitas sosial. Meskipun Popper berbicara dalam konteks filsafat, namun apa yang ditulisnya berlaku juga untuk para mahasiswa. Yang ingin ditekankan adalah keterlibatan mahasiswa dalam memberikan solusi ata persoalan-persoalan yang sedang dihadapi masyarakat dengan aneka problematikanya. Dengan demikian, seorang mahasiswa menjalankan fungsi sebagai jembatan penghubung antara lembaga pendidikan (kampus) dan dengan masyarakat.

Lebih jauh dapat disaksikan bahwa aktivis mahasiswa berada pada lingkungan organisasi yang notabene melakukan analisis-analisis terhadap perkembangan perpolitikan nasional. Maka lewat lingkungan organisasi ini dapat dipahami bahwa hal itulah yang memberikan pengalaman kepada aktivis mahasiswa untuk melakukan berbagai cara dalam memperjuangkan bermacam perubahan mengenai persoalan kenegaraan. Demonstrasi, unjuk rasa, dan sejenisnya merupakan respon dari keadaan yang terjadi dalam suatu lingkungan politik. Sebagaimana yang dikatakan Claasen dan Highton, bahwa kemampuan merespon merupakan salah satu fungsi kesadaran politik (yang memudahkan penerimaan), dimana dengan kesadaran yang lebih secara politik dapat merubah keadaan.

Aktivis tidak terikat dengan lingkungan kekuasaan politik tertentu. Maka aktivis adalah kelompok intelektual yang independen dari lembaga politik tertentu. Gerakan politik mahasiswa berada di luar struktur dan lembaga politik. Mahasiswa adalah kekuatan kritis yang bekerja di luar sistem tetapi kiprah mereka selalu berorintasi pada perubahan sistem.

Peran aktivis dalam upaya pembangunan politik sangatlah urgen. Dalam sejarah, aktivis mahasiswa telah terbukti tampil sebagai aktor perubahan dalam masyarakat. Semangat para “mahasiswa sejarah” ini tentunya perlu diteladani oleh para aktivis mahasiswa dewasa ini. Posisinya sebagai kaum intelektual dengan kekahasan jati dirinya merupakan modal dasar dalam kiprah dan perannya sebagai aktor transformasi dalam masyarakat. Keterlibatan mahasiswa sebagai kaum intelektual perlu diarahkan dalam upaya transformasi dalam sistem politik di Indonesia. Membangun priadi yang berwatak demokratis, bersikap kritis terhadap persoalan sosial-politik.

Perjuangan untuk membeaskan kaum tertindas berarti berjuang bersama , dan bukan berjuang untuk kaum tertindas. Sebenarnya para pemimpin harus memperlakukan kaum tertindas sebagai subjek yang mampu berpikir, bukan objek. Para pemimpin menaruh kepercayaan terhadap kaum penindas. Aktivis mesti berjuang aktif bersama kaum tertindas dalam pembebasannya. Berjuang bersama kaum tertindas tidak semestinya mengadakan revolusi untuk menyingkirkan para para penindas tetapi melalui dialog dalam mana demokrasi menjadi cara hidup. (*)
 

Viviani Adriel, COSMAS BATUBARA Flamboyan Dunia Kaderisasi PMKRI (Jakarta: Penerbit PT Kompas Media Nusantara, 2019), hlm. ix.
Ibid., hlm X
Pandangan Karl Raymund ,dilahirkan pada 28 Juli 1902 berkebangsaan Vienna Australia. Seorang filsuf Karl Popper mengidealkan seorang pelajar berkualifikasi kritis, peka dan sanggup terhadap realitas sosial.