Tarif Baru TNK Berpotensi Turunkan Minat Wisatawan ke Labuan Bajo

Kenaikan harga tiket TNK di Pulau Padar dan Komodo melonjak derastis, dari harga semula Rp150 ribu rupiah, menjadi Rp3.75 juta per orang.

Stefanus Gandi (Foto: Yhono Hande)

Ruteng, KN – Tarif baru masuk kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) resmi diberlakukan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) per 1 Agustus 2022 kemarin.

Kenaikan harga tiket TNK di Pulau Padar dan Komodo melonjak derastis, dari harga semula Rp150 ribu rupiah, menjadi Rp3.75 juta per orang.

Kebijakan Pemprov NTT menaikan tarif masuk TNK kemudian menua pro kontra dan mendapat penolakan keras dari masyarakat, khususnya para pelaku usaha di lokasi TNK.

Direktur Stefanus Gandi Institut, Stefanus Gandi, ikut berkomentar, terkait kebijakan Pemprov NTT menaikan tarif di TN Komodo, yang dinilai sangat mencekik leher rakyat dan berpitensi mengungi minat wisatawan.

Dia menegaskan, kenaikan harga tiket merupakan bentuk kebijakan yang kental dengan nuansa otoritarianisme tanpa memperhatikan dampak ekosistem pariwisata di Labuan Bajo.

“Secara langsung, pemaksaab kebijakan harga tiket ini membuat kunjungan wisata akan menurun derastis,” ujar Stefanus Gandut kepada wartawan, Selasa 2 Agustus 2022.

BACA JUGA:  KKN-PPM UGM Sosialisasi Cara Mengoptimalkan Limba Batok Kelapa di NTT

Kebijakan ini, kata Gandut, sangat kontra dengan tagline kawasan pariwisata super premium Labuan Bajo, yang pada akhirnya menghilangkan animo pelancong untuk berwisata ke Labuan Bajo.

“Jangan lupa bahwa maksud dan tujuan pembangunan infrastruktur pariwisata yang begitu besar di Labuan Bajo adalah untuk meningkatkan PAD serta kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan,” jelasnya.

Ia menegaskan, jika kemudian terjadi penurunan kunjungan wisatawan akibat kenaikan tarif di Taman Nasional Komodo (TNK), maka tentu menjadi sebuah lelucon yang menggelikan.

“Harusnya, pemberlakuan tarif masuk kawasan strategis seperti TNK didahului dengan sosialisasi berjenjang dan masa transisi yang cukup,” terangnya.

Sosialisasi dinilai penting, agar tour operator bisa menyampaikan kepada pasar atau market terkait perubahan biaya atau tarif masu ke TNK.

“Sangat disayangkan dengan kebijakan yang dipaksakan. Akibatnya adalah adanya gelombang penolakan dari perwakilan tour operator,” tandasnya.(*)