Oleh : Gregorian Sintia Tika Dewa
Rumput laut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar, batang, dan daun. Pada umumnya rumput laut digolongkan menjadi beberapa kelas seperti Chlorophyceae, Phaeophyceae, dan Rhodophyceae. Di Indonesia sendiri jenis rumput laut yang cukup banyak ditemukan dan dibudidayakan di beberapa daerah seperti Sulawesi, NTT, NTB, Bali, dan Jawa adalah Eucheuma cottonii. Berdasarkan data yang ada, rata-rata ekspor rumput laut nasional dalam kurun waktu 2014 – 2019 mencapai angka 6,5 %. Dari hal tersebut Dirjan Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Artati Widiarti menyampaikan bahwa Indonesia dapat berada di tingkat pertama dunia berdasarkan volume ekspor rumput laut dengan jumlah 209,24 ribu ton pada tahun 2019. Namun pada kenyataannya, saat ini Indonesia masih menempati urutan ketiga dalam mengekspor rumput laut setelah Tiongkok dan Korea Selatan.
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki produksi rumput laut tertinggi adalah provinsi Nusa Tenggara Timur. Jumlah total rumput laut yang di produksi di NTT pada tahun 2020 mencapai angka 1,8 juta ton per tahun. Untuk jenis rumput laut yang cukup banyak dibudiyakan adalah Eucheuma cottonii dan Kappaphycus striatum. Untuk pemanfaatan dari jenis Eucheuma cottonii adalah sebagai bahan baku pembuatan pangan, kosmetik, dan juga farmasi. Potensi rumput laut yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur sendiri didukung oleh letak geografis daerah kepulauan dengan garis pantai yang panjang. Adapun total lahan budidaya yang mencapai 6.000 ha, menjadikan rumput laut sebagai salah satu devisa yang besar bagi provinsi tersebut maupun negara Indonesia.
Meskipun rumput laut menjadi salah satu biodiversitas unggulan di Nusa Tenggara Timur, tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat beberapa petani rumput laut yang memiliki penghasilan dibawah rata-rata. Hal tersebut disebabkan dari berbagai jenis aspek mulai dari ketersediaan bibit, kualitas dan kuantitas rumput laut mulai dari proses pengeringan dan penanganan lepas panen. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya model ekonomi yang modern atau dengan kata lain pengelolaan rumput laut yang di provinsi Nusa Tenggara Timur masih sangat sederhana, dimana rumput laut yang telah dipanen dan dikeringkan akan langsung dijual oleh pembudiya kepada pedagang/pengepul tanpa diolah terlebih dahulu. Harga rumput laut yang dijual oleh pembudidaya ke pengepul pada umumnya memiliki nilai jual yang cukup rendah, sehingga pembudidaya rumput laut akan mendapatkan keuntungan yang tidak banyak.
Upaya yang diperlukan dalam menangani permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan strategi optimalisasi pemanfaatan yang adil bagi semua pihak yang terkait dalam pengelolaan rumput laut ini. Untuk strategi yang dilakukan ini dapat dilihat dari beberapa aspek permasalahan yang sering terjadi. Aspek permasalahan yang pertama adalah kualitas bibit rumput laut, agar pemanenan rumput laut tidak mengalami kerugian akibat hama, maka diperlukan bibit dengan kualitas yang baik. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas baik, pemerintah memiliki peran yang sangat penting disini atau dengan kata lain pemerintah melakukan program pemberian bibit rumput laut dengan kualitas yang baik kepada pembudidaya. Aspek permasalahan yang kedua adalah kualitas dan kuantitas dari rumput laut dimulai dari proses pemanenan, pengeringan, dan penanganan lepas panen. Kurangnya pengetahuan mengenai proses pemanenan, pengeringan, dan penanganan lepas panen rumput laut menjadi salah satu faktor utama dalam kualitas dan kuantitas yang rendah. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan sosialisasi terhadap pembudidaya rumput laut tentang bagaimana cara pemanenan rumput laut yang baik dan benar. Selain itu pemberian sosialisasi tentang pengolahan rumput laut juga dapat dilakukan untuk membantu para pembudidaya dalam meningkatkan pendapatannya. Salah satu contoh pengolahan rumput laut yang dapat dilakukan adalah pembuatan rumput laut setengah jadi dan juga pembuatan minuman dari rumput laut yang dapat meningkatkan nilai jual sehingga membantu perekonomian masyarakat pembudidaya rumput laut. (*)
Penulis adalah mahasiswi Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana, Daerah Istimewa Yogyakarta.