Kupang, KN – Perusahan Tambak Garam PT. Inti Daya Kencana (IDK) di Desa Rabasa, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), telah mendapat restu dan dukungan dari pemerintah, tokoh masyarakat dan warga setempat untuk pembangunan tambak garam di wilayah Desa Rabasa.
Dukungan dari masyarakat merupakan bentuk terima kasih kepada PT. IDK, karena telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Malaka, dengan membuka lapangan pekerjaan, yang diprioritaskan bagi warga lokal.
Tokoh masyarakat Desa Rabasa, Greg Pius Nahak Atok, mengatakan, masyarakat sangat bersyukur dengan kehadiran PT. IDK di Kabupaten Malaka, karena telah berkontribusi besar dalam membantu kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat.
“Masyarakat Desa Rabasa sangat bersyukur, karena hadirnya PT. IDK sudah membantu kesulitan mereka. Selain itu, warga sudah merasakan manfaatnya, sehingga mereka sangat mendukung pembangunan tambak garam oleh PT. IDK,” ujar Greg, Senin 18 April 2022.
Menurutnya, proyek pembangunan tambak garam di Desa Rabasa oleh PT. IDK memiliki dampak dan manfaat sangat besar bagi masyarakat desa setempat. Seperti pembukaan lapangan kerja yang di prioritaskan bagi masyarakat lokal, dengan kuota mencapai 90 persen.
Selain itu, kata Greg Nahak, nilai tambah yang dirasakan warga setempat adalah pembangunan rumah layak huni, pengangkatan tenaga kerja tanpa ijazah, sehingga masyarakat dapat membiayai sekolah anaknya hingga perguruan tinggi, dan mendapatkan gelar sarjana.
“Dan dampak lain yang dirasakan seperti pembukaan jalan masuk ke desa oleh PT. IDK, jaringan listrik, pembangunan bantuan 13 gedung Paud di Kabupaten Malaka, serta bantuan pembangunan Kapela atau rumah ibadah,” jelasnya.
Ia menegaskan, konflik sengketa lahan yang muncul antara masyarakat Desa Rabasa dan PT. IDK, selaku pihak pengelolah lahan tambak garam diakibatkan adanya kepentingan politik dan para pengusaha proyek yang memprovokasi warga untuk menghambat proses pembangunan tambak garam di Desa Rabasa.
Greg Nahak kemudian menepis isu terkait pemberitaan di media sosial dan sejumlah media online, bahwa pembangunan tambak garam di Desa Rabasa sejaitnya telah merusak ekosistem dari hutan mangrove.
“Jadi berita-berita itu bohong dan tidak bisa dibuktikan. Karena sebenarnya itu tidak ada kerusakan hutan mangrove,” ungkap Greg.
PT. IDK justru bekerjasama dengan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Malaka dan sejumlah instasi terkait untuk berupaya menjaga ekosistem dari hutan mangrove.
“Jadi PT. IDK kerja sama dengan Pemda Malaka dan instansi terkait, berupaya untuk menjaga ekosistem hutan mangrove dengan melakukan bhakti sosial berupa penanaman pohon mangrove di pesisir pantai dan kawasan sekitar lahan tambak garam,” tegasnya.
Kehadiran PT. IDK di Desa Rabasa sangat berdampak bagi warga, dan memilki nilai positif yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh masyarakat, khususnya bagi warga yang kesulitan mencari lapangan pekerjaan.
“Karena masyarakat yang dulunya pengangguran dan tidak memiliki penghasilan, sekarang justru bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka, seperti makan, minum, dan menyekolahkan anak mereka,” jelasnya.
Dijelaskan Greg, sebagian besar masyarakat Desa Rabasa sangat mendukung pembangunan proyek tambak garam oleh PT. IDK di Desa Rabasa. Sementara yang menolak hanya sebagian kecil warga pemilik lahan.
“Kebanyakan yang menolak itu karena mereka yang memiliki kepentingan. Sementara warga yang tidak memiliki lahan juga ikut menolak, karena mereka berpikir tidak akan diangkat jadi tenaga kerja di PT. IDK,” terangnya.
Menurut Greg, lahan yang dikontrak PT. IDK di kawasan tambak garam memiliki luas empat hektar, dengan nilai kontrak Rp1,5 Juta per hektar selama sepuluh tahun.
“Kemudian keuntungan yang didapat pemilik lahan dan warga lokal adalah diberikan kesempatan untuk bekerja sebagai tenaga kerja sesuai kealihan dan ketrampilan yang dimiliki,” ungkap Greg.
Meski banyak pro kontra terkait pembangunan tambak garam, hingga saat ini proses pembangunan di lokasi tambak garam tetap berjalan seperti biasa.
“Walaupun banyak kendala yang membuat kegiatan ini terhambat karena pemberitaan atau isu terkait pengrusakan ekosistem alam, sengketa lahan, sebagian tanah yang masuk hutan lindung, dan kondisi alam atau cuaca yang membuat budi daya garam menjadi lambat,” tandasnya.
Untuk diketahui, lahan tambak garam yang berlokasi di Desa Rabasa, Kabupaten Malaka itu dulunya merupakan tanah yang dikuasai oleh raja atau tua adat. Kemudian tahun 1998, raja memberikan lahan itu kepada masyarakat untuk dikelolah, dan dijadikan hak milik hingga saat ini. (*)