Oleh: Faustina F.N Andu
(Mahasiswa Semester 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Katolik St. Paulus Ruteng)
KKB Papua berawal dari aksi separatisme (dikenal sebagai OPM Papua sejak 1965) sekelompok masyarakat yang ingin memisahkan diri dari pemerintahan Indonesia dengan melakukan tindak kekerasan bersenjata. Entah apa yang meracuni pikiran mereka sehingga damaipun seperti sesuatu yang mahal untuk diperjuangkan. Indonesia memang negara yang tidak berideologi komunis bukan juga liberalis, kata dosen saya. Namun kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa tidak ada negara yang mampu mengendalikan rakyat sepenuhnya. Jika ada, 5% rakyat pun masih tergolong banyak.
Aksi KKB Papua mungkin bagian dari pengekspresian diri. Tetapi caranya salah. Mereka begitu gigih melakukan aksi dan setia menjalani misi. Tetapi jangan salah. KKB Papua memang terjadi di Papua bukan berarti seluruh masyarakat Papua menanggung dosa kelompok yang motifnya masih menjadi tanda tanya itu. Tanpa pandang bulu, ibarat ilalang mereka menebas siapapun yang mereka anggap menghalang.
Aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua ini sangat merugikan kesejahteraan dan kedamaian rakyat Indonesia khususnya masyarakat Papua. Masyarakat mengecam tindakan mereka yang sudah kelewat batas. Kita tahu kecaman saja tak bisa menghentikan mereka yang sudah ada sejak lama. Namun Indonesia dibentuk sebelum adanya KKB. Artinya, persatuan lebih lama bersarang dan masih kokoh walau terus berhadapan dengan aksi yang sama.
Banyak kerugian yang terjadi akibat ulah KKB di Papua. Tetapi penulis hanya akan membahas satu dampak yang menurut penulis cukup serius (tanpa mengesampingkan dampak serius lainnya) yaitu, Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua XX yang pelaksanaannya tinggal menghitung hari.
PON Papua XX sendiri seharusnya diadakan pada Oktober 2020 namun ditunda karena pandemi virus corona yang merajalela di tanah air. Selain itu, tenaga kerja dari luar Papua dan Negara-negara produsen yang mensuplai peralatan olahraga juga mengalami dampak yang sama. Penundaan dalam kurun waktu satu tahun merupakan waktu yang ideal untuk persiapan yang maksimal. Maka, PON Papua XX secara resmi akan dilaksanakan pada 2 Oktober hingga 15 Oktober 2021 mendatang.
Serangan KKB Papua yang bertubi-tubi seolah memaksa masyarakat untuk selalu terjaga bahwa mereka tak bisa ditinggal lelap. Kepastian penyelenggaran Pekan Olahraga Nasional masih terombang-ambing. Apakah PON akan tetapp dilaksanakan dalam situasi genting seperti ini? Khawatir pada apa yang akan dilakukan KKB jika PON Papua XX, masyarakat memberikan respon yang beragam . Ada yang setuju namun bersyarat, dan sebagian lagi tidak setuju namun bukan pemegang kuasa. Tapi Negara kita bukanlah sekedar penguasa tanpa norma. Rakyatnya pun diberi kuasa bebas berpendapat. Walau kadang bertentangan namun kita percaya masih ada terang di persimpangan.
Tampaknya, ancaman KKB tidak mempengaruhi putusan pelaksanaan event nasional tersebut. Hal itu dipastikan secara langsung oleh Presiden RI Jokowidodo yang menegaskan bahwa PON Papua XX akan tetap berlangsung sesuai jadwal. Ketika kalimat itu dikatakan orang nomor satu negara, maka tak perlu rakyatnya merasa cemas. Perkataan Pak Jokowi dapat jadikan pegangan bahwa keamanan PON Papua XX akan terjamin. Terbukti dengan Panitia Besar PON yang juga menjamin keamanan para kontingen yang akan hadir dan memastikan lokasi-lokasi pertandingan bebas dari gangguan. Bekerja sama dengan Kementrian Koordinator Politik Hukum dan HAM, Panitia Besar PON telah melakukan pemetaan kemungkinan terjadinya resiko gangguan keamanan. Perencanaan sudah mendekati pelaksanaan. Persiapan tentunya tak perlu diragukan. Sekarang tergantung kita, percaya atau tidak.
Tapi janganlah kita lupa, hubungan kita dengan virus corona bukanlah simbiosis mutualisme. Kita para manusia sudah dirugikan sejak Maret 2020 lalu. Apakah sebaiknya kita menuntut balasan? Bagaimana mungkin, lawan kita seperti musuh di film Invisible Man. Tak terlihat namun mematikan. Mengingat para kontingen dan para staff akan diutus dari provinsi masing-masing, tentunya tidak ada niat untuk menambah kluster baru. Yang ada virus corona akan semakin merasa menang jika tidak dilawan. Oleh karena itu, kewajiban mematuhi protokol kesehatan tetap dilakukan. Walau para kontingen butuh menghirup lebih banyak udara tanpa disaring masker. Memang saat ini kebebasan bernafas kita sedang direnggut oleh setan mikroskop itu. Entah kapan dia pergi. Ketika datangpun taka da yang membukakan pintu.
Selain kewajiban menaati protokol kesehatan, keamanan semua pihak yang terlibat dalam Pekan Olahraga Papua XX juga diperkuat dengan penyuntikan vaksin beberapa bulan sebelum kegiatan berlangsung. Sehingga perlindungan 3 M dari luar akan dibantu dengan pertahanan vaksin di dalam tubuh. Walau vaksin tidak sanggup mengusir virus corona keluar dari pribumi, setidaknya berusaha untuk melawan sudah lebih dari cukup.
Pemerintah mesti tetap menjadi pihak yang mengalah. Mereka tentu juga sadar bahwa yang mereka hadapi adalah rakyatnya sendiri. Masalah KKB tidak bisa lakukan secara sembrono. Jika tidak ingin menimbulkan perang. Penugasan TNI dan Polri ke daerah selalu dibekali dengan strategi penangkapan yang matang serta rencana cadangan lainnya ketika terjadi serangan tidak terprediksi. Mereka menjalankan tugas dalam keadaan sadar akan resiko yang akan dihadapi. Tak tanggung-tanggung, ini tugas kenegaraan yang sudah diabdikan sejak janji pelantikan.
Keikutsertaan Pemerintah Daerah Papua sangat dibutuhkan. Kerja sama tim agar tercapaianya kedamaian cukup kuat untuk memadamkan jiwa nasionalis KKB yang telah lama hilang. Salah satunya dengan melakukan cara soft approach untuk merangkul tokoh-tokoh masyarakat yang disegani agar mau berdialog mencapai jalan keluar yang adil. Tetapi jika cara tersebut tidak mempan, terpaksa pemerintah harus lebih tegas menangani kasus tersebut. Mengingat KKB Papua telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, apalagi sampai ada korban jiwa.
Kasus KKB Papua boleh dikatakan kasus lama yang masih belum terlselesaikan hingga sekarang. Masyarakat kembali mengkritik pemerintah. Ada yang mengatakan, pemerintah masih terlalu lembut untuk menangani KKB. Sulitnya hidup di Negara ini. Rakyat ingin dimengerti, namun tak mampu memberi solusi. Padahal kenyataan di lapangan tidak sebanding sekedar memberikan komentar. Perkataan semacam itu hanya membawa efek yang buruk bagi pemerintah yang terus berjuang memberikan yang terbaik kepada rakyatnya. Pemerintah juga sekumpulan manusia yang memegang sedikit lebih banyak kuasa dibanding rakyat, dan tidak akan tercipta jika tanpa rakyat. Sebaiknya, kita masyarakat yang baik, harus mendukung usaha pemerintah yang sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Jika tidak, kita harus berusaha memberikan komentar yang tidak menyinggung tapi solutif.
Namun, penulis tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua. Bisa saja hal ini terjadi karena perlakuan diskriminasi dan rasis yang mereka rasakan ketika berada di rantauan atau bahkan di daerah mereka sendiri. Poin di paragraph ini sebenarnya mengenai apakah sikap kita terhadap perbedaan sudah termasuk dalam sikap menghargai atau tidak? Jika tidak, lakukan itu sekarang.
Andai KKB sikap KKB yang pantang menyerah merupakan suatu hal yang positif, negara pasti merasa terbantu. Namun sayang. Kita tidak punya mesin waktu untuk memperbaiki dari awal. Tetapi bisa memperbaiki pola pikir generasi muda agar tidak mudah memelihara racun yang juga perlahan membunuh diri sendiri. Pelaksanaan PON PAPUA XX menggambarkan bentuk kepercayaan pemerintah kepada masyarakat Papua untuk memperkuat tali persatuan antarsaudara sebangsa yang mengutamakan perlombaan kompetitif namun tetap sportif. Mengangkat moto “Torang Bisa” yang bukan sekedar kata. Tetapi juga memiliki makna. Penulis percaya bahwa setiap kata memiliki misteri yang tak dapat dihentikan pencariannya dengan kata paham. Terror KKB memang tak bisa dikendalikan, namun kita harus percaya pasti tetap ada jalan keluar.
Torang bisa! PON Papua XX tanpa ancaman KKB. (*)