Kupang, KN – Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) NTT bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi NTT, melaksanakan safari pendidikan untuk pertama kalinya di Kabupaten Lembata dan Alor.
Tujuan dari safari pendidikan adalah sinkronisasi dan harmonisasi tenaga kependidikan yang ada di sekolah-sekolah baik yang dikelola oleh Pemprov NTT, maupun Kementerian Agama.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi mengatakan, selama ini permintaan dan penyaluran para guru ternyata tidak sesuai sistem tata kelola.
Ada guru Kemenag yang mengajar di sekolah milik Pemprov NTT, dan sebaliknya guru dari Pemprov NTT, mengajar di sekolah Agama. Keberadaan guru yang tidak sesuai tata kelola ini, sangat berpengaruh terhadap kinerja dan tunjangan yang diberikan dari pemerintah.
“Kita mau harmonisasikan dan kita akan membuat laporan untuk diinformasikan kepada Bapak Gubernur tentang para guru yang saling numpang ini, sehingga mereka bisa kembali pada jalur yang benar,” jelasnya, Selasa 29 Juni 2021.
Menurutnya, tujuan harmonisasi dan sinkronisasi sekolah sangat berkaitan erat dengan sertifikasi dan kinerja para guru, serta mendorong jejaring pemantauan supervisi.
“Karena mayoritas sekolah-sekolah pengawas itu milik Pemprov NTT. Kemudian para guru, khususnya guru agama yang ada di Kabupaten/Kota sangat kesulitan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, pihaknya mendorong agar sekolah Kristen dan Katolik di NTT lebih banyak yang dinegerikan.
“Seperti MAN dan MTS kan dari dulu kita sudah dengar. Tetapi sekolah milik yayasan, Kristen atau SMA Swasta Katolik yang dinegerikan merupakan barang baru,” terang Kadis Linus Lusi.
Ia menjelaskan, pihaknya juga ingin memberikan motivasi, pembinaan ASN, informasi mutu, dan kebijakan pendidikan, yang dapat dimengerti oleh guru di bawah naungan Kemenag.
“Sehingga kepentingan daerah bisa tersalurkan. Karena sekolah hadir untuk kepentingan daerah. Dengan konsep ini, kita harap ada sumbangsih sekolah Kemenag setara SMA/SMK terhadap misi NTT Bangkit dan Sejahtera,” ungkapnya.
Kata Kadis Linus Lusi, program unggulan yang ada pada semua Bupati dan Wali Kota se-NTT, tidak boleh menjadi menara gading untuk diri mereka sendiri. “Tetapi dalam rangka kepentingan daerah pada sektor pembangunan di bidang pendidikan,” tambahnya.
Selain itu, kunjungan ke Kabupaten Alor dan Lembata adalah untuk mendata para guru yang berada di bawah naungan Pemprov NTT, maupun Kemenag.
“Jadi kita mendata guru kita, Kemenag juga mendata guru mereka dan akan dilaksanakan rapat terpadu bersama Bapak Gubernur, terkait arahnya seperti apa, sehingga dapat ditindaklanjuti secara teknis,” terangnya.
Kebijakan tersebut tentu dapat berpengaruh terhadap data base kepegawaian, sehingga ke depannya BKD akan menata kembali sistem kepegawaian ASN di NTT. “Ini yang akan menjadi sebuah parameter,” harapnya.
Kadis Linus Lusi menambahkan, dari semua guru ASN yang mengabdi pada sekolah-sekolah di NTT, banyak dari mereka merupakan sekolah yang dikelola oleh Dinas Pendidikan. Karena jumlah sekolah Kemenag sangat sedikit.
Namun, banyak juga guru PNS milik Kemenag, yang ada pada sekolah milik Pemprov NTT. Begitu pun sebaliknya, terdapat sebagian guru Pemprov yang ada di Kemenag.
“Seperti di MAN I Kalabahi, ada lima guru milik pemprov NTT yang ada di MAN . Kalau sertifikasi, mereka milik Kemenag, tetapi SK nya dikeluarkan Pemprov. Itu yang kita temukan di sana ketika bersilatuhrami dan sambil mendengar aspirasi dari mereka,” pungkasnya.
Sementara Kepala Bagian Tata Usaha sekaligus Plt. Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTT, H. Hasan Manuk M.Pd melalui Kasubag Humas, Yoseph Lengari, ST mengatakan, pihaknya mendapatkan sejumlah masalah di lapangan, ketika berkunjung ke sekolah-sekolah agama di Lembata dan Alor.
“Terdapat masalah yang memang benang merahnya belum tersambung baik. Karena kita harus membangun komunikasi dan harus tahu terkait nasib para guru yang ada di lapangan,” kata Yoseph Lengari kepada wartawan, Rabu 30 Juni 2021.
Ia menjelaskan, sejak otonomi, Kementerian Agama tidak lagi melakukan perekrutan terhadap guru-guru di bidang agama, karena pengangkatan guru agama berada di bawah naungan Pemerintah Daerah.
“Itu untuk agama Kristen dan Katolik,” terangnya. Sementara bagi guru pendidikan agama Islam, tergantung pada formasi. Itu biasanya berada pada madrasah-madrasah negeri,” jelas Yoseph menambahkan.
Terkait tunjangan, Kementerian Agama sedang membiayai sejumlah guru pendidikan Katolik, Kristen dan Islam yang sudah tersertifikasi, dan berada di bawah naungan Disdikbud. Mereka akan dibayar setiap bulan sesuai jumlah jam mengajar.
“Jadi, sebenarnya kerja sama antara Kemenag dan Disdikbud ini sudah terjalin lama. Karena guru-guru yang sudah sertifikasi dari Pemda itu kita yang biayai. Kalau di luar sertifikasi tidak,” ungkapnya.
Katanya, Kementerian Agama juga telah melakukan intervensi pada sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kemenag, yang tersebar di seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Jadi kalau untuk Madrasah Negeri itu jumlahnya 77 mulai tingkat SD sampai SMA. Setiap tahun ada intervensi anggaran. Sementara sekolah swasta sedang diusahakan untuk dinegerikan,” ucap Yoseph.
Intervensi anggaran ini berdampak pada tampilan fisik sekolah yang sangat berbeda dengan sekolah di bawah naungan Disdikbud, karena Kepala Sekolah merupakan kuasa anggaran, dan setiap sekolah memiliki Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) sendiri.
“Sehingga jika membangun sekolah yang di bawah naungan Kemenag, maka prosesnya tidak mudah. Harus melalui tahapan-tahapan yang ada,” jelasnya.
Dia menambahkan, ke depan Kanwil Agama NTT dan Disdikbud NTT akan melakukan safari pendidikan ke Kabupaten Ende yang berlangsung pada tanggal 7-9 Juli 2021 mendatang.
“Namun kepastiannya, kita masih tunggu konfirmasi dari tim gugus tugas Ende. Selanjutnya kita ke Sumba Barat, karena ada sekolah Madrasah yang berada di bawah naungan kita,” tandasnya. (*)