Pemda Manggarai dan PLN Ngotot Lanjutkan Proyek PLTP Ulumbu

Mereka terus berupaya untuk menyukseskan proyek itu, meski sudah mendapat penolakan dari warga setempat.

Pemda Manggarai dan PLN Ngotot Lanjutkan Proyek PLTP Ulumbu (Foto: Yhono Hande)

Ruteng, KN – Pro kontra perluasan proyek PLTP Ulumbu di wilayah Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai terus berlanjut.

Pemda Manggarai dan pihak PLN tetap pada pendirian. Mereka terus berupaya untuk menyukseskan proyek itu, meski sudah mendapat penolakan dari warga setempat.

Bahkan, keterlibatan pemerintah sangat masif, mulai tingkat desa, kecamatan hingga Pemda. Mereka berkomitmen memanfaatkan semua potensi panas bumi di Pulau Flores, termasuk di kawasan Poco Leok.

Mereka berdalih bahwa perluasan proyek PLTP Ulumbu merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai untuk memaksimalkan energi baru terbarukan (ETB).

Manager Perizinan dan Komunikasi PLN UIP Nusa Tenggara, Prapsakti Wahyudi  mengatakan, eksplorasi panas bumi di Poco Leok menjadi taruhan pemerintah untuk menjalankan komitmen di hadapan negara-negara G20 yang menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali beberapa waktu lalu.

“Bahwa pada tahun 2025, pemakaian energi yang ramah lingkungan adalah 23 persen,” ujar Wahyudi saat Konsultasi Publik di Lungar, Selasa 29 November 2022.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo tengah mendorong pengembangan EBT sebagai proyek strategis nasional melalui Perpres Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, dua hari sebelum perhelatan KTT G20.

Dia menjelaskan, eksplorasi geothermal, dinilai untuk mengurangi pemakaian listrik diesel dan mempercepat rasio elektrifikasi.

Apalagi, kata dia, ketergantungan terhadap pembangkit listrik tenaga diesel saat ini masih sangat tinggi, meskipun di wilayah Jawa sudah perlahan dimatikan demi mengurangi emisi karbon.

“Kami sudah dapat amanah dari presiden bahwa saat 100 tahun Indonesia merdeka, rasio elektrifikasi di Indonesia harus sudah 100 persen, dan itu menggunakan EBT,” pungkasnya.

Warga Desa Lungar, Simon Wajong yang hadir saat itu mengaku prihatin dengan rencana rencana perluasan PLTP Ulumbu. Mereka justru tidak percaya dengan janji PLN dan rayuan Pemda untuk meloloskan proyek itu.

“Lahan kami luas, dan masuk ke dalam kawasan PLTP Ulumbu. Apakah PLN bisa jamin warga Poco Leok, jika terjadi seperti lumpur Lapindo. Bagaimana tanggung jawab PLN,” tegas Simon.

Menurutnya, wilayah Poco Leok memiliki topografi yang rawan akan longsor. Sehingga mereka khawatir akan terjadi bencana, jika pekerjaan proyek PLTP Ulumbu dilanjutkan.

“Apakah kalau dilakukan pemboran tidak terjadi keruntuhan atau bencana gas beracun yang mengakibatkan kematian seluruh warga Poco Leok pedalaman,” jelasnya.

Di Ulumbu kata dia, sampai sekarang ada dua pemboran yang tidak bisa ditutup. Kalau pihak PLN bisa menjamin itu ditutup mungkin pihaknya bisa diskusi ulang untuk sepakat menyerahkan tanah.

“Karena akibat pemboran yang tidak ditutup, maka atap-atap rumah jadi hancur, karena sebelumnya tidak terjadi seperti itu. Selain itu ada penurunan produktifitas tanaman masyarakat,” terangnya.

Warga Nderu, Agustinus Tuju, mengatakan masyarakat Poco Leok adalah satu kesatuan, dan tidak bisa dipisahkan. Kepemilikan tanah di Poco Leok juga ada kaitan dengan adat. 

“Kami masyarakat Poco Leok tidak semua lahannya kena, bagaimana kontribusi pemerintah atau PLN kepada masyarakat yang lahannya tidak kena tapi dampaknya kena semua” ujar dia.

BACA JUGA:  Sentuhan Kasih Bupati Hery Nabit untuk ODGJ di Manggarai

Adrianus, Warga Lungar juga menyampaikan penolakan terhadap rencana perluasan PLTP Ulumbu. Menurutnya, di wilayah Poco Leok masih ada pro dan kontra, bahkan lebih banyak warga yang tidak setuju. 

“Kalau kita mau buat suatu berita acara tanpa kita berpikir dengan orang yang belum setuju, di sini saya merasa tidak adil. Karena kami semua yang di Poco Leok adalah orang yang terdampak,” katanya.

“Sehingga tunggu disepakati oleh semua masyarakat dulu, baru bisa buat suatu berita acara persetujuan masyarakat Poco Leok. Tidak bisa hanya perwakilan,” tambahnya.

Tokoh muda Poco Leok, Agustinus Sukarno, membeberkan sejumlah fakta kerusakan lingkungan, polusi udara, hingga korban nyawa yang terjadi di sejumlah tempat beroperasinya PLTP Ulumbu.

Ia menolak rencana pengembangan ke Poco Leok, dan mengingatkan pemerintah dan PLN tidak mengabaikan suara penolakan dari masyarakat setempat.

“Karena bagi masyarakat yang melepaskan tanahnya untuk pengembangan PLTP Ulumbu itu semuanya berada di Lingko. Lingko itu ruang hidup sehingga tidak boleh mengabaikan hak warga,” jelasnya.

Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda Manggarai, Yosep Mantara menjelaskan, bencana atau kecelakaan yang dikhawatirkan masyarakat merupakan hal biasa, karena faktor alam.

“Jadi bukan semata-mata karena adanya pengeboran geothermal. Kecelakaan bisa saja terjadi, tanpa ada pembangunan pun terjadi gempa bumi, terjadi longsor. Itu kan alami,” kata Yosep.

Sebenarnya, kata dia, yang berkepentingan langsung itu pemilik lahan. Namun masyarakat lain juga perlu tahu dan pahami bersama, supaya nanti dalam pelaksanaannya tidak terjadi berbeda pendapat.

“Semua bisa dikomunikasikan dengan baik. Saya melihat ada kekwatiran yang berlebihan. Kekwatiran itu tidak apa-apa. Namanya juga pendapat, tetapi perlu dikalrifikasi oleh ahli terutaman juga didampingi oleh pihak PLN,” ungkapnya.

Menurutnya, PLN  sudah berpengalaman dalam proyek gheotermal, sesuai dengan tugas PLN untuk menghasilkan listrik dari sumber dan potensi yang ada, untuk mendapat listrik yang cukup tetapi dengan biaya yang murah.

“Kalau kita menggunakan diesel itu mahal, karena bahan bakarnya mahal. Menggunakan batu bara juga mahal. Lalu apakah pembangunan listrik menggunakan diesel dan batu bara tidak ada dampaknya?,” tanya Yosep.

Ia juga menanggapi pernyataan para ahli yang mengatakan tidak bisa menjamin akan terjadi bencana, jika  proyek perluasan PLTP Ulumbu dilakukan.

“Ahli itu meneliti secara ilmiah, mereka bukan paranormal. Semua kita yang berkaitan dengan ilmiah tentunya dari data empirik yang sudah dikaji. Kajiannya juga pakai metode ilmiah,” katanya.

“Kita harus yakin kalau namanya ahli itu tentunya melakukan sesuatu itu berdasarkan kajian ilmiah. Bukan berdasarkan pikiran saja” tambah Yosep.

Ia menambahkan, semua pembangunan tentu ada resikonya, tetapi pemerintah memilih resiko yang paling kecil dan melalui perhitungan atau kajian. 

“Menurut saya sampai saat ini berjalan dengan baik. Hanya tinggal komunikasi bagi yang merasa menyangsikan, masih ada keragu-raguan, kekewatiran yang berlebihan. Komunikasikan itu tidak soal. Ruang untuk itukan ada,” tandasnya. (*)