Opini  

Mengenal Hidrosefalus dan Penanganannya Sejak Dini

dr. Anak Agung Ngurah Bagus Satya Sueningrat

Oleh: dr. Anak Agung Ngurah Bagus Satya Sueningrat

Pernahkah Anda menjumpai bayi yang memiliki ukuran kepala jauh lebih besar daripada bayi pada umumnya? Ukuran kepala yang melebihi batas normal tersebut disebut makrosefalus. Terdapat berbagai penyebab terjadinya hal tersebut dan salah satunya adalah hidrosefalus yang akan dibahas pada artikel ini.

Hidrosefalus merupakan kondisi terjadinya penumpukan cairan pada rongga otak yang menyebabkan peningkatan tekanan pada otak. Menurut Institut Nasioal Penyakit Saraf dan Stroke (NINDS), setiap tahunnya 1 sampai 2 dari 1.000 bayi lahir dengan hidrosefalus. Di Indonesia sendiri pada tahun 2013 tercatat sekitar 18.000 anak mengidap hidrosefalus.

Pada normalnya, cairan otak diproduksi setiap hari mengalir ke seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang yang akhirnya diserap oleh pembuluh darah. Cairan otak ini penting karena berguna untuk melindungi otak kita dari benturan, membuang limbah metabolism otak, dan memberikan asupan nutrisi pada otak.

Kondisi hidrosefalus dapat terjadi saat produksi cairan otak berlebihan, adanya gangguan aliran cairan otak, atau karena gangguan penyerapan cairan otak. Penumpukan cairan ini menyebabkan peningkatan tekanan pada otak serta mengambil ruang yang seharusnya ditempati oleh otak untuk berkembang. Semakin lama hidrosefalus dibiarkan terjadi, perkembangan otak akan semakin terhambat hingga anak akan mengalami gangguan tumbuh kembang, penurunan kecerdasan, gangguan koordinasi, kejang, gangguan penglihatan, penurunan daya ingat, kesulitan belajar, gangguan bicara, atau sulit konsenstrasi. Oleh karena itu, sangat penting mengenali faktor risiko dan gejala hidrosefalus sejak dini. 

Bayi yang mengalami hidrosefalus biaranya memiliki gejala seperti kepala yang terlihat lebih besar disbanding anak sebayanya, kejang, rewel terus-menerus, tidur terus-menerus, tidak mau menyusu, kurangnya pergekarakan tangan dan kaki, muntah yang menyemprot, serta keterlambatan perkembangan (misalnya pada usia 9 bulan belum bisa duduk). Terkadang tidak semua tanda di atas muncul, adanya salah satu tanda saja sudah menrupakan peringatan bagi orangtua untuk memeriksakan ke dokter terdekat. Salah satu cara mengetahui apakah pertumbuhan kepala bayi normal adalah dengan memeriksakan bayi ke posyandu sercara rutin untuk diukur lingkar kepalanya.

BACA JUGA:  Kontradiksi Festival dalam Perspektif Kritik Eksistensi dan Keberlanjutan Leva Nuang

Lalu, apa yang meningkatkan risiko terjadinya hidrosefalus pada bayi? Hidrosefalus dapat terjadi karena adanya kelainan genetic, kelainan pertumbuhan otak, kelainan pertumbuhan tulang belakang, infeksi saat kehamilan, infeksi selaput otak pada bayi, stroke, cedera kepala, dan tumor.

Perlu diperhatikan bahwa Sebagian besar infeksi pada kehamilan dan infeksi selaput otak pada bayi dapat dicegah melalui imunisasi, tidak mengkonsumsi daging dan sayuran mentah. Kemudian, kelainan pertumbuhan tulang belakang dapat dicegah dengan rutin konsumsi asam folat selama kehamilan. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan control kehamilan secara rutin, menjalankan imunisasi lengkap sesuai jadwal pemerintah, serta menjalani pola hidup bersih dan sehat.

Sebagian bayi dengan hidrosefalus sebenarnya sudah bisa diketahui dengan melakukan USG kehamilan. Setelah bayi lahir, bayi akan diperiksa oleh dokter bedah saraf dan dilakukan pemeriksaan USG, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaan ini bertujuan melihat kondisi otak, mengetahui kemungkinan penyebab hidrosefalus serta menilai keparahan kondisinya. Dari hasil pemeriksaan tersebut dokter bedah saraf akan menentukan apakah bayi memerlukan Tindakan operasi.

Tindakan operasi pada bayi hidrosefalus bertujuan untuk membuang kelebihan cairan otak sehingga tercipta ruang bagi otak untuk berkembang. Terdapat dua macam tindakan operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan shunt (selang) dan operasi endoscopic third ventriculostomy (ETV). Pemasangan shunt bertujuan untuk mengalirkan penumpukan cairan otak di rongga otak ke bagian tubuh yang lain, misalnya rongga perut. Sedangkan ETV dilakukan dengan membuat lubang penyerapan baru di permukaan otak sehingga cairan otak dapat tersebar merata ke seluruh permukaan otak.

Penyakit hidrosefalus merupakan kondisi yang serius. Semakin lama dibiarkan, cairan otak akan semakin banyak ‘memakan’ ruang pertumbuhan otak dan akan menimbulkan keterlambatan tumbuh kembang. Oleh karena itu, jangan ragu berkonsultasi dengan dokter terutama bila ada gejala-gejala yang telah disebutkan di atas agar anak bisa segera mendapatkan penanganan lebih awal. (*)