Kehidupan Ekonomi Warga yang Memprihatinkan dan Tingginya Angka Stunting di Desa Sillu

Meri Foni (Foto: Ama Beding)

Oelamasi, KN – Senin 11 Desember 2023, rombongan Forum Koordinasi Jurnalis NTT bersama Tanoto Foundation dan BKKBN NTT menyambangi Desa Sillu.

Desa Sillu merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT, yang memiliki angka Stunting yang cukup tinggi.

Salah satu warga yang ditemui awak media adalah Meri Foni. Wanita berusia 43 tahun ini merupakan satu dari sejumlah ibu nivas atau pasca salin karena baru saja melahirkan anaknya yang ke-9.

Foni berbagi pengalaman mulai dari masa kehamilan hingga melahirkan sembilan orang anak. Dia menjelaskan tantangan ekonomi, di mana sulitnya mendapat gizi seimbang selama kehamilan.

Selain itu, tidak mengkonsumsi susu ibu hamil, juga menjadi masalah yang dihadapi selama masa kehamilan. Menurut dia, vitamin untuk ibu hamil hanya diterima, kalau dirinya menjalani pemeriksaan di Puskesmas.

“Selama hamil hanya makan nasi sama sayur saja. Ada uang baru bisa beli daging atau ikan. Susu untuk ibu hamil juga tidak ada sama sekali,” ujar Meri Foni kepada sejumlah awak media.

Pengalaman Foni melahirkan di rumah tanpa pendampingan tenaga medis menjadi refleksi dari situasi kesehatan masyarakat Desa Sillu.

Meskipun anak-anaknya lahir dengan kondisi normal dan sehat, keberadaan dukun beranak tetap menjadi solusi di saat keadaan mendesak.

“Dari 9 anak, hanya 1 orang anak yang lahir di rumah sakit,” ungkap Meri Foni yang mengaku, saat melahirkan di rumah ia dibantu oleh salah satu kerabat dekatnya.

Selain itu, kata Meri, bantuan dari pemerintah desa dan puskesmas pun sangat minim. Tidak adanya dukungan finansial maupun kesehatan seperti susu dan biskuit untuk ibu hamil itu membuatnya menjadi salah satu keluarga yang berisiko melahirkan anak Stunting.

BACA JUGA:  Seorang Perempuan di Manggarai Ditemukan Tak Bernyawa di dalam Kamar Tidur

“Dari pemerintah desa tidak ada bantuan apapun. Puskesmas sendiri juga tidak ada bantuan seperti susu dan biskuit pun tidak ada. Itu tidak pernah,” jelasnya.

“Nanti setelah lahiran baru pihak Puskesmas telepon untuk ke melakukan pemeriksaan kesehatan bayi dan ibu,” jelas Meri menambahkan.

Meri Foni menambahkan, ia bersama suaminya merupakan petani yang mencari nafkah dari hasil pertanian seperti pisang, ubi, jagung, dan sayur-sayuran.

Kondisi ekonominya pun jauh dari kata layak. Ia mengaku tidak memiliki jamban. Dengan kondisinya ini, Meri berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih, agar ke depan bantuan yang diberikan harus tepat sasaran khusus untuk keluarganya.

Sekretaris Desa Sillu Thomas Kake dalam sambutannya saat menerima tim Tanoto Foundation, BKKBN dan Forum Koordinasi Jurnalis NTT mengatakan, jumlah kasus Stunting di Desa Sillu mengalami penurunan.

Ia menyebut, pada tahun 2022, jumlah kasus Stunting di Desa Sillu mencapai 125 anak.

Namun tahun 2023 mengalami penurunan, sehingga saat ini tercatat 88 anak di Desa Sillu yang masih mengalami Stuntinng.

“Dapat kami sampaikan bahwa kasus Stunting di Desa Sillu tahun lalu adalah 125 anak. Sekarang Stunting turun jadi 88 anak,” ujar Thomas saat berdialog dengan sejumlah jurnalis.

Meski terjadi penurunan, Thomas mengakui bahwa angka penurunan Stunting di wilayahnya belum begitu signifikan. “Memang Stunting turun, tetapi belum signifikan,” ungkap Thomas.

Ia berharap, semoga ke depan banyak pihak bisa memberikan perhatian serius untuk membantu anak-anak maupun keluarga yang berisiko Stunting di Desa Sillu. (*)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS