Di Kupang, Murid Tendang Guru Tapi Tidak Dikeluarkan dari Sekolah, Ketua PGRI NTT Pertanyakan Sikap Kepsek

Ketua PGRI NTT Dr. Semuel Haning, S.H.,M.H mendampingi Guru SMA Negeri 1 Kupang Rini Lawa Mone memberikan keterangan Pers kepada wartawan. (Foto: Am Beding)

Kupang, KN – Seorang murid berinisial VS, di SMA Negeri 1 Kupang diduga melakukan tindakan kekerasan, dengan menendang guru mata pelajaran komputer, pada tanggal 12 September 2025 silam.

Anehnya, murid tersebut bukan dikeluarkan dari sekolah, tapi hanya diberikan sanksi skorsing 1 minggu. Tindakan pimpinan sekolah SMA Negeri 1 Kupang ini disesalkan, karena tidak memberikan efek jerah kepada siswa.

Guru Komputer SMA Negeri 1 Kupang Rini Laba Lawa menjelaskan bahwa, kejadian bermula dari pelanggaran aturan kelas yang telah disepakati bersama pada awal semester.

Aturan tersebut melarang semua siswa menggunakan ponsel, berdandan, atau mengerjakan tugas lain saat pelajaran berlangsung.

“VS berulang kali tidak menghargai saya di kelas, berdandan saat pelajaran, dan mengabaikan teguran. Saya sudah berupaya melakukan pendekatan edukatif, termasuk meminta VS membuat restitusi, dan melibatkan guru BK serta wali kelas, namun tidak ada perubahan,” ujar Rini, Sabtu (20/9/2025).

Rini menjelaskan, puncaknya terjadi pada 12 September 2025, ketika ia mendapati VS kembali berdandan dan ribut saat ujian di kelas, serta tidak berdiri memberi salam saat guru masuk ruangan.

Ketika ditegur, VS bukannya meminta maaf, tapi menunjukan sikap mual kepada gurunya. VS juga melontarkan ancaman, sambil menyebut bahwa ibunya akan melaporkan guru tersebut ke dinas.

Perbuatan VS tersebut, sontak memantik emosi dari gurunya. “Saya sobek kertas ujiannya dan memberikan dorongan ringan di pipi untuk menegur. Tapi dia langsung berdiri dan menendang saya. Saya nyaris melawan, tapi dilerai oleh teman-teman sekelasnya,” tutur Rini.

Rini pun segera melaporkan kejadian ini kepada pimpinan sekolah. Dalam pertemuan awal, pihak sekolah sempat menyepakati bahwa VS akan dikeluarkan. Namun keputusan akhir hanya berupa skorsing selama satu minggu.

Setelah insiden tersebut, Rini mengaku menghadapi tekanan psikologis dari lingkungan sekolah. Ia merasa tidak lagi dihormati oleh siswa-siswa lain di kelas, yang kini mulai bersikap acuh dan tidak mengikuti pelajaran dengan serius.

“Bukan saya yang takut, tapi kepala sekolah yang tidak berani mengambil tindakan tegas. Ini bukan soal pribadi, tapi soal penegakan aturan,” tegasnya.

Rini juga menyampaikan bahwa orang tua VS sempat mengancam akan melaporkannya ke kepolisian dan dinas pendidikan, serta menghina statusnya sebagai guru PPPK.

BACA JUGA:  12 Sekolah di Manggarai Hadiri Workshop yang Digelar Plan Indonesia

Ko hanya guru PPPK sa ju. Saya ini pernah di KPA, dan pernah penjarakan dua orang,” kata Rini, meniru perkataan ibu VS, yang bernada mengancam dan merendahkan martabat profesi guru PPPK.

Rini berharap pihak sekolah harus mengambil tindakan tegas dengan mengeluarkan siswa tersebut. Jika tidak, maka tindakan yang sama akan diulang atau dilakukan oleh siswa lain.

Ketua Pengurus Provinsi PGRI NTT, Dr. Semuel Haning, S.H.,M.H mengaku sangat prihatin dengan kejadian tersebut. Ia mengaku sangat kecewa terhadap adanya dugaan kekerasan secara fisik terhadap guru komputer Rini Laba Lawa.

“Perilaku seperti itu tidak benar. Kalau ada, maka aturan itu harus tegas. Aturan dibuat untuk ditaati dan dilaksanakan, terhadap seluruh siswa yang ada. Siswa harus taat aturan. Jujur, bahwa guru itu segala-galanya. Dia adalah pahlawan untuk kita. Menciptakan terang dalam kegelapan. Sehingga apapun itu berkaitan dengan guru, jangan coba-coba ada yang ganggu. Saya lawan,” tegas Haning.

Ia meminta kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kupang untuk meninjau kembali aturan-aturan dan sanksi yang telah dikeluarkan. “Karena ibu ini merasa sangat terganggu psikisnya, ketika ada perbuatan yang tidak wajar dilakukan oleh seorang murid,” tuturnya.

Ketua PGRI NTT juga meminta kepada  Gubernur dan Wakil Gubernur NTT untuk memanggil dan membina ibu VS yang diduga mengancam dan menghina profesi guru.

“Ada kata-kata yang bilang hanya seorang guru PPPK, maka itu menurunkan derajat seorang sebagai abdi negara,” ungkapnya.

PGRI NTT, kata Dr. Semuel Haning, siap melindungi guru, apalagi harkat dan martabat guru diinjak-injak. “Soal benar dan salah kemudian, tapi saya harapkan aturan harus benar-benar ditegakan,” tegasnya.

Terkait dengan tindakan siswa, Ketua PGRI NTT juga menyatakan bahwa sudah pantas dan layak siswa tersebut harus dikeluarkan dari sekolah.

“Mohon kepala sekolah meninjau kembali sanksi yang sudah diberikan. Sudah ada aturan bahwa kalau pelanggarannya sudah mencapai angka 100, maka harus dikembalikan ke orang tua untuk dibina,” pungkasnya. (*)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS