Laporan Reporter Agung Laba Lawa
Kupang, KN – Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur (Disnak NTT) telah menyiapkan sebanyak 200.000 dosis vaksin rabies untuk mendukung program vaksinasi massal yang akan berlangsung pada September hingga November 2025.
Jumlah vaksin tersebut dirancang untuk memenuhi target minimal 70% populasi anjing yang divaksinasi guna menciptakan herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap virus rabies.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner di Disnak Provinsi NTT, Drh. Melki Ansar MSc menjelaskan bahwa, selama dua bulan ini, anjing lebih banyak berada di dalam rumah sehingga target vaksinasi 70% populasi anjing akan menyisakan 30% anjing yang tidak divaksin dan berpotensi mengandung virus rabies.
“Anjing yang belum divaksin dapat menggigit anjing yang sudah divaksin, namun anjing yang sudah divaksin akan kebal. Seiring waktu, anjing yang belum divaksin biasanya akan mati dalam 14 hari setelah muncul gejala rabies. Dengan begitu, anjing positif rabies akan hilang secara alami,” terang Melki.
Melki juga menegaskan bahwa larangan melepasliarkan anjing sudah mulai diberlakukan sejak Senin (1/9/2025).
“Anjing harus diikat agar terbiasa ketika petugas datang melakukan vaksinasi. Jangan sampai petugas datang baru mau mencari dan mengikat anjing,” tambahnya.
Target Disnak NTT adalah menyelesaikan vaksinasi dalam waktu satu bulan. Di Kota Kupang, minimal 50 anjing akan divaksin oleh satu tim vaksinasi. Rencananya, akan ada 12 tim yang diterjunkan, masing-masing beranggotakan tiga teknisi dari Disnak NTT, didampingi aparatur kelurahan, kepolisian, dan tentara.
“Kami melakukan koordinasi berjenjang mulai dari Gubernur yang menginstruksikan Polda NTT, walikota, bupati, hingga komandan Korem yang meneruskan ke Kodim dan Polres. Demikian juga dengan karantina yang berkoordinasi antar wilayah,” jelas Melki.
Melki mengimbau masyarakat yang tergigit anjing segera mendatangi puskesmas terdekat dalam waktu 24 jam untuk mendapatkan vaksin anti rabies (VAR). “Ini adalah Golden Period, periode krusial dalam penanganan rabies. Jika terlambat, virus sudah masuk ke syaraf dan obat melalui peredaran darah tidak akan efektif,” jelasnya.
Rabies disebut Melki sebagai “silent killer” karena gejalanya baru muncul setelah beberapa bulan setelah gigitan. Gejala yang timbul meliputi demam, kesulitan menelan, dan produksi air liur berlebihan, dan saat itu biasanya sudah terlambat untuk diselamatkan.
Selain itu, Melki mengingatkan bahwa regulasi terkait kesejahteraan dan kesehatan hewan sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. “Pemilik hewan wajib melindungi hewannya dari penyakit. Jika tidak, dapat dikenakan sanksi, terutama jika hewan peliharaan tersebut menularkan penyakit ke orang lain,” pungkas Melki.
Dengan persiapan matang dan keterlibatan berbagai pihak, Disnak NTT optimis program vaksinasi rabies tahun ini dapat berjalan sukses dan membantu menekan kasus rabies di wilayah NTT. (*)