Menurut Melki, penjualan barang bekas yang dikumpulkan hanya dilakukan sebulan sekali. Barang itu akan dijual ke langganan mereka yang berdomisili di Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
“Jadi barang bekas yang sudah dipisahkan kemudian dibersihkan lalu ditimbang. Barang bekas seperti kaleng dan botol dijual dengan harga Rp2 ribu per kg,” jelasnya.
Dia menjelaskan, total penghasilan perbulan berkisar Rp400 hingga Rp500 ribu rupiah. Penghasilan yang dinilai belum mencukupi kehidupan keluarga, ditengah mahalnya ongkos kehidupan kota yang serba tidak terkendali.
“Belum lagi saya harus membiayai anak-anak saya untuk sekolah, dan kebutuhan keluarga lainnya,” ungkap Melkianus Saku.
Ia menerangkan, berbagai macam kendala yang masih dihadapi kelompok “Pemulung Aqu Ada”, salah satunya adalah kebutuhan air bersih.
“Kami disini sangat membutuhkan air bersih. Kita memang pemulung yang menampung sampah. Tetapi perlu untuk menjaga kebersihan dan kesehatan,” jelasnya.
Melkianus menambahkan, Pemerintah Kota Kupang kadang memberikan bantuan bagi 25 KK kelompok “Pemulung Aqu Ada” yang berdomisili di sekitar Ina Boi, Kelurahan Kelapa Lima, Kota Kupang, NTT.
“Kitai pernah dapat bantuan dari pemerintah dan pihak lain. Saya harap semoga dengan kondisi ini kami tetap bersyukur dan Tuhan selalu memberkati pekerjaan kami,” tandasnya. (Dasry/Sesil).