Ruteng, KN – Keuskupan Ruteng menggelar peringatan Hari Pariwisata Sedunia yang jatuh pada tanggal 27 September di Lingko Meler, Kabupaten Manggarai.
Perwakilan Keuskupan Ruteng, RD. Inosensius Sutam, Pr menyampaikan, Keuskupan Ruteng mengajak seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif, untuk menjadikan momen tersebut sebagai ajang memperkuat hubungan antar manusia.
“Hari ini kita membuat sejarah, bahwa hari pariwisata sedunia diadakan di Meler. Sehingga lodok ini menjadi pusat, mikrokosmos dan juga makrokosmos. Itu simbolnya dan simbol-simbol macam begini itu juga menjadi kebanggaan orang Meler. Ini kan nanti akan diceritakan turun-temurun,” ungkap RD Ino di sela-sela kegiatan yang berlangsung di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai.
Ia menjelaskan, dalam filosofi Manggarai, ada yang namanya gendang one lingko peang, yang mana lingkonya difoto, sedangkan gendangnya tidak pernah dilihat.
“Jadi ini yang kita katakan bahwa kita jadi penonton. Ini yang orang katakan bahwa long ata lonto, lonto ata long. Tapi kan memang kita harus koordinasi. Kita tidak memprovokasi. Bagaimana membangun sinergi supaya semuanya mendapat untung dari lodok ini,” ungkapnya.
RD. Ino menyampaikan, gereja mengambil bagian dalam peringatan hari pariwisata sedunia, karena gereja secara internal mempertemukan orang-orang Katolik, dan gereja menjamin dialog internal dengan orang Katolik.
“Jadi bisa saja orang-orang Katolik di dunia datang di Flores ini. Artinya jaringan gereja ya, dan ini juga bisa memperkokoh iman kita,” ucapnya.
Kata RD. Ino, secara eksternal kita melihat bahwa pariwisata adalah perjumpaan dengan manusia tanpa batas tanpa kelas, dengan agama apa saja, dari mana saja di dunia.
“Dengan itu setiap destinasi wisata harus selalu menjadi rumah bhinneka tunggal Ika. Satu dalam banyak, banyak dalam satu. Ini visi gereja universalitas kemanusiaan,” ujaranya.
Dijelaskannya, jika dunia alam semesta ini harus yang diciptakan oleh satu Tuhan, maka itu adalah instrumen real yang mempersatukan manusia yang ada di dunia ini.
“Salah satu instrumen real global yang dapat mempertemukan semua orang adalah pariwisata. Dengan begitu manusia berjumpa budayanya, juga berjumpa komunitasnya, berjumpa agamanya, tanpa ada inter kulturalitas, multikulturalitas, inter religius, dan inter komunitas,” tutur RD. Ino.
Ia menjamin bahwa tidak akan ada benturan dalam proses pengembangan pariwisata di 3 Kabupaten di Manggarai.
“Untuk 3 Manggarai ini, ada konsep nation atau bangsa, state, dan negara. Jadi nation itu konsep komunitas, konsep kebudayaan, historis, dan afeksi. Dari konsep itu, 3 Manggarai ini memiliki satu nation karena kita memiliki satu budaya. Dan budaya Manggarai ada lebih dulu dari pada negara. Tetapi dari segi state tadi, administrasi politik itu memang tiga. Sehingga ke depan kita memang harus berkomitmen supaya mereka ini tetap satu dalam tiga, tiga dalam satu,” jelasnya.
Tidak hanya itu ia juga menambahkan, Labuan Bajo merupakan pintu besar sekaligus juga mercusuar yang menarik orang berkunjung ke Manggarai Barat.
Sementara di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur akan dikembangkan pariwisata budaya, agrowisata, ternak dan kerajinan.
“Dengan begitu, akan ada balance. Kita harus membangun optimisme. Tentu saja memang selalu ada kritik terhadap kegiatan-kegiatan begini. Tetapi satu hal bahwa kita harus mulai. Bahwa masih ada yang kurang ya, intinya kita bergerak. Jadi try and error, selalu ada jatuh bangun,” tutup RD. Ino.
Pantauan media ini, usai misa bersama, peringatan hari pariwisata sedunia juga diwarnai dengan berbagai tarian adat “Tiba Meka” dan beberapa tarian lainya yang pentaskan oleh Mahasiswi Unika Ruteng dan Orang Muda Kampung Meler, juga pertunjukkan berbagai hasil karya kreatif milik masyarakat Meler.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Shana Fatina, Kadis Pariwisata Kabupaten Manggarai Isfridus Buntanus, pelaku Pariwista serta sejumlah tokoh masyarakat kampung Meler. (*)