Oleh: Hilarius Darson
Dalam dunia kontemporer ini, pemberian informasi melalui media sosial dan media massa sangat efektif. Semua orang memberikan informasi hanya dengan menulis pesan atau status, baik di facebook maupun media sejenisnya. Selain itu, banyak orang juga memberikan informasi dan gagasan yang cemerlang ke muka publik dengan cara menulis di media massa.
Namun, dalam struktur kalimat di media sosial dan media massa kerap ditemukan kesalahan dalam hal penulisan, baik penulisan kata maupun frasa. Dua kesalahan yang paling sering ditemukan ialah kesalahan penempatan awalan di dan penempatan kata depan di.
Awalan di yang sebenarnya ditulis serangkai dan membentuk satu kata dengan kata lain, sering kali ditulis terpisah. Sebaliknya, kata depan di yang sebenarnya ditulis terpisah, sering kali ditulis serangkai dan berbentuk satu kata dengan kata lain. Kesalahan ini terjadi disebabkan karena penulis yang kurang paham tentang di sebagai awalan dan di sebagai kata depan.
Dalam penulisan awalan di, sebenarnya tidak berbeda dengan awalan (prefiks) yang lain. Misalnya, awalan ke-, me-, ter-, dan lain-lain, yang ditulis jadi satu kata dengan kata lain/ kata berada di belakangnya. Begitu pula dengan kata depan di, tidak berbeda dengan kata depan lainnya. Misalnya, kata depan pada, dari, oleh, dan lain-lain yang ditulis terpisah dengan kata lainnya.
Mengapa awalan di dan kata depan di kerap salah dalam penulisannya? Hal penting yang perlu kita ketahui ialah bagaimana cara membedakan di sebagai awalan dan di sebagai kata depan? Dengan mengetahui perbedaan di awalan dan di kata depan, kita dapat memahaminya dengan benar dan dapat menggunakannya secara tepat.
Namun, sebaliknya jika kita tidak memahami perbedaan itu, kita akan tetap salah dalam menulisnya. Untuk itu, di sini akan dijelaskan bagaimana mengidentifikasi di sebagai awalan dan di sebagai kata depan.
Pertama, di sebagai awalan. Di dikatakan sebagai awalan apabila dia ada bersama kata kerja dasar (verba). Awalan di dengan kata kerja dasar itu ditulis menjadi satu kata sehingga membentuk kata turunan dari kata dasar tersebut, yaitu kata kerja pasif. Misalnya, di (awalan) dan minum (kata kerja). Awalan di mesti ditulis menjadi satu kata dengan kata dasar minum, menjadi kata turunan diminum (kata kerja pasif).
Kata yang dilekatkan dengan awalan di disebut kata kerja berimbuhan. Awalan di memiliki makna apabila dilekatkan pada kata lain. Fungsi utama awalan di ialah untuk membentuk kata kerja pasif.
Kedua, di sebagai kata depan. Di dikatakan sebagai kata depan apabila dia berada dengan kelas kata benda (nomina) yang mengikutinya. Di sebagai kata depan dengan kata benda yang mengikutinya membentuk sebuah frasa.
Oleh karena itu, bentuk di dengan kata benda yang mengikutinya mesti ditulis secara terpisah. Misalnya, di (kata depan) dan rumah (kata benda). Kedua kata ini ditulis secara terpisah menjadi frasa di rumah (frasa preposisional) bukan kata dirumah. Kata depan di akan memiliki makna bila berbentuk frasa. Dan, kata depan di biasanya berfungsi sebagai keterangan tempat atau lokasi.
Dengan demikian, kita dapat melihat bagaimana perbedaan di sebagai awalan dan di sebagai kata depan yang kerap sulit dibedakan sehingga menimbulkan kesalahan dalam pemakaiannya.
Di bawah ini ada sebuah kutipan yang mengandung bentuk di. Tulisan tersebut ditemukan dari sebuah media massa yang enggan penulis sebutkan namanya.
“Seperti yang di lansir dari media Matanews.net. Sekretaris Daerah NTT, Benediktus … mengatakan, guru dan tenaga kependidikan…
Dalam kutipan berita di atas, terdapat penggunaan bentuk di yang diikuti oleh kata lansir. Apakah penulisannya benar? Untuk mengetahui itu, hal yang perlu dipahami adalah bentuk di di atas sebagai kata depan atau awalan?
Terlebih dahulu kita melihat kata yang mengikuti di belakangnya, apakah termasuk kelas kata benda atau kata kerja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata lansir merupakan jenis verba atau kata kerja.
Kembali lagi pada konsepnya, bahwa di yang diikuti oleh kata kerja merupakan bentuk awalan. Maka di di atas berkedudukan sebagai awalan. Dengan demikian, di sebagai awalan mesti ditulis sambung dengan kata yang berada di belakangnya, yaitu kata lansir. Penulisan yang benar ialah dilansir. Pada umumnya, awalan di berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif. Jadi, penulisan bentuk di dalam kutipan di atas tidak tepat atau salah.
Selain kutipan di atas, di bawah ini juga terdapat kutipan berita yang mengandung bentuk di. Kutipan tersebut juga diambil dari sebuah media massa daring yang enggan pula disebutkan namanya.
Pantauan …com senin siang dilokasi banyak material berupa tanah dan batu-batu besar tertimbun dibadan jalan, tak hanya tanah yang tertimbun, jalan lapen tersebut juga sudah rusak parah.
Dalam kutipan di atas, terdapat dua bentuk di. Untuk mengidentifikasi bentuk di sebagai kata depan atau sebagai awalan, kita lihat kelas/ jenis kata yang mengikutinya. Pertama, lokasi. Mengacu pada KBBI, Lokasi merupakan jenis kata benda (nomina).
Pada umumnya, bentuk di yang diikuti oleh kata benda merupakan kata depan. Maka bentuk dalam kutipan tersebut merupakan kata depan yang berfungsi sebagai keterangan tempat lokatif. Lalu apakah penempatan bentuk di dalam kutipan itu benar? Tentu salah. Penulisan yang tepat mesti menjadi frasa di lokasi, bukan kata dilokasi.
Demikian pun yang kedua, di yang ditulis satu kata dengan kata badan. Dengan tetap mengacu pada KBBI, kata badan merupakan kelas kata benda (nomina). Bentuk di yang diikuti oleh kata benda merupakan kata depan. Kedudukan di sebagai kata depan berfungsi sebagai keterangan tempat. Jadi, penulisan yang tepat ialah frasa di badan, bukan kata dibadan.
Dengan demikian, dapat dijelaskan sekali lagi, bahwa penulisannya di sebagai awalan mesti serangkai dengan kata kerja di belakangnya sehingga membentuk satu kata turunan dari kata tersebut. Bentuk di sebagai awalan berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif.
Sedangkan bentuk di sebagai kata depan berfungsi sebagai keterangan tempat. Bentuk di dikatakan sebagai kata depan apabila diikuti oleh kata benda. Penulisannya mesti terpisah dengan kata yang mengikutinya sehinga membentuk sebuah frasa. Frasa yang mengandung kata depan ini biasanya disebut sebagai frasa preposisional.
Kembali pada dua tulisan yang dikutip di atas, sangat disayangkan. Dikatakan demikian, karena di bagian bawah tubuh tulisan itu tercantum dengan jelas nama editor yang mengedit tulisan tersebut. Meskipun sudah diedit, tetapi masih salah. Tidak bisa dibayangkan seandainya tidak diedit.
Seandainya pula kesalahan ini ditemukan dalam media sosial seperti Facebook, mungkin tidak jadi soal berat. Sebab, penerbitan tulisan di media sosial hanya melalui pertimbangan pribadi pemilik akun atau penulis.
Kesalahan dalam penggunaan awalan di dan kata depan di memang kerap disepelekan, baik oleh penulis sendiri maupun oleh redaktur. Kesalahan semacam ini memang kecil, namun akibatnya sangat fatal. Terutama pengaruhnya terhadap pembaca.
Dosen saya pernah bilang bahwa ia punya sensitivitas tinggi terhadap kesalahan hal kecil semacam itu. Ketika ia menemukan kesalahan semacam itu dalam tulisan mahasiswa, semangat membacanya akan hilang seketika dan sudah pasti tidak akan membacanya lagi.
Demikian halnya dalam membaca tulisan media massa, pembaca akan kehilangan nafsu membaca apabila menemukan kesalahan kecil yang kasat mata. Apalagi pembaca yang punya sensitivitas tinggi terhadap kesalahan semacam itu. Sangat disayangkan, apabila tulisan dengan tema menarik serta gagasan yang cemerlang, tiba-tiba diabaikan oleh pembaca hanya karena kesalahan-kesalahan kecil semacam itu.
Bagi para penulis, sebaiknya jangan bersikap buru-buru dalam menghasilkan tulisan. Menulislah dan perhatikan kata demi kata, jangan biarkan kesalahan kecil seperti kesalahan penempatan awalan di dan kata depan di, juga kesalahan aspek formal yang kasat mata pada umumnya.
Jadikanlah media sosial, facebook dan sejenisnya sebagai media ekspresi dan penyebarluasan informasi yang menggunakan bahasa tulis secara tepat. Dengan demikian kita bisa dan terbiasa dalam berbahasa tulis yang benar.*