Rohani  

Renungan Minggu 25 Juli 2021: Pesismisme Kita vs Syukur

RD. Hironimus Nitsae

Oleh: RD. Hironimus Nitsae

Injil Yohanes : 6:1-15

Pada teks injil ini, kita bisa memahami 2 hal sebagaimana yang tertera dalam judul permenungan ini.

*Pertama*: Pesimisme kita. Setiap kita tidak lepas dari sikap pesimis manakala berhadapan dengan berbagai masalah dalam hidup. Kisah injil ini juga sebenarnya bicara kepada kita tentang kegelisahan atau bahkan pesimisme dari kalangan para murid. Filipus dan Andreas adalah salah satu contohnya.

Ketika mereka diperhadapkan pada problem keterbatasan makanan untuk lima ribu orang yang lapar, mereka malah membuat pernyataan kepada Yesus. Versi Filipus mengatakan tidak mungkin memberi makanan kepada orang sebanyak ini dengan bermodalkan 200 dinar (seharga gaji para pekerja dalam hitungan per-tahun). Sementara Andreas dengan nada yang kurang lebih hampir sama mengatakan tidak mungkin 5 roti dan dua ekor ikan dari seorang anak kecil ini mampu mengenyangkan orang dengan jumlah sebanyak ini.

Dari pernyataan 2 murid ini kita bisa pahami problem besar mereka adalah soal pesimisme mereka akan kekurangan luar biasa yang akan dialami ketika 200 dinar atau 5 roti dan dua ekor ikan diberi ke lima ribu orang.

Sementara di bagian awal Yesus sekaligus ‘mencobai’ mereka untuk mengetahui sejauh mana tiap murid menghadirkan Yesus dalam tiap pengalaman rohani hidup mereka. Ternyata, sikap pesimis bahkan tidak percaya masih sangat dominan termasuk untuk kita saat ini sekalipun mita mengatakan sebagai orang yang ‘mengikuti Yesus’.

BACA JUGA:  Pesparani II Tingkat Provinsi NTT Ajang Pengembangan Nilai Spiritual dan Iman Katolik

*Kedua*: Syukur. Yesus memperlihatkan sebuah ‘kondisi’ yang sudah sangat biasa dilihat dan dialami sebagai bukti yang terjadi si depan mata para murid. Kondisi yang selalu terlihat di depan mata para murid adalah *syukur*. Syukur yang ditunjukan Yesus tak semata tentang sesuatu yang ‘megah’ tetapi malah bertolak dari hal-hal sederhana yang untuk saat ini juga mulai kehilangan makna dam diri segelintir orang yang mengimani Tuhan dimulai dari hal yang terlanjur besar.

Dari sini pun, kita belajar bahwa kita juga adalah orang-orang yang kadang baru mau percaya saat semua sudah terbukti. Sementara rahmat Tuhan perlu juga disyukuri karena ada banyak hal lain yang terbukti walau tidak terlihat secara mata fisik.

Kita ada pada tipe mana? Bersyukur untuk tiap moment sesederhana apapun itu? Atau justru kita adalah orang yang selalu tak sadar termasuk yang secara langsung kita lihat sebagai berkat Tuhan bagi kita? (*)