“Hal itu kemudian dianggap pemerintah sebagai satu pencemaran nama baik. Kalau pemerintah rasa dirugikan, maka harusnya lapor ke polisi. Bukan ke DPRD. Karena pencemaran adalah delik aduan murni tindak pidana,” terangnya.
“Tetapi yang terjadi adalah Bupati Amon Djobo melapor ke pihak pimpinan dan alat kelengkapan DPRD, kemudian 16 anggota DPRD Alor membuat aduan ke Badan Kehormatan,” tambahnya.
Dengan demikian, kata Marten, kliennya Enny Anggrek kemudian menggugat balik persoalan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang.
“Karena pihak yang seharusnya menggugat itu Bupati Amon Djobo dan Sekretaris Soni Alelang. Bukan DPRD. Jadi BK sebenarnya salah gunakan kewenangannya,” ungkapnya.
“Yang dilakukan BK itu merupakan kewenangan dari lembaga peradilan. Tetapi disini BK mengambil alih untuk mengadili Ketua DPRD Alor Enny Anggrek,” terangnya.
Dia menegaskan, ketika mengadili atau mengkalirfikasi, harus hadirkan ahli, untuk menjelaskan perbuatan kliennya Enny Anggrek masuk unsur tindak pidana atau bukan.
“Tetapi BK sendiri yang mengadili dan memutuskan. Itupun hanya dua dari tiga orang. Padahal, harusnya yang mengambil keputusan adalah ketua,” tegasnya.
Sekwan dan Sekda Alor Bertemu Gubernur NTT
Sekretaris Daerah (Sekda) dan Sekretaris Dewan (Sekwan) Alor dikabarkan sudah bertemu Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk percepat surat pemberhentian Enny Anggrek.
Menurut Marten Marue, prinsipnya adalah gugatan mereka terhadap objek sengketa, yaitu Badan Kehormatan (BK) Alor tahun 2022.
Sehingga, jika majelis hakim mengadili dan memutuskan bahwa keputusan BK itu tidak sah, maka dengan sendirinya seluruh tahapan termasuk keputusan Gubernur dinyatkan batal. Karena dasarnya itu keputusan BK.
“Apabila sejumlah objek sengketa tadi dibatalkan oleh PTUN melalui majelis yang mengadili gugatan, maka ada konsekuensi yaitu kami akan berproses ke pidana, karena di sana ada sejumlah acuan hukum yang sebenarnya tidak berlaku seperti yang di jelaskan Enny Anggrek yaitu Peraturan DPR Nomor 03 tahun 2019 tentang kode etik,” terangnya.
“Itu sebenarnya belum ada dan peraturan DPR Nomor 04 tahun 2019 tentang Tata Beracara BK belum ada tetapi dalam objek sengketa BK mengacu pada peraturan tersebut,” tambahnya.
Sehingga, dia menduga itu adalah sebuah pemalsuan dokumen dan pihaknya akan proses ke lembaga kepolisian. Kami sudah lapor ke Polda NTT. Harapan kami semua proses ini bisa berjalan sesuai hukum yang belaku,” pungkasnya.
Diketahui, Enny Anggrek ditemani tiga orang pengacaranya yakni Marthen Maure, Ferdi Pegho dan Victor Totos saat pemeriksaan ulang berkas di ruang Sidang 02 Kartika oleh Hakim dan dua Pengacara tergugat Marshe Radja. (Ratna/Veronika).