Kupang, KN – Pemerintah Provinsi NTT menanggapi putusan Pengadilan Negeri Kupang, terkait kasus sengketa lahan pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP), di Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang.
Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Alex Lumba, yang juga merupakan kuasa hukum Gubernur NTT, mengatakan, pihaknya sangat menghargai keputusan Pengadilan Negeri dalam sidang yang digelar pada Selasa 22 Juni 2021 lalu.
“Tetapi kami akan gunakan hak kami, karena kami sangat keberatan dan tidak menerima putusan Pengadilan Negeri. Sehingga kami siap lakukan upaya banding,” jelasnya kepada wartawan, Kamis 24 Juni 2021.
Pihaknya tengah mempersiapkan semua berkas administrasi terkait upaya banding, dan akan berkomunikasi dengan Pengadilan Negeri, untuk segera mendapatkan rilis dan salinan putusan sidang.
“Pernyataan banding sesuai ketentuan, maksimal 14 hari. Tetapi kami usahakan sebelum 14 hari, semuanya sudah beres,” tegas Alex Lumba.
Dia menjelaskan, objek sengketa lahan yang sama, telah digugat sebanyak empat kali, dan sudah memiliki putusan inkrah dari Mahkamah Agung (MA) sejak tahun 2018, yang menyatakan tanah tersebut milik Pemprov NTT.
“Kami masih memegang putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkrah, serta bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat. Sehingga proses pembangunan RSUP tetap berjalan. Itu sikap dari Pemprov NTT,” jelasnya.
Dia menuturkan, pembangunan RSUP di Provinsi NTT adalah untuk kepentingan masyarakat umum demi mendapatkan pelayanan di bidang kesehatan, serta membuka lapangan pekerjaan.
“Prinsipnya bahwa progres pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) untuk kepentingan masyarakat umum. Jadi prosesnya akan berjalan terus. Meskipun ada sengketa di Pengadilan Negeri Kupang,” terangnya.
Pembangunan RSUP, kata dia, harus tetap dilanjutkan, karena pembangunan Rumah Sakit berdasarkan putusan langsung dari Mahkamah Agung (MA). Jika dihentikan, akan berdampak sangat besar.
“Dalam amar putusan Pengadilan Negeri kemarin, tidak membatalkan atau mencabut putusan dari Mahkamah Agung (MA). Kami juga akan melakukan segala upaya hukum terkait perkara ini,” ucapnya.
Dia menegaskan, masyarakat di sekitar lokasi tidak boleh mengklaim bahwa lahan tersebut merupakan milik mereka. Karena pihak Pemprov NTT memiliki bukti bahwa, tanah tersebut merupakan lahan milik pemerintah.
“Kalau ada pihak yang berupaya menghalangi pembangunan RSUP, maka kami akan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk menertibkan dan menjaga keamanan di lokasi, sehingga tidak mengganggu proses pembangunan,” pungkas Alex Lumba.
Sementara Kepala Badan Pendapatan Aset Pemerintah Provinsi NTT, Zet Sony Libing mengatakan, pembangunan RSUP untuk pelayanan publik masyarakat di bidang kesehatan yang berkualitas, serta menyukseskan proyek strategis nasional di daerah.
“Jadi pemerintah Provinsi NTT bekomitmen untuk tetap memperjuangkan agar RSUP tetap dibangun di NTT. Karena manfaatnya sangat besar bagi rakyat. Sehingga Pemprov akan berjuang habis-habisan untuk pembangunan RSUP itu,” tegas Sony Libing.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi NTT memiliki bukti penyerahan dari pemilik tanah sebelumnya, serta berpegang teguh pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah dinyatakan inkrah.
“Pemprov miliki bukti pembelian dan penyerahan hak dari pemilik tanah Thomas Limau sejak tahun 1983, serta memiliki sertifikat atas tanah itu pada tahun 2006,” jelasnya.
Pada tahun 2020, kata Sony Libing, Pemerintah Provinsi NTT telah melakukan pemisahan sertifikat tersebut menjadi milik Pemerintah Pusat untuk melakukan pembangunan RSUP.
“Jadi tanah itu sudah tercatat dalam dokumen negara Pemerintah Pusat. Intinya, demi kepentingan rakyat dan pelayanan kesehatan, maka Pemerintah akan lakukan upaya banding untuk mendapatkan keputusan dari Pengadilan Tinggi,” tandasnya. (*)