Kupang, KN – Manajemen Bank NTT memberikan kritik pedas, terhadap kerja-kerja jurnalistik di NTT yang menyimpang jauh dari kode etik, UU Pers, dan fungsi Pers.
Pers yang tidak profesional kerap menjalankan fungsi sebagai media yang mengabarkan berita bukan berdasarkan kebenaran, tapi berdasarkan tendensi pribadi.
Direktur Utama Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho menyebut, ada pemberitaan di sejumlah media yang terus diulang-ulang menggunakan materi yang sama.
Pemberitaan-pemberitaan tersebut, dilakukan tanpa verifikasi dan konfirmasi terhadap pihak-pihak yang berkompeten dalam hal ini internal Bank NTT, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bank Indonesia (BI), maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hasilnya, pemberitaan yang selalu diulang-ulang oleh media dan menggunakan narasumber yang sama tersebut, melenceng dan jauh dari kebenaran.
Terkait MTN, Dirut Bank NTT meminta kepada Pers untuk menulis sesuai fakta, bukan menggunakan opini. Pers diminta untuk mengecek langsung ke lamaan BPK. Di sana tidak termuat Kasus MTN, artinya temuan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Bank NTT.
“Judulnya hari ini lain, besok lain, isinya itu-itu aja terus. Temuan itu harus dibaca secara menyeluruh. Seluruh rekomendasi BPK sudah selesai ditindaklanjuti. Silahkan periksa di lamaan BPK, datanya sudah tidak ada karena sudah ditindaklanjuti. Tolong beritakan data yang benar, jangan bentuk opini, terus menggunakan itu menjadi sesuatu yang tidak halal,” tegas Dirut Bank NTT Alex Riwu Kaho dalam jumpa Pers bersama wartawan usai RUPS Bank NTT, Senin 20 Maret 2023.
Selain terkait data MTN di BPK yang sudah hilang, 2 kali RUPS Bank NTT juga sudah memutuskan, bahwa kerugian akibat MTN merupakan risiko bisnis perusahaan, dan upaya recovery terus dilakukan oleh bank dan 354 investor.
Dirut Bank NTT menjelaskan, sebelumnya Bank NTT melalui mantan Dirut Izhak Rihi telah bersurat ke BPK, bahwa investasi MTN telah dilakukan berdasarkan SOP yang berlaku. Sehingga tidak ada penyimpangan prosedur.
Surat berjudul Tanggapan Hasil Pemeriksaan yang ditujukan kepada BPK RI Perwakilan NTT itu ditandatangani oleh Izhak Eduard Rihi, dan dikirim pada tanggal 14 Januari 2020.
Meski demikian, pihaknya menghormati dinamika dan proses hukum yang sedang dilaksanakan di Kejaksaan Tinggi NTT, terkait investasi MTN. Walaupun terkait MTN, sudah ditegaskan oleh mantan Kajati NTT Yulianto, bahwa tidak ada temuan suap atau gratifikasi dalam investasi tersebut.
Terkait pemberitaan media masa, Dirut Alex bahkan menyebut, Bank NTT dan pengurusnya dianiaya dan dikriminalisasi oleh Pers, lewat pemberitaan-pemberitaan yang sepihak, dan jauh dari kebenaran.
“Kita selaku pengurus berterima kasih kepada pemegang saham, yang karena komitmennya memberikan berbagai dukungan, sehingga Bank NTT di tengah situasi sulit dan penuh tantangan, diterpa badai pemberitaan, bahkan dianiaya dan dikriminalisasi oleh teman-teman (Pers), tapi kita tidak usah balas. Kita buktikan dengan kerja-kerja yang benar dan tulus. Supaya energi kita jangan habis untuk membahas sesuatu yang tidak penting,” tegas Alex Riwu Kaho.
Ia menambahkan, secara internal, Bank NTT terus fokus pada pekerjaan, fokus pada tugas dan tanggung jawab. Pihaknya tidak ingin berbagi fokus pada hal-hal yang tidak menopang kinerja
Bank NTT membutuhkan efort, sumber daya yang luar biasa, komitmen dan loyalitas yang tinggi, untuk terus kuat menghadapi tantangan-tantangan yang ekstrim.
Sementara itu, Komisaris Utama Bank NTT Juvenile Djojana meminta dukungan dari segenap insan media, untuk memberitakan hal-hal positif soal Bank NTT.
“Karena kalau memberitakan negatif tanpa dasar, itu hati-hati sekali. Saya sampai dipanggil Pak Kapolda untuk mejelaskan hal ini (pemberitaan). Pak Kapolda sampai kaget mendengar penjelasan saya. Pak Kapolda tanya siapa saja media-medianya, karena media yang sama dan berulang-ulang terus. Tapi saya yakin media yang baik, selalu mengkonfirmasi dengan baik,” tegas Juvenile Djojana.
“Kami mohon, ke depannnya hati-hati pemberitaan. Jangan surat-surat dari OJK anda publikasi. Surat-surat kami internal anda publikasi. Itu melanggar loh. Dokumen rahasia Bank, apalagi dokumen rahasia negara,” pungkas Djojana. (*)