Kupang, KN – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar pelatihan aplikasi digital SIP-CKPN.
Pelatihan ini digelar di Hotel Kristal Kupang, Sabtu (27/7/2024), dan dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang ada di NTT.
Ketua DPD Perbarindo NTT Robert P. Fanggidae mengatakan, pelatihan SIP-CKPN digelar dalam rangka persiapan pelaksanaan CKPN pada 1 Januari 2025.
Karena itu, setiap BPR NTT harus mempersiapkan diri, dari sisi SDM dan sistem, sehingga hari ini DPD Perbarindo NTT menggelar pelatihan SIP-CKPN dengan menghadirkan praktisi perbankan Fernando A. Siahaan dari Creva Business Consulting.
Robert P. Fanggidae menjelaskan, aturan tentang CKPN BPR diatur dalam POJK. “Pengantarnya ada memang, PA Akuntansi tentang SAK EP atau Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat sebagai payungnya. Di dalam SAK itu mengatur perilaku dari setiap acount. Ada kas, piutang. Di bawah piutang ada CKPN sebagai antisipasi, contra acount. Karena hidup ada risiko, menyalurkan kredit juga ada risiko yaitu tidak bisa dibayar kembali. Maka dicicil atau dicadangkan sesuai dengan profil risiko dari setiap usaha, industri, bahkan sampai kepada debitur,” kata Robert P. Fanggidae.
Ia menilai, penerapan POJK tentang CPKN ini punya tujuan yang baik, tetapi dengan jumlah BPR yang sudah sangat banyak, maka penerapan aturan tersebut juga harus adil untuk BPR-BPR yang masih berada dalam skala kecil.
“BPR di Jawa yang di bawah Rp6 Miliar masih banyak. Pemimpin tidak bisa berpikir hanya untuk orang mampu. Justru yang tidak mampu itu yang harus dipikirkan. Yang mampu kan dia bisa akses semua hal dan punya kemampuan. Pemimpin harus memikirkan duluan yang tertinggal atau yang masuk garis kemiskinan. Karena itu yang akan dipertanggungjawabkan di atas (Tuhan). Ketika aku lapar, haus dan seterusnya, seperti tertulis dalam Matius 25: 31 – 46,” tuturnya.
“Di bank juga saya pikir regulator harus pikir yang kecil. Yang besar kan punya kemampuan untuk membayar IT yang bagus, membayar SDM yang bagus. Keberhasilan seorang pemimpin, misalnya, guru bukan banyak yang tidak naik kelas, tapi semua naik kelas dengan kualitas yang baik. Kalau saya berpikir seperti itu, tapi namanya kebijakan nasional, kita bisa apa,” sambung Robert P. Fanggidae.
Direktur Utama Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Tanaoba Lais Manekat (TLM) itu menyampaikan, BPR tidak pernah merugikan negara. Justru bank-bank umum yang pada 1998 silam saat krisis moneter merugikan negara ratusan triliun rupiah.
“Negara rugi itu dibebankan kepada kita semua dengan membayar kupon rate obligasi itu. Ditaruh di APBN, kita semua bayar. Berarti biaya dari negara untuk menalangi penyehatan perbankan. Biaya itu ditutup dari pendapatan dengan menaikan pajak. Kadang-kadang kita yang kecil itu, seperti tidak ada tempat dalam berbagai pembangunan,” terangnya.
Ketua DPD Perbarindo NTT Robert P. Fanggidae menegaskan, kualitas BPR di NTT jika dilihat dari tingkat kesehatan bank (TKS) masih berada di level cukup sehat karena NPL-nya berada di antara 5-10%.
“Yang perlu dilakukan adalah percepatan. Dengan adanya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK) memberikan ruang bagi BPR untuk mengadopsi kemajuan teknologi. Sehingga adopsi kemajuan teknologi itu sesuatu hal yang wajib kalau tidak, pasti kalah bersaing. Jadi kita fokus ke bisnis, kalau sistem serahkan kepada ahlinya. Tinggal bagaimana melaksanakan tata kelola yang hati-hati, sehingga NPL-nya terkendali,” pintanya.
Ketua DPD Perbarindo NTT Robert P. Fanggidae berharap para peserta perwakilan BPR yang mengikuti pelatihan SIP-CKPN bisa mengerti tentang CKPN dan menerapkan serta bisa mengantisipasi dampak penerapan CKPN terhadap Laba Bank.
“Artinya ketika diterapkan, dampaknya kemungkinan besar laba akan menurun. Berarti manajemen harus buat apa?
Kalau mau besar harus pakai sistem informasi yang terintegrasi. Kita berharap pelatihan ini makin meningkatkan kualitas SDM BPR sehingga kita semakin percaya diri,” pungkasnya.
Praktisi perbankan Fernando A. Siahaan dari Creva Business Consulting yang hadir sebagai narasumber utama mengatakan, pelatihan ini bertujuan untuk memabantu BPR dalam menghitung cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
“Yang berbeda dalam pelatihan ini adalah kita menyiapkan aplikasi berbasis digital,” terang Fernando Siahaan.
Ia berharap dengan pelatihan tersebut, BPR-BPR yang tergabung dalam Perbarindo NTT bisa dimudahkan.
“Karena sistem sudah kita rancang sedemikian baik. Secara intuitif, siapapun nanti yang ada dibelakang sistem harusnya bisa. Karena sudah kita siapkan juga tutorial. Tinggal tantangannya di BPR adalah bagaimana mengumpulkan data untuk menghitung CKPN,” tandas Fernando. (*)