Daerah  

Menuju Ekonomi Hijau dan Kontribusi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di NTT

Menuju Ekonomi Hijau dan Kontribusi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di NTT. (Foto: Ama Beding)

Kupang, KN – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama CIFOR-ICRAF Indonesia menggelar Lokakarya Sosialisasi Rencana Pertumbuhan Ekonomi Hijau sekaligus meluncurkan Sistem Informasi Perhutanan Sosial (SIPOPS) di Hotel Harper Kupang dan secara daring, pada 27 Agustus 2025.

Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam mendorong arah pembangunan NTT yang berkelanjutan, sejalan dengan visi RPJPD 2025-2045, yaitu Nusa Tenggara Timur mandiri, maju, dan berkelanjutan, guna mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Pemprov NTT telah berkomitmen untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi hijau agar pengembangan sektor berbasis sumber daya terbarukan yang meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan serta turunannya dapat memberikan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan.

Melalui komitmen dan kolaborasi multipihak bersama mitra pembangunan, Pemerintah Provinsi NTT telah menyusun Rencana Induk dan Peta Jalan Pertumbuhan Ekonomi Hijau atau Green Growth Plan atau yang biasa disebut GGP, yang dalam pelaksanaannya didukung oleh ICRAF Indonesia, sebagai pedoman dalam menyeimbangkan pembangunan dan pelestarian alam.

Gubernur NTT dalam sambutan yang dibacakan oleh Kepala BAPPERIDA Provinsi NTT, Dr. Ir. Alfonsus Thedorus, MT menyatakan, dokumen ini menjadi pedoman penting bagi seluruh pemangku kepentingan di Nusa Tenggara Timur, baik pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, mitra, hingga investor, dalam mengimplementasikan Pertumbuhan Ekonomi Hijau untuk mewujudkan NTT yang Mandiri, Maju, dan Berkelanjutan, sekaligus mendukung tercapainya Indonesia Emas 2045.

“NTT menghadapi tantangan serius akibat dampak perubahan iklim, degradasi lingkungan, serta rendahnya nilai tambah sektor pertanian. Ketergantungan pada sumber daya alam menuntut adanya pendekatan pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat,” kata Theodorus.

Dokumen Rencana Induk dan Peta Jalan Pertumbuhan Ekonomi Hijau disusun melalui konsultasi multipihak, mencakup perencanaan tata guna lahan, praktik ramah lingkungan, peningkatan nilai produk, hingga penguatan pasar.

Proses perencanaan telah menghasilkan berbagai rumusan mulai dari visi hingga berbagai intervensi yang diperlukan dalam mewujudkan ekonomi hijau di masa yang akan datang, yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan formal Provinsi NTT, seperti RPJPD, RPJMD, RKPD, dan rencana turunan lainnya.

BACA JUGA:  Selain Rumah Ibadah, Gereja Diharapkan Mampu Jadi Pusat Pembelajaran

Rencana induk ini diharapkan menjadi acuan tidak hanya di tingkat provinsi, tetapi juga kabupaten/kota, sehingga implementasi ekonomi hijau dapat berlangsung menyeluruh dan dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat.

Peluncuran Perhutanan Sosial dan SIPOPS

Salah satu intervensi strategis dalam GGP adalah penguatan akses masyarakat melalui perhutanan sosial. Potensi perhutanan sosial di NTT mencapai hampir 500 ribu hektar, namun realisasi izin baru sekitar 13% (65 ribu hektar).

Untuk memperkuat tata kelola dan partisipasi masyarakat, Pemprov NTT meluncurkan Sistem Informasi Perhutanan Sosial (SIPOPS). Sistem ini akan menjadi wadah pengelolaan data, monitoring, dan transparansi dalam implementasi perhutanan sosial sehingga masyarakat memiliki akses yang lebih baik terhadap lahan, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.

SIPOPS-NTT merupakan platform informasi dan komunikasi bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perhutanan sosial di NTT. Melalui sistem informasi ini, berbagai aktivitas implementasi perhutanan sosial dapat dijalankan dengan lebih efektif dan partisipatif.

Kepala Bidang Pengelolaan DAS dan Pemberdayaan Masyarakat DLHK Provinsi Nusa Tenggara Timur, Anindya Widaryati, MSi, M. Eng, mengatakan bahwa SIPOPS-NTT diharapkan mampu mendukung proses pengambilan keputusan, mempercepat diseminasi pengetahuan, dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola izin perhutanan sosial.

“Kehadiran sistem ini diharapkan membuat implementasi perhutanan sosial di NTT berjalan lebih efektif, partisipatif, dan bermanfaat nyata bagi Masyarakat,” ujarnya.

Andree Ekadinata, Direktur ICRAF Indonesia, menyampaikan bahwa penyusunan rencana pertumbuhan ekonomi hijau serta dukungan terhadap implementasi perhutanan sosial melalui pengembangan sistem informasi diharapkan dapat meningkatkan pencapaian tujuan pembangunan yang memperhatikan ketahanan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap dampak perubahan iklim, sensitif terhadap aspek gender, serta berkontribusi pada terwujudnya NTT yang Mandiri, Maju, dan Berkelanjutan guna mendukung Indonesia Emas 2045.

Melalui dialog interaktif yang melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, sektor swasta, hingga kelompok masyarakat desa hutan, lokakarya kali ini mendorong kolaborasi lintas pihak agar bersama-sama berperan aktif dalam mewujudkan implementasi ekonomi hijau di NTT. (*/ab)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS