Oleh: Romo Hiro Nitsae
Injil Markus 4: 35 – 40
Teks injil hari ini mengajak kita untuk merefleksikan lebih jauh tentang kemahakuasaan Tuhan dan keraguan manusia
*Pertama*: Kemahakuasaan Tuhan. Yesus menunjukan kepada para Murid untuk memahami lebih dalam tentang ke-Mesias-an diri-Nya. Kekaguman para murid coba dibawa untuk tidak tercebur masuk dalam rasa kagum akan hal-hal yang terlihat tapi juga pada kenyataan bahwa Allah pun dapat berkarya _dalam diam_ pada diri manusia yang cemas tentang hidup dan dirinya.
Para Murid, sudah selalu bersama dengan Yesus dan mengetahui peristiwa kesembuhan yang dibuat-Nya. Juga ada begitu banyak peristiwa lain yang telah membuka mata para murid tentang Yesus yang mahakuasa. Tetapi di sinilah kita dapat memahami bahwa ternyata selalu ada alasan dari manusia untuk tetap mempertanyakan kemahakuasaan Tuhan dalam _situasi genting_ seseorang yang menyebut diri sebagai manusia.
Alasan manusia untuk mempertanyakan sesuatu pada Tuhan lantaran keterbatasan memahami rencana Tuhan.
Sekalipun terbatas dalam cara pandang, namun tiap manusia ( _red_ kita) harusnya menyadari bahwa karena keterbatasan, maka kita butuh pribadi lain yang tidak terbatas untuk mengatasi keterbatasan kita. Kemahakuasaan Tuhan tak bisa hanya dipahami dari cara pandang yang sangat terbatas dengan logika kita. Kita butuh iman yang total pada-Nya.
*Kedua*: Keraguan Kita. Kita adalah orang yang di satu sisi selalu optimis. Namun di sisi lain selalu juga pesimistik dalam dan tentang diri. Puncak dari sikap pesimis kita adalah membangun kekecewaan dan keraguan pada Tuhan. Salah satu alasannya adalah karena kita beranggapan Tuhan tidak berkenan menolong kita. Teks injil ini adalah salah satu bukti bahwa para murid sekalipun keseharian selalu ada bersama dengan Yesus tapi tidak jadi jaminan mereka serta merta percaya pada Yesus. Ketika mereka digoncang badai, dan Yesus tertidur mereka mulai membangun opini sepihak: Seolah Tuhan lepas tangan, Tuhan tidak adil. Tuhan beginilah. Tuhan begitulah.
Pada akhirnya kita dapat memahami bahwa dalam situasi tapal batas kemampuan manusia, kita cenderung gegabah mengambil kebijakan nilai hidup, kita kadang membuat opini sesuka hati, kita kadang tidak pernah mengoreksi diri. Kita malah menyalahkan Tuhan karena kita berpikir Yesus _tidur_. Yesus tidak peduli. Yesus masa bodoh dengan fakta hidup yang kita alami.
Cuma satu hal yang diminta Yesus dari kita yang dibuat dalam pertanyaan? Mengapa kalian tidak percaya? Percaya itu butuh tindakan konkrit agar tidak menjadi pribadi yang pincang dalam memaknai Tuhan yang tak pernah pincang mencintai kita.***