Labuan Bajo, KN – Rombongan mobil anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT terjebak lumpur dan genangan air di sepanjang ruas jalan Labuan Bajo – Noa dan Kedindi Reo, pada Selasa 18 Januari 2022 lalu.
Pantauan media, kendaraan yang ditumpangi para wakil rakyat kesulitan melintasi jalan itu, dikarenakan kondisi jalan yang rusak parah, dan sudah lima tahun ruas jalan provinsi itu luput dari perhatian pemerintah.
Kehadiran DPRD NTT di Manggarai untuk melakukan kunjungan kerja, serta memantau secara langsung kondisi infrastruktur jalan di Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur, yang merupakan Daerah Pemilihan (Dapil) mereka masing-masing.
Anggota DPRD NTT Fraksi PDIP, Vinsen Pata, mengatakan, usai kunjungan kerja, pihaknya segera mengevaluasi, dan meminta pemerintah memberikan perhatian serius terhadap ruas jalan provinsi itu, melalui perubahan anggaran tahun 2022.
“Karena kondisi jalan itu tentu berdampak pada kelumpuhan ekonomi masyarakat. Sehingga paling emergensi itu kami minta pemerintah untuk serius perhatikan jalan ini, dan menyelesaikan secepatnya,” jelas Vinsen Pata.
Menurutnya, sejak ditetapkan menjadi jalan provinsi, kondisi ruas jalan dari perbatasan Manggarai Barat menuju Kendi seolah tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah.
Dalam roadmap, ruas jalan Manggarai Barat-Kendi sepanjang 32 km itu rencananya akan diselesaikan pada tahun 2022, dengan menggunakan dana pinjaman, APBD, dan DAK. Namun rencana itu terancam gagal, karena pemerintah tidak lagi memiliki dana, baik dana pinjaman, maupun DAK.
“Itu artinya ada penderitaan selama dua tahun kedepan, yang membuat kami DPRD Dapil ini untuk memperjuangkan secara bersama, terkait kondisi jalan ini,” jelasnya.
Anggota DPRD NTT Fraksi PAN, Yeni Veronika, menjelaskan, pada Desember 2019 silam, pihaknya bersama DPRD fraksi lain pernah mengusulkan kepada pemerintah provinsi untuk menganggarkan dan mengerjakan ruas jalan itu pada 2020 lalu.
“Menurut Dinas PU ini sudah dianggarkan dan masuk di dana DAK. Tapi karena kondisi covid-19 maka dana tersebut di refocusing. Kemudian dijanjikan di tahun 2021 dan ternyata belum dikerjakan juga,” ungkapnya.
Ia berharap, ruas jalan provinsi simpang Hita-Kedindi wajib jadi prioritas, dan harus segera dianggarkan. Dinas PU Provinsi NTT diminta turun ke lokasi untuk melihat langsung kondisi jalannya.
“Jalan ini sudah parah. Lalu yang paling parah adalah tidak ada aktivitas ekonomi masyarakat,” ungkapnya.
Anggota DPRD Fraksi Hanura, Ben Isidorus, mengatakan, kondisi jalan provinsi yang rusak mencapai 906 km. Namun merujuk pada dana DAU dan DAK, maka sangat cukup digunakan untuk menyelesaikan kerusakan jalan itu.
“Karena sesuai RPJMD gubernur, tahun 2022 atau 2023, seluruh jalan provinsi yang rusak sudah harus dikerjakan. Itu target dari rezim sekarang ini,” terang Isidorus.
Pada tahun 2020 lalu, pemerintah telah melakukan pinjaman ditambah dengan dana DAK dan DAU untuk menyelesaikan jalan dengan panjang 906 km tersebut.
“Jadi realisasinya dari Bank NTT Rp150 M, PT. SMI Rp87,5 M, dan totalnya itu sebanyak Rp337,500 M. Namun dalam perjalanan, terjadi bencana COVID-19 yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan infrastruktur.
Menurut Isidorus, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan kebijakan untuk pemulihan ekonomi nasional, dengan memberi ruang bagi Pemprov dan Pemkab untuk melakukan pinjaman, guna pemulihan ekonomi dan perbaikan infrastruktur.
“Sehingga pemprov telah mengajukan pinjaman sebesar Rp1,5 triliun untuk perbaikan infrastruktur maupun pemulihan ekonomi masyarakat,” Jelasnya.
Namun, kata dia, dana pinjaman itu disetujui oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp1.003 triliun, untuk digunakan menuntaskan seluruh jalan provinsi yang ada di NTT.
Dengan demikian, ia berharap agar melalui dana pinjaman yang ada, baik DAK dan DAU, harus dimanfaatkan secara baik, agar dapat menyelesaikan pekerjaan jalan pada tahun 2023 mendatang.
“Tetpi faktanya, setelah dicek dari simpang Pateng sampai Kedindi justru tidak mendapat alokasi yang awalnya sudah diajukan melalui pemerintah pusat untuk didanai melalui dana DAK,” pungkasnya. (*)