Ruteng, KN – Masyarakat Desa Mocok Kecamatan Satarmese Kabupaten Manggarai menghadang petugas PLN dan unsur Pemerintah, yang tengah meninjau lokasi target proyek perluasan jaringan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.
Penghadangan ini ditengarai karena rencana PLTP Ulumbu yang ingin mengembangkan proyek eksplorasi panas bumi Unit 5 dan 6 di 3 Wilayah yang mencakup tiga desa, yakni Desa Lungar, Desa Mocok, dan Desa Wewo Kecamatan Satarmese Kabupaten Manggarai, NTT.
Sebelumnya pihak PLN mengaku telah melakukan pendekatan budaya atau adat seperti kegiatan tabe gendang dan kegiatan konsultatif dengan masyarakat, agar memahami latar belakang dan tujuan proyek serta dampak yang mungkin timbul, sehingga masyarakat tidak merasa khawatir.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan oleh Simon Wajong (57), warga Tere Desa Mocok, Kecamatan Satarmese. Ia mengaku tidak tahu sama sekali terkait informasi rencana pengembangan proyek eksplorasi panas bumi itu di wilayahnya.
“Saya dengar info ini baru tiga minggu lalu, dan waktu itu saya diinformasikan bahwa ada teman-teman PLN mau melakukan pengeboran. Bahkan mereka sudah melakukan percobaan pengeboran di wilayah saya,” ungkap Simon kepada Koranntt.com kepada wartawan belum lama ini.
Ia menjelaskan, setelah mendapatkan informasi tersebut, pihaknya langsung menuju kebun guna mengecek kebenaran informasi itu. Sayangnya petugas pengeboran yang dihadang warga sudah tidak ada di tempat.
“Di lahan saya terbukti ada bekas pengeboran, itu akhirnya saya marah. Saya bilang kalau saya ketemu di sini orangnya saya akan marah besar di sini bahkan saya usir dari sini,” katanya.
Menurutnya, selama ini tidak pernah ada koordinasi yang baik dari pihak PLN maupun pemerintah.
“Mereka tidak pernah koordinasi, juga tidak pernah menerima, surat baik dari saya maupun keluarga. Ternyata proses yang mereka jalani sudah lama, tanpa melibatkan kami, di situ saya kaget,” ungkapnya dengan nada kesal.
Simon mengaku akan tetap menolak rencana perluasan PLTP Ulumbu yang mencakup lahannya sebagai titik pemboran.
“Alasan dasar bagi saya bahwa ini merupakan tanah (wilayah) leluhur. Artinya leluhur kami lahir, tumbuh kecil hingga besar bahkan kubur di sini tidak mungkin kami lepas saja begitu, kami tidak mau berikan. Jadi untuk kami punya saya akan tetap menolak apalagi di lokasi ini jalan masuknya lewat kami punya wilayah kami tolak,” tegasnya.
Di sisi lain Simon juga mengulas dasar ia menolak proyek itu lantaran telah mempelajari dari berbagi banyak hal terkait kasus serupa yang berkaitan dengan PLTUP.
“Setelah saya mengikuti belakangan ini ternyata di Mbay juga mereka melakukan pembebasan itu dan sekarang setelah melakukan pemboran itu tidak jadi dan mereka lepas, kemudian ada peluang gas beracun muncul, begitu juga di Sumatera setelah mereka pemboran mereka lepas tidak ada hasilnya,” ulasnya
Dia khawatir gas beracun itu akan terjadi di wilayahnya, maka semua orang di pasti jadi korban nantinya.
“Sedangkan Ulumbu yang sekarang ini dampaknya hampir 75%. Hasil bumi mereka tidak ada sama sekali, kemudian seng
mereka cepat hancur dampaknya itu,” ujarnya.
Berbeda dengan Hendrikus Hadu (60), warga Ncamar Desa Lungar, yang dalam pemberitaan sebelumnya mengaku akan memberikan tanah mereka ke perusahan jika dibeli dengan harga sesuai.
Simon justru tidak akan memberikan sepenuhnya dalam artian menolak sama sekali atas lahan yang dimilikinya.
“Ganti rugi berapapun kami tidak akan izin, kita konsisten untuk tetap tolak,” tegasnya.
Soal pilihan yang disampaikan oleh pemerintah, pihaknya mengaku jika PAD dari Ulumbu itu tidak jelas. Hal itu ia ketahui usai menjabatnya sebagai anggota DPRD beberapa tahun silam.
Bahkan, Simon menyayangkan sikap Pemda yang selama ini sebagai garda terdepan dalam proyek ini. Kata dia, Pemda seharusnya menyelamatkan masyarakat bukan mempengaruhi.
“Saya mengimbau kepada masyarakat jangan memudah memberikan lahannya karena ini tanah leluhur. Jadi hati-hati jangan sampai leluhur yang mengadili orang yang memberikan lahan. Artinya ketika tanah itu diberikan sampai ratusan turunan itu tidak akan kembali ke kita, kita harus pikir dengan anak cucu kita,” tutupnya. (*)