Opini  

Arogansi Aparat Terhadap Bala dan Pertanyaan Tentang Perlindungan ODGJ

Oleh: Patrisius Haryono (Mahasiswa Pascasarjana IFTK Ledalero)

ODGJ di Lembata yang menjadi korban penganiayaan oknum Polisi. (Foto: Istimewa)

Tujuan keberadaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 yaitu mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan menyadari tujuan keberadaan Polri tersebut, seharunya aparat kepolisisan yang bersangkutan bersikap untuk melindungi, melayani dan menegakan hak asasi masyarakat termasuk Bala yang adalah ODGJ. Jika memang motifnya adalah benar, seharusnya anggota Polri yang bersangkutan sebagai bagian dari aparat negara pun ikut berfleksi atas kelalaian bersama tersebut. Tindakan kekerasan yang dialukan oleh anggota polri adalah suatu bentuk negasi terhadap identitas, fungsi dan tujuan keberadaan Polri.  

Ketiga, pemukulan terhadap ODGJ Bala adalah indikasi murni pelanggaran terhadap hukum. Pelanggaran hukum ini juga bersifat berganda. Pertama-tama adalah adanya bukti penganiayaan berupa pemukulan terhadap Bala yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Mungkin saja alasan yang diberikan oleh aparat bersangkutan adalah demi tindakan pengamanan dan melindungi hak asasi orang lain. Namun, alasan semacam ini batal dengan sendirinya karena tindakan pengamanan terhadap masyarakat sendiri seharusnya tetap memperhatiakan koridor penghargaan terhadap hak asasi orang yang bersangkutan. Hal ini dilakukan melalui tindakan pengamanan yang bersifat prosedural dan berdasar pada ketentuan hukum yang berlaku di republik ini. Pemukulan terhadap bala adalah murni pelanggaran hukum karena dilakukan di luar proses penyelidikan, penyidikan dan pengadilan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aksi pemukulan terhadap Bala adalah bentuk tindakan “menyerupai ODGJ” terhadap ODGJ. Jika orang dengan indikasi bukan ODGJ melakukan tindakan kekerasan di luar koridor dan proses hukum “layaknya ODGJ” maka dengan sendirinya tindakan ini merupakan “tindakan kriminal”. Selain itu, dalam kasus pidana sekalipun orang dengan ganguan jiwa belum layak diberi pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa tiada dapat dipidana barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. Pasal ini menunjukkan bahwa orang dengan gangguan jiwa terbebas dari pidana.

Dengan mengacu pada beberapa poin pokok di atas sekali dapat dipetik dua pelajaran berharga di penghujung tahun 2022. Pelajaran pokok pertama adalah perlu adanya peningkatan kesadaran penghargaan terhadap martabat pribadi manusia termasuk martabat pribadi ODGJ. Bala adalah potret buram lemahnya penegakan hak asasi manusia terhadap kaum papa, termasuk ODGJ. Pelajaran kedua yang masih berkaiatan dengan persoalan pertama yaitu tentang persoalan penegakan hukum di negeri ini. Sudah seharusnya proses penegakan hukum harus berkiblat pada penghargaan terhadap martabat luhur pribadi manusia. Setiap bentuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara, termasuk oknum kepolisian adalah pelajaran berharga bagi institusi bersangkutan untuk terus berbenah diri.

BACA JUGA:  Pusat Sains Tilong Destinasi Wisata Edukasi IPTEK Pertama di NTT

Ketiga, semestinya polisi sebagai pengayom masyarakat tidak melakukan tindakan yang tidak terkendali dan berbau premanisme. Polisi yang datang di tengah malam secara berbondong-bondong untuk menganiaya seorang ODGJ sungguh-sungguh tidak dapat dipahami. Jalur hukum diabaikan, dan cara jalanan dipakai. Kalau orang sipil yang melakukan kesalahan seperti itu, ia/mereka akan berakhir di lembaga pemasyarakatan oleh karena berbagai pasal yang menjerat. Kalau aparat main hakim sendiri, menindas seorang ODGJ secara beramai-ramai, apa yang akan terjadi pada mereka? Kita patut menunggu kelanjutan kisah ini. Apakah akan ada kelanjutan, ataukah akan hilang seperti tidak pernah ada!?