Hukrim  

Kejati NTT Tahan Direktur PT SIM, Semuel Haning: Itu Langkah Tepat

Semuel Haning (Foto: Ama Beding)

Kupang, KN – Komisaris Utama PT Flobamor Dr. Semuel Haning, SH.,MH mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi NTT menahan Direktur PT. Sarana Investama Manggabar (SIM).

Menurutnya, perkara perdata gugatan PT SIM ke Gubernur NTT serta PT Flobamor dan proses hukum tindak pidana korupsi, adalah dua hal yang berbeda.

Pernyataan Semuel Haning ini membantah permintaan penangguhan penahanan terhadap Direktur PT SIM, dengan alasan perkara perdata PT SIM dan Pemprov NTT masih berlangsung di Pengadilan Negeri Kupang.

“Sebelum adanya gugatan kepada kami, pemerintah sudah melaporkan dugaan adanya perbuatan melawan hukum yaitu korupsi seperti yang tertuang di dalam temuan BPK RI,” kata Semuel Haning kepada wartawan, Jumat 4 Agustus 2023.

Menurut Semuel Haning, perkara tindak pidana korupsi yang menjerat Direktur PT SIM, tidak ada hubungannya dengan perkara perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Kupang.

Ia menyebut dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 1956 memang benar menegaskan perkara perdata didahulukan dari perkara pidana, jika melibatkan 2 pihak yang sama.

Tetapi aturan ini berlaku pada objek tanah yang memiliki 2 sertifikat yang sama, sehingga harus diuji di pengadilan negeri. Karena itu, proses pidana ditangguhkan untuk membuktikan kepemilikan tanah sesungguhnya.

Dengan demikian, Semuel Haning menegaskan, penahanan Direktur PT SIM sudah tepat, karena sejalan dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 25.

Aturan ini menyebut, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tipikor harus didahulukan dari perkara lain, guna penyelesaian secepatnya.

“Menurut saya bahwa Kejati NTT menetapkan tersangka yang diduga melakukan korupsi dalam kasus ini, saya pikir sudah tepat dan tidak melanggar aturan,” tegas Semuel Haning.

BACA JUGA:  Penemuan Mayat Terbakar di Liliba, Polisi Periksa DNA Orang Tua Sebastian Bokol

Ia menyampaikan proficiat kepada penyidik Kejati NTT yang begitu tegas dan tepat menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

“Mudah-mudahan kami yakin berkas perkara yang melibatkan PT SIM secepatnya diselesaikan untuk menemukan siapa yang paling bertanggungjawab,” pungkasnya.

Sebelumnya, BPK RI dalam temuannya menyayakan, PT SIM belum atau tidak membayar kontribusi selama 3 tahun berturut-turut sejak tahun 2015-2018.

BPK RI juga menyatakan, perhitungan kontribusi saat itu menggunakan Permenkeu No.33/PMK.06/2012 tentang tata cara pelaksanaan sewa BMN, sementara perjanjian BGS mengacu pada Permendagri No.19/2016 tentang Pengelolaan BUMD.

Selain itu, BPK RI juga menemukan kontribusi PT SIM jauh di bawah nilai kantribusi sebenarnya, sesuai metode perhitungan BGS.

BPK RI kemudian menyarankan PT SIM dan pemerintah Provinsi NTT untuk melakukan review dan renegosiasi perjanjian BGS. Namun PT SIM menolak menghadiri undangan untuk agenda review dan renegosiasi selama 5 kali.

Selanjutnya tanggal 16 Maret 2020, pemerintah Provinsi NTT melayangkan surat teguran atau somasi kepada PT SIM, karena tidak memiliki etikat baik untuk mereview dan merenegosiasi kerja sama.

Surat somasi berlaku selama 10 hari. Tetapi faktanya selama 10 hari masa somasi, PT SIM tidak menanggapi somasi.

Dengan demikian, berdasarkan hasil negosiasi yang mandek, pada tanggal 31 Maret 2020, pemerintah Provinsi NTT melakukan PHK terhadap PT SIM, serta menunjuk PT Flobamor mengelola hotel milik PT SIM. (*)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS