Bisnis  

Menggali Makna di Balik Pernyataan Piet Jemadu Tentang Bank NTT

Petrus E. Jemadu (Foto: Ama Beding)

Kupang, KN – Pengamat hukum perbankan Petrus E. Jemadu kembali menyampaikan penegasan terkait terminologi ‘Selamatkan Bank NTT’ yang ia sampakan beberapa waktu silam.

Ia menegaskan, banyak orang salah mengartikan terminologi ‘Selamatkan Bank NTT’ dengan menilai bahwa Bank NTT sudah tidak sehat lagi. Padahal faktanya Bank NTT saat ini berada dalam keadaan sehat.

“Banyak orang kurang paham. Mereka pikir bank ini dalam keadaan berbahaya. Padahal bank ini dalam keadaan sehat, solven, cair, dan pembayaran kewajiban kepada deposan, debitur, transaksi setiap hari, dan dana di ATM semua lancar. Bank dalam kondisi sehat,” ujar Piet Jemadu kepada wartawan di Kupang, Minggu (5/5/2024).

Ia menjelaskan, yang dimaksudkan dengan pernyataannya bahwa ‘Bank NTT harus segera diselamatkan’ adalah berkaitan dengan permintaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu wajib menambah modal inti atau modal disetor atau modal inti minimum (MIM) sebesar Rp3 Triliun.

Penambahan modal disetor ini lahir dari situasi pasca Covid, dan merupakan strategi antisipasi dari OJK dalam bentuk penyanggah risiko atau risk buffer. Jika permintaan OJK ini tidak dilaksanakan, maka ada sanksi dari OJK yang harus diterima.

“Saya mau sampaikan kepada masyarakat, bahwa bank anda Bank NTT dalam keadaan baik-baik saja. Jadi bahasanya jangan dikategorikan negatif seolah-olah bank ini dalam keadan tidak baik. Itu tidak boleh. Bank ini baik-baik saja, tapi perlu tindakan-tindakan antisipatif,” ujarnya.

Piet Jemadu menegaskan, penambahan modal disetor sebesar Rp3 Triliun juga akan membuat bank menjadi lebih kuat. Karena tujuan OJK menambah modal disetor, adalah untuk menyanggah risiko, dan meningkatkan daya tahan bank apabila terjadi goncangan-goncangan sektor keuangan.

“Kita tahu bahwa pada level geopolitik terjadi transisi kekuasaan di Indonesia. Pasar uang maupun pasar modal masih wait and see terhadap sepak terjang pemerintah baru. Belum lagi tekanan peningkatan ekskalasi perang di mana-mana yang diberitakan secara global, maka akan berpengaruh. Karena kita tidak hidup diri sendiri. Gangguan di negara lain berpengaruh pada kita,” terangnya.

“Jadi daya tahan Bank NTT maksud saya masih baik, tetapi memang harus mengikuti saran-saran yang penting dari otoritas. Karena otoritas paling bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup ekonomi Indonesia, dan pembangunan usaha perbankan, karena pembangunan usaha perbankan berhadapan langsung dengan kehidupan negara dan rakyat,” sambungnya.

Jemadu menilai, depedensi atau ketergantungan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan sangat tinggi, terutama masyarakat perkotaan. Tidak lagi pada struktur agraris, tapi pada sektor jasa, terutama jasa keuangan.

Terkait laba Bank NTT yang dinilai terus menurun, Piet menilai Covid sangat berpengaruh terhadap bisnis sebuah lembaga perbankan di Indonesia.

“Faktor utama itu faktor krisis Covid dan pasca Covid. Sehingga bank harus survive kembali dari persoalan kredit macet, terutama di sektor-sektor jasa keuangan. Karena pasca Covid banyak usaha jasa mati, seperti rental mobil, jasa salon, restoran, hotel-hotel, dan hiburan. Ini semua mengalami masalah kredit. Pasca Covid dia membutuhkan modal baru untuk survive dan bangkit kembali. Dan itu ada tantangannya,” tutur Piet Jemadu. 

BACA JUGA:  Pempus Diminta Serius Perjuangkan Ganti Rugi Kasus Tumpahan Minyak Montara

Ia menyatakan, selain faktor Covid, ada juga faktor manajemen yang mempengaruhi penurunan laba, tetapi yang paling dominan adalah faktor krisis Covid dan pasca Covid.

“Saya rasa pemegang saham juga melakukan evaluasi setiap tahun. Pada saat kepemimpinan Viktor Laiskodat juga dievaluasi. Itu bagus. Hanya rumor dan isu tentang perbankan sangat sensitif. Kalau isu negatif terlalu banyak diberitakan, itu bank bisa terluka. Orang bilang bisa blooding. Tapi kondisi bank NTT masih profit dan feasible. Artinya bank belum merugi,” tegasnya.

Bank NTT Tumbuh Positif

Untuk diketahui, Bank NTT setiap tahun terus mencatat pertumbuhan positif. Hingga 27 Desember 2023, asset Bank NTT mencapai Rp16.92 Triliun. Selain asset, Dana Pihak Ketiga atau DPK Bank NTT juga meningkat menjadi Rp12.61 Triliun, Giro Rp2.37 Triliun, Tabungan Rp3.85 Triliun, Deposito Rp6.38 Triliun, Kredit Rp12.55 Triliun, LDR Rp99.52% serta laba sebelum pajak mencapai Rp146 Miliar.

Untuk memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah, Bank NTT saat ini memiliki 33 unit mesin CRM, 215 unit mesin ATM, 17.995 unit merchant QRIS, 1.187 unit EDC Merchant, 8.223 agen Di@ Bis@, 1.793 agen laku pandai, 119.929 pengguna B-Pung Mobile, serta 8 kas titipan BI, dan 3 unit money changer.

Hingga saat ini, layanan jaringan kantor Bank NTT yang tersebar di seluruh wilayah NTT sebanyak 218 jaringan kantor yang terdiri dari 1 Kantor Pusat, 23 Kantor Cabang, 46 Kantor Cabang Pembantu, 116 Kantor Fungsional, 25 PP, dan 8 Kas Mobil.

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan profit dan produktivitas kantor Bank NTT, telah dilakukan penataan layanan bisnis pada 116 kantor Fungsional Bank NTT yaitu 39 Kantor Fungsional Layanan Dana dan 77 Kantor Fungsional Layanan Kredit.

Dengan pertumbuhan positif ini, Bank NTT tinggal menunggu izin prinsip dari Pj Gubernur NTT Ayodhia Kalake untuk membentuk Kelompok Usaha Bank (KUB) bersama Bank DKI, guna memenuhi permintaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pemenuhan MIM atau Modal Inti Minimum Rp3 Triliun.

Modal inti minimum yang ada di Bank NTT saat ini sudah terkumpul Rp2,4 Triliun lebih. Hanya butuh Rp641Miliar untuk memenuhi modal inti Rp3 Triliun pada 31 Desember 2023.

Itu mengapa, izin prinsip dari Pj Gubernur NTT sangat penting. Karena izin prinsip ini akan menentukan keberlanjutan proses pembentukan KUB Bank NTT bersama Bank DKI.

Due diligent, audit, dan penilaian saham serta aspek bidang usaha yang mau dikembangkan bersama Bank DKI, sangat bergantung pada izin prinsip dari Pj Gubernur NTT selaku pemegang saham mayoritas. (*)