Kupang, KN – Kisruh kepemilikan tanah ratusan Ha di Kota Kupang, terutama tanah di Danau Ina dan Pagar Panjang ternyata belum usai. Fakta baru kepemilikan tanah keluarga Konay akhirnya muncul lagi ke publik.
Kuasa Hukum Pieter Konay, Yance Thobias Mesah, SH, mengatakan, eksekusi lahan Pagar Panjang dan Danau Ina pada tahun 1996 dan 1997 berdasarkan putusan perkara tahun 1951, diduga bodong alias direkayasa.
Ia juga membantah pernyataan Kuasa Hukum ahli waris Konay, Antonius Ali yang menyatakan bahwa posisi Pieter Konay hanya penggarap tanah Pagar Panjang, bukan pemilik.
“Dalam pertimbangan hukumnya sangat jelas, bahwa tanah Pagar Panjang merupakan tanah negara bebas, sehingga Piet Konay dapat menggarap secara terus menerus sehingga menjadi miliknya,” kata Kuasa Hukum Piet Konay, Yance Thobias Mesah, SH kepada wartawan, Minggu 29 Agustus 2021.
Ia menjelaskan, perkara tanah Pagar Panjang tahun 1989, dilaksanakan dengan penggugatnya adalah Esau Konay, Sartji Konay, Juliana Konay, dan Zakarias Bartolomeus Konay. Sedangkan sebagai pihak tergugat adalah Bertholomeus Konay dan Pieter Konay.
Saat gugat menggugat, ada permintaan dari Esau Konay berupa Petitun sebanyak 17 poin, dan yang dikabulkan hanya 1 poin yakni Esau Konay dan para penggugat itu adalah ahli waris dari Johanes Konay.
“Sementara menyangkut kepemilikan tanah, pengadilan tidak kabulkan,” katanya.
Thobias juga menerangkan, yang dibicarakan terkait kepemilikan tanah Pagar Panjang dan Danau Ina selama ini, hanya merujuk pada nomor perkara, tanpa memperhatikan amar putusan.
“Sehingga terjadi kebohongan menurut saya, karena tidak pernah melihat amar putusan, hanya melihat pada nomor perkara,” ungkap Thobias.
Ia dengan tegas menyatakan, eksekusi tanah Pagar Panjang dan Danau Ina pada tahun 1996 dan 1997 oleh Esau Konay dan Dominggus Konay, berdasarkan putusan tahun 1951 kuat dugaan direkayasa, dengan tujuan merampas tanah milik Pieter Konay.
“Sehingga eksekusi pada tahun 1997 juga merupakan bagian dari akal-akalan untuk merampas tanah dari Pieter Konay,” jelasnya menambahkan.
Menariknya, merujuk pada perkara tahun 1951, objek yang disengketakan dan dituangkan dalam amar putusan adalah berkaitan dengan eksekusi 2 serok kayu, 1 serok batu, 13 pohon kelapa dan 150 pohon tuak, serta satu bidang tanah kosong tanpa lokasi, dan batas-batasnya.
Kemudian pada tahun 1993, Pengadilan menyatakan bahwa Esau Konay melakukan gugatan pura-pura terhadap Kolo dan Samadara, untuk mendapatkan tanah kembali, sebagaimana terurai dalam putusan perkara tahun 1951.
Saat itu, Pieter Konay tidak ditarik sebagai pihak dalam perkara tahun 1993 nomor 65. Anehnya, kemenangan dalam perkara gugatan terhadap Kolo dan Samadara, dijadikan sebagai dasar oleh Esau Konay dan Dominggus Konay, untuk melakukan eksekusi, termasuk eksekusi tanah milik Pieter Konay.
“Tetapi eksekusi bukan dilakukan pada Samadara dan Kolo, malah eksekusinya ke Pieter Konay,” ungkap Thobias mengurai fakta yang terjadi saat itu.
Ia menerangkan, kemudian pada saat eksekusi tahun 1993, Pengadilan Negeri melalui Surat Penetapan Pengadilan Negeri Kupang, Nomor 8 Pdt tahun 1951 PN Kupang tanggal 29 Agustus 1993, menyatakan bahwa objek eksekusi tidak jelas sehingga harus dibatalkan.
Selain itu, terdapat surat dari Ketua Pengadilan Negeri Kupang Tahun 1994, yang menyatakan bahwa gugatan yang dilayangkan oleh Esau Konay pura-pura.
Namun surat dari Pengadilan tidak digubris, dan eksekusi tetap dilaksanakan, bukan terhadap objek sengketa tahun 1951 berupa 2 serok kayu, 1 serok batu, 13 pohon kelapa dan 150 pohon tuak, serta satu bidang tanah kosong, tetapi pada tanah Pagar Panjang dan Danau Ina yang tidak disebutkan dalam amar putusan tahun 1951.
Ajukan Peninjauan Kembali
Kuasa Hukum Pieter Konay, Yance Thobias Mesah, SH dalam kesempatan yang sama juga menegaskan telah melayangkan PK atau Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung terkait putusan Kasasi nomor 1505, yang menolak gugatan Pieter Konay.
“Perkara itu bukan objek tanah, tetapi objek eksekusi. Jadi saya sedang lakukan upaya untuk Peninjauan Kembali (PK),” ucap Thobias Mesah.
Ia menambahkan, berbagai pertimbangan telah diuraikan di dalam memori Peninjauan Kembali.
“Pieter Konay memiliki tanah di Pagar Panjang seluas 91 Ha, tidak seperti dijelaskan bahwa ratusan Ha. Sementara di Danau Ina itu saya belum ketahui secara jelas. Tetapi yang saya dalami pertama itu tanah Pagar Panjang,” tandasnya. (*)