Kupang, KN – Universitas Persatuan Guru (UPG) 1945 Nusa Tenggara Timur (NTT) mengadakan dialog Ngopi (Ngobrol Pintar) dengan tema “Berbenah Dualisme Kepemimpinan Palang Merah Indonesia Kota Kupang”pada Sabtu (7/6/2025) di Aula Kampus UPG 1945 NTT.
Kegiatan ini digelar sebagai upaya untuk mengurai benang kusut masalah dualisme kepengurusan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Kupang yang tengah terjadi saat ini.
Dualisme kepemimpinan PMI Kota Kupang muncul antara Ketua Erwin Gah yang dilantik oleh Ketua PMI Provinsi NTT Josef Nae Soi, dan Ketua dr. Bill Mandala yang dilantik oleh Wakil Wali Kota Kupang, Serena Francis. Kondisi ini menimbulkan kebingungan dan berpotensi mengganggu pelayanan PMI kepada masyarakat.
Dialog yang menghadirkan pakar hukum UPG 1945 NTT Dr. Semuel Haning, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Kupang Pauto W. Neno, serta Dekan Fakultas Hukum UPG 1945 NTT Simson Lasi ini mengupas berbagai aspek terkait masalah tersebut.
Pentingnya Latar Belakang Medis bagi Ketua PMI
Kabag Hukum pemerintah Kota Kupang Pauto W. Neno menegaskan bahwa pemerintah Kota Kupang menginginkan kepemimpinan PMI yang memiliki latar belakang medis.
“Kenapa pemerintah lebih percaya kepada mereka yang berlatar belakang kedokteran? Karena 70 persen tugas PMI berkaitan dengan urusan kesehatan,” jelasnya.
Menurut Pauto, sosok ketua PMI yang seorang dokter akan mempermudah komunikasi dengan rumah sakit dan memperkuat pelayanan kesehatan yang merupakan pelayanan dasar pemerintah.
“Jika dipimpin oleh dokter, komunikasi akan lebih baik dan pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan optimal,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa pemerintah tengah berupaya memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat luas.
Pauto mengaku diserang di media sosial yang menurutnya itu adalah salib yang harus dipikul. “Harapan pemerintah adalah dengan ketua PMI seorang dokter, pelayanan kemanusiaan dan kesehatan dapat berjalan lebih maksimal,” pungkasnya.
Dampak Negatif Dualisme Kepemimpinan bagi PMI
Dekan Fakultas Hukum UPG 1945 NTT, Simson Lasi, mengingatkan bahwa dualisme kepemimpinan berpotensi mengganggu pelayanan PMI kepada masyarakat. “Masyarakat akan bingung karena ada ketidakpastian dalam pelayanan,” katanya.
Simson menambahkan, konflik internal yang muncul dari dualisme kepemimpinan dapat melemahkan organisasi dan merusak citra PMI. Kepercayaan masyarakat terhadap PMI pun berisiko menurun. “Selain itu, proses penanganan bencana bisa terhambat, bahkan menyebabkan keadaan darurat,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya adanya mediator yang melibatkan berbagai komponen masyarakat untuk duduk bersama dan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan demi mendukung program PMI dalam pelayanan kemanusiaan.
Harapan Penyelesaian
Dialog ini menegaskan bahwa penyelesaian dualisme kepemimpinan PMI Kota Kupang sangat penting untuk memastikan pelayanan kesehatan dan kemanusiaan dapat berjalan dengan baik tanpa hambatan.
Dekan UPG 1945 NTT berharap, para pihak terkait dapat segera menemukan titik temu agar Palang Merah Indonesia Kota Kupang dapat berfungsi optimal sebagai ujung tombak pelayanan sosial dan kesehatan di wilayah ini.
“Kami menawarkan ada beberapa solusi yaitu, kita membutuhkan mediator yang melibatkan berbagai komponen di masyarakat, untuk duduk bersama, menyelesaikan secara kekeluargaan untuk mendukung program PMI untuk kepentingan kemanusiaan,” pungkasnya. (*)