Ruteng, Koranntt.com – Ketekunan dan keuletan telah membawa Anton Murtopin (36) menjadi seorang pengusaha mebel ternama di Ruteng, Nusa Tenggara Timur dengan meraih omzet hingga puluhan juta rupiah per tahunnya.
Anton merupakan seorang guru swasta di SMAK Setia Bhakti Ruteng, yang memanfaatkan waktu luangnya dengan membuka bengkel mebel sebagai usaha sampingannya.
Ia mengisahkan, setelah menyelesaikan studinya di Universitas Widia Madira Kupang Tahun 2008 silam, ia menganggur selama 4 bulan, sebelum bekerja dan belajar menjadi sorang tukang di bengkel milik kakak sepupunya.
“Waktu itu saya kerja iklas dengan tujuan ingin belajar. Sehingga saya di izinkan menggunakan peralatan dan bekerja sesuai yang dikehendaki. Waktu istirahat pun saya gunakan untuk belajar,” ungkap Anton kepada awak media ini.
Menurutnya, bekerja menjadi seorang tukang mebel merupakan keinginan dan cita-cita yang disenanginya sejak masih berusia 6 tahun. Namun ia mengaku tidak begitu mendalami profesi tersebut, karena latar belakangnya adalah seorang Sarjana Filsafat.
“Saya hobi sejak usia 6 tahun, karena lingkungan sekitar juga banyak bengkel mebel jadi sangat mendukung. Selain itu, saya juga belajar dari seorang Pendeta Gereja Pentekosta di Lembor, yang mampu beli tanah dan membuat rumah dari hasil kerjanya itu,” tutur Anton.
Selain bekerja di bengkel milik kakanya, ia juga menyempatkan diri untuk belajar menjadi tukang bangunan di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, sebelum diterima di SMAK Setia Bahkti Ruteng tahun 2009.
“Saat itu saya kerja bangunan bersama orang Jawa di lokasi dekat bandara. Saya kerja ayak pasir, pasang batu bata, campur semen hingga pasang keramik,” kata dia.
Sambil bekerja, Anton memasukan lamarannya di SMAK Setia Bahki, dan selang dua hari, dia diterima menjadi salah satu guru di sekolah tersebut. Menurutnya, menjadi seorang guru hanya mengupdate kembali pengetahuan yang pernah didapatkan di bangku kuliah.
“Setelah pulang sekolah, saya tetap menjalani profesi saya sebagai seorang tukang mebel, artinya mencari peluang lain sehingga kebutuhan saya bisa terpenuhi. Karena gaji saya hanya Rp 750.000 rupiah per bulan,” terangnya.
Menurut Anton, tidak perlu merantau ke pulau Jawa untuk kursus belajar menjadi seorang tukang mebel. Cukup mencari pengalaman dan belajar di tanah kelahiran sendiri dari orang Jawa yang merantau ke NTT.
“Banyak orang merantau dan menghabiskan banyak uang untuk mengetahui apa yang bisa kita belajar di daerah sendiri. Buktinya saya, bisa menghasilkan banyak kerajinan yang bagus, hasil belajar dari teman-teman orang Jawa di sini,” kata Anton.
Dari pengalaman belajarnya, kini Anton dapat menciptakan beragam model kerajinan dengan memanfaatkan bahan-bahan kayu yang dianggap tidak lagi bermanfaat.
“Saya manfaatkan dahan kayu dan akar kayu yang dianggap tidak berguna untuk diberdayakan dengan berbagai model, dan omzetnya mencapai puluhan juta per tahun,” ungkapnya.
Untuk proses pengerjaan, Anton menjelaskan, ia bisa mengambil contoh gambar dari google dan contoh pengerjaan merujuk pada youtube.
“Karena kebanyakan model saya ambil dari luar negeri ditambah dengan hiasan atau action kalau dalam bahasa mablenya yang saya sendiri terapkan supaya lebih menarik hasilnya,”ujarnya
Usaha tersebut digeluti sejak tahun 2009 di rumahnya dengan menerima pesanan berskala kecil. Ia juga memilih tidak pernah mengiklankan usahanya, karena khawatir pelanggan tidak puas setelah pesanan selesai dikerjakan.
“Jadi ketika orang pesan baru dikerjakan, sehingga terjadi rantai informasi dari orang ke orang. Sekarang sudah banyak yang pesan, termasuk kebutuhan bangunan mebel di hotel, pesanan dari luar Manggarai Barat, Manggarai Timur seperti Kidcenset yang dipesan seorang Kepala Dinas,” jelasnya.
Untuk kepuasan pelanggan, kata Anton, pasti ada plus minus yang harus diterima menjadi berkat dan rahamat. Kritikan menurutnya, sangat penting untuk membuatnya terus meningkatkan kemampuan.
Untuk melancarkan usahanya, Anton mempekrjakan dua orang adiknya yang masih duduk di bangku kuliah Unika St. Paulus Ruteng, karena mereka memiliki banyak waktu luang. Usaha tersebut juga dipersiapkan untuk adiknya di kemudian hari.
“Jadi mereka itu partner kerja, karena mereka juga mau belajar. Hasilnya nanti akan dibagi kepada mereka, termasuk salah satu adik yang sudah putus kuliah. Ini juga saya persiapkan untuk mereka sehingga nanti punya mata pencaharian meskipun tidak di kantor,” ungkapnya.
Ia berpesan bahwa, ijaza hanya sebuah bukti bahwa seorang telah menyelesaikan studinya. Bukan bukti bahwa telah sukses menjalani hidup.
“Sehingga saya mengajak generasi muda untuk terus bekerja keras dan berusaha. Kalau ada orang muda yang membuat hidupnya tidak berharga, melakukan hal-hal yang tidak potensial bagi masa depannya, saya pikir itu harus dihentikan. Tidak perlu gengsi dalam memulai pekerjaan yang sederhana,” imbuhnya. (YH/AB/KN)